Masuk Daftar
My Getplus

Kegagalan Bus Kota Tanpa Kondektur

Penumpang lihai memperdaya sopir bus Patas AC dengan Rute Metode Baru. Naik bus secara gratisan dan kurang bayar.

Oleh: Hendaru Tri Hanggoro | 12 Apr 2019
Patas AC PPD dengan sistem Rute Metode Baru (RMB). (Dok. Siam Purwanto).

Manis di awal, pahit di akhir. Itulah yang terjadi pada sistem Rute Metode Baru (RMB) bus Patas AC milik PPD. Perusahaan, karyawan, dan penumpang hanya menikmati saat-saat manis beberapa jenak seperti diungkap dalam kajian Sri Haryoso Suliyanto, Perbandingan Sistem Wajib Angkut Penumpang dan Rute Metode Baru. Sisanya adalah catatan pahit dan konyol.

Beberapa penyebab kegagalan sistem RMB bisa dibabarkan dari soal persaingan antarbus kota, perilaku penumpang, hingga keterpisahan sarana penunjang untuk bus Patas AC RMB.

Pasar Patas AC kian kompetitif pada 1994. Pemerintah daerah membuka kembali izin operator swasta bus kota selain Mayasari Bakti. Antara lain Steady Safe (Masstrans), Bianglala Metropolitan, Himpurna, dan Arion. Dua operator pertama bermain di bus Patas AC, sisanya menjajal di bus reguler dan Patas.

Advertising
Advertising

Kompetisi antar Bus Kota

Majalah Mobil Motor edisi Agustus 1994 menyebutkan cara unik Masstrans menggaet penumpang. Seperti menghadirkan pramugari dan petugas keamanan dalam tiap bus Patas AC milik Masstrans. Semata-mata demi kepuasan pengguna jasa Masstrans. Rumus kepuasan Masstrans terdiri atas kenyamanan, kecepatan, dan keamanan. Itulah mengapa Masstrans menghadirkan pramugari dan petugas keamanan.

Baca juga: Bus Kota Tanpa Kondektur

Berbeda dari PPD, Masstrans tetap menggunakan sistem setoran atau Wajib Angkut Penumpang (WAP). “Karena fare box ternyata sangat mahal harganya. Setelah dihitung, ternyata lebih mudah dengan memakai pramugari dan seorang satpam,” catat Mobil Motor.

Bianglala juga menerapkan WAP. Bedanya, mereka tidak merekrut satpam dan pramugari. Kondektur Bianglala selaik kondektur pada bus kota lain. Cara ini serupa dengan operasional bus Patas AC milik Mayasari Bakti.

Kehadiran dua operator baru Patas AC cepat mengambil pangsa pasar PPD. Penumpang punya banyak pilihan angkutan. Tak lagi sebatas Patas AC PPD dan Mayasari Bakti dalam satu rute. Pendapatan PPD pun menurun.

Selain perubahan pilihan penumpang terhadap operator Patas AC, perilaku curang penumpang ikut merusak tujuan RMB. Penumpang memang memasukkan uang ke kotak ongkos. Tetapi jumlahnya tak bulat sesuai ongkos.

Perilaku Ngemplang

Biasanya penumpang senang menggulung uang saat memasukkannya ke kotak ongkos. Sopir bus Patas AC seringkali terperdaya oleh penumpang lihai macam itu. “Baru ketahuan saat kotak uang dibuka di pool bus pada akhir waktu narik,” tulis Kompas, 17 Maret 1997.

Jika sopir bus Patas AC menegur, penumpangnya jauh lebih galak. Pernah sopir bus Patas AC menarik ongkos langsung dari penumpang. Dia katakan kepada penumpang bahwa dirinya sudah kenyang dikibuli penumpang. Tak percaya lagi pada penumpang.

Tetapi penumpang justru marah dan mengadukannya ke petugas operator. Alasan penumpang menarik ongkos bukan kewenangan sopir. Apa gunanya kotak ongkos kalau sopir masih menarik ongkos dari penumpang? Tanya penumpang.

Baca juga: Suka Duka Sopir Bus Dodge

Ada lagi penumpang nekat. Mereka cuma bermodal selembar kertas. Melipatnya menjadi gulungan, lalu memasukkannya ke kotak uang. Seolah-olah itu benar-benar uang.

Jenis penumpang lainnya memanfaatkan kepadatan bus Patas AC saat jam-jam masuk atau pulang kantor. Mereka naik dari pintu belakang, bersamaan dengan penumpang turun. Sopir luput mengawasi penumpang licin seperti itu dalam kondisi bus penuh sesak. Bila penumpang masuk dari pintu belakang, berarti dia tidak membayar ongkos.

Bus Patas AC RMB sarat penumpang sebenarnya menyalahi aturan. Tetapi sopir berkilah keadaan itu atas kemauan penumpang. Armada bus Patas AC RMB belum setara dengan jumlah penumpang.

Jarak keberangkatan satu bus Patas AC dengan bus selanjutnya menjadi lebar. Penumpang menumpuk dan enggan menunggu untuk bus berikutnya. Sopir juga merasa kasihan kepada penumpang. Akhirnya dia mengangkut banyak penumpang.

Baca juga: Bus Patas dari Cepat Terbatas Jadi Tanpa Batas

Banyak penumpang juga enggan berjalan ke halte khusus Patas AC RMB. Alasan mereka jaraknya terlalu jauh satu dengan lainnya. Sekira 1 kilometer. Selain itu, trotoar untuk mencapai halte khusus tersebut jelek. Tak enak untuk berjalan kaki.

Trotoar sempit di satu bagian dan penuh oleh pedagang kaki lima di lain bagian. Sehingga penumpang memilih naik dan turun sembarangan. Sopir berusaha menolak, tapi penumpang mendesak. Bus Patas AC RMB pun menjadi kurang nyaman.

Pendapatan PPD dari sistem RMB memang meningkat. Tetapi PPD tak hanya punya satu jenis bus. Ada bus reguler dan Patas non-AC juga. Tarif keduanya berbeda jauh dari Patas AC RMB. PPD menggunakan keuntuntan dari sistem RMB untuk menyubsidi kerugian operasional bus reguler dan Patas non-AC.

Seminar Transportasi

Semua masalah tersebut mengakibatkan sistem RMB PPD belum mampu menutup defisit anggaran. Ongkos perbaikan dan perawatan bus terpaksa disunat sana-sini untuk menyiasati kekurangan anggaran.

Pengadaan bus-bus baru juga terhambat. Buntutnya pada kepuasan penumpang. Begitu mendapat kesempatan memilih jenis alat transportasi, penumpang beralih menggunakan kendaraan bermotor pribadi. Mereka meninggalkan bus lawas Patas AC RMB.

PPD masih menerapkan sistem RMB ke sejumlah kecil busnya hingga 2002. Sebagian besar justru beralih kembali ke sistem WAP. “Lihat saja bus-bus RMB dulu. Sekarang sudah pakai sistem setoran semua,” kata seorang sopir PPD dalam Kompas, 30 November 2002.

Baca juga: MRT, Sebuah Keajaiban di Jakarta!

Seminar garapan Japan International Cooperation Agency (JICA) dan Bappenas bertajuk “Towards an Integrated Transportation System for Jabotabek” pada 3 April 2001 menyorot kegagalan seluruh sistem operasi bus kota di Jakarta, baik RMB maupun WAP. Hasil seminar merekomendasikan rencana perbaikan menyeluruh untuk sistem operasi bus kota di Jakarta untuk mencapai empat tujuan: efisiensi, kesetaraan, perbaikan lingkungan kota, dan keselamatan.

Atas dasar rekomendasi seminar tersebut, Sutiyoso, Gubernur Jakarta 1997-2007, memperkenalkan sistem Busway pada 2004. Busway menawarkan bus baru ber-AC, halte khusus tiap 300-500 meter, petugas keamanan di dalam bus dan halte, penggajian bagi seluruh awak bus, penghapusan total sistem setoran, dan lajur khusus.

TAG

Transportasi Bus

ARTIKEL TERKAIT

Insiden Menghebohkan di Stasiun Kroya Sejarah Kereta Malam di Indonesia Masa Lalu Lampu Lalu Lintas Pemilik Motor Pertama di Indonesia Sukarno Bikin Pelat Nomor Sendiri Sejarah Pelat Nomor Kendaraan di Indonesia SIM untuk Kusir dan Tukang Becak Begitu Sulit Mendapatkan SIM Kemacetan di Batavia Tempo Dulu Mula Istilah Kuda Gigit Besi