Masuk Daftar
My Getplus

Bus Patas dari Cepat Terbatas Jadi Tanpa Batas

Bus Patas tak lagi aman dan nyaman. Penyimpangan membuat Patas jadi bus tanpa batas.

Oleh: Hendaru Tri Hanggoro | 05 Apr 2019
Bus Patas milik PPD telah menjadi bus reguler biasa. (aaikhwan.com).

Dua bus kota melaju hampir seiring. Satu bus Patas (Cepat Terbatas) di lajur kiri, satunya lagi bus reguler di lajur kanan. Sopir bus Patas menambah kecepatan, mendahului bus reguler dari sisi kiri. Tak terima disalip, sopir bus reguler pun menginjak pedal gas dalam-dalam. Tapi sopir bus Patas buru-buru menutup ruang. Hampir tabrakan. Sopir bus reguler mengalah.

Bus Patas lebih dulu tiba di sebuah halte. Penumpang turun, ada juga yang naik. Bus kota reguler berjarak 20 meter di belakang. Kondektur bus Patas langsung berteriak, “Tancap, belakang dekat!”

Bus reguler berhenti di halte, menurunkan penumpang. Tak ada penumpang tersisa untuk diangkut. Bus Patas telah mengangkutnya semua.

Advertising
Advertising

Sebenarnya kedua bus tersebut berbeda rute keberangkatan. Tetapi tujuan akhir mereka sama. Dan pada satu titik perjalanan, kedua bus berhimpitan. Rebutan penumpang pun terjadi. Demikian gambaran Kompas, 12 Oktober 1982, tentang persaingan bus Patas. 

Sopir bus kota reguler kerap kesal dengan perilaku sopir bus Patas. Mereka keberatan jika bus Patas berhenti di sembarang halte. Perilaku demikian sama saja merebut penumpang bus reguler. Sesuai SK Gubernur Jakarta No. 2864/IV-1981 tertanggal 6 April 1981, bus Patas tidak boleh berhenti di tiap halte dan penumpang pun harus naik atau turun di halte tertentu. Jadi, masing-masing bus kota punya pasar dan ketentuan sendiri.  

Baca juga: Patas, Bus Kaum Berdasi

Bus Patas kali pertama beroperasi di Jakarta pada 10 April 1981. “Peraturannya, penumpang dilarang berdiri, sebab tempat terbatas berarti semua penumpang diberi tempat duduk yang pas. Naik dan turun di tempat-tempat dengan rambu ‘Patas’,” tulis Aktuil, 4-17 Oktober 1982.

Salam Tempel

Operator bus Patas ada dua: Perusahaan Pengangkutan Djakarta (PPD) dan Mayasari Bakti. Keduanya mendapat perkenan dari pemerintah menerapkan tarif tiga kali lipat lebih mahal daripada tarif bus kota reguler. Itu sebabnya Patas dicita-citakan sebagai bus bagi penumpang berdasi (perlente) atau kelas menengah atas.

Bus Patas perlahan menarik perhatian. Penumpang perlente berbondong-bondong naik bus Patas. Tidak ada lagi desak-desakan seperti dalam bus reguler. Kendaraan pribadi diparkir di garasi. Sopirnya menjalankan bus Patas sesuai aturan. Mereka memperoleh gaji bulanan dan setoran harian yang lebih dari cukup untuk operator. Semua berjalan menyenangkan bagi penumpang, sopir, dan operator selama beberapa waktu.

Tetapi keadaan menyenangkan itu tidak bertahan lama. Operator menambah target setoran dan jumlah rit. Sopir bus Patas mulai berani ambil penumpang di luar halte resmi. Tak jarang mereka memilih-milih halte mana yang akan disinggahi. Tidak semua halte khusus bus Patas berisi calon penumpang. Seringkali justru kosong. Tergantung penempatan halte tersebut. Semakin tidak strategis letak halte, semakin sedikit calon penumpang.

Penumpang pun tak selalu bersedia menunggu di halte khusus bus Patas. Macam-macam alasannya.

“Jarak antara tempat tujuan mereka dengan shelter yang ada terlalu jauh, hingga sangat melelahkan mereka untuk menempuh jarak yang sejauh itu dengan berjalan kaki. Atau matahari terlalu terik, atau hujan terlalu lebat,” tulis Larasati H.R. dalam Kepatuhan Hukum Terhadap Rambu Lalu Lintas: Studi Kasus Kepatuhan Hukum Pengemudi Bis Patas, skripsi pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia tahun 1986.

Petugas khusus bus Patas berkali-kali melihat kejadian tersebut. Sebilangan mereka bersikap tegas, melaporkan pelanggaran tersebut kepada operator. Sanksi dari operator sangat keras, dari skorsing sampai pemecatan bagi awak PPD dan denda untuk awak Mayasari Bakti.

Baca juga: Suka Duka Sopir Bus Dodge

Sejumlah lainnya justru berkomplot dengan awak bus Patas. Kondektur turun dan menyampaikan ‘salam tempel’ (uang) untuk si petugas. “Sama-sama cari makan,” ujar seorang sopir Patas PPD, dikutip dari “Angkutan Kota Jauh dari Harapan” termuat di Prisma, No. 12, 1986.

Mengelabui Petugas

Kompromi ini berlanjut pada soal kelebihan penumpang. Banyak kondektur bus Patas berteriak, “Ayo, kosong-kosong. Dalam kosong!” untuk menarik penumpang dari halte. Nyatanya semua kursi sudah terisi penuh.

Penumpang ingin turun, tapi sopir keburu menekan pedal dan pintu tertutup. Mereka pun terpaksa berdiri. Kalau petugas khusus melihat, kondektur tinggal turun menyampaikan ‘salam tempel’.

Untuk petugas yang tak bisa disuap, awak bus Patas punya cara lain. Dengan sedikit bantuan dari penumpang, urusan melanggar aturan seperti ini bisa teratasi. “Pak, tolong bungkuk! Tolong, dong, bungkukkan badan. Ada pengawas. Ya, bungkuuuk!” kata kondektur meminta penumpang yang berdiri untuk membungkuk ketika bus melewati petugas khusus.  

Penumpang menurut saja apa kata kondektur. Sebab kalau bus sampai dihentikan oleh petugas khusus itu, urusannya panjang. Petugas akan bertanya macam-macam kepada awak bus Patas. Waktu penumpang pun jadi terbuang.

Baca juga: Sejarah Tertib Berlalu-Lintas

Ada saatnya penumpang protes kepada awak bus Patas. Ini biasanya terjadi ketika mereka harus duduk berempat di kursi untuk tiga orang. Begitu pula dengan kursi untuk dua orang. Seringkali diduduki oleh tiga orang. Karena itulah bus Patas sering dipelesetkan menjadi bus tanpa batas. Menjawab keluhan penumpang, awak bus Patas bersikap ketus. “Kalau mau enak, naik taksi saja,” catat Prisma.

Operator bus bukan diam saja melihat berbagai macam penyimpangan awak bus Patas. “Setiap hari antara 4 sampai 5 pengemudi Patas yang dikenakan hukuman karena mengangkut penumpang berlebih,” kata Soedaryono Direktur Utama PPD. Tapi pemberian hukuman tak banyak berpengaruh pada keadaan bus Patas. Patas tetap jadi bus tanpa batas.

Menurut Haji Mahfud, Direktur Mayasari Bakti, pelanggaran terus berulang bukan karena tidak ada tindakan, melainkan rendahnya kesadaran dan sikap mental awak bus Patas.

Hal berbeda diungkap oleh kajian Larasati H.R. Penyimpangan awak bus Patas bukan semata dari sikap mental mereka, melainkan juga berkaitan sikap penumpang, sistem setoran, trayek, dan target rit dari operator. Masalah kompleks ini memerlukan perbaikan menyeluruh, berjangka, perlahan, dan konsisten.

Tetapi pemerintah dan operator kemudian memilih cara instan untuk memperbaiki keadaan bus Patas. Cukup dengan menambah pendingin udara di dalam bus. Jadilah Patas AC.

TAG

Transportasi

ARTIKEL TERKAIT

Insiden Menghebohkan di Stasiun Kroya Sejarah Kereta Malam di Indonesia Masa Lalu Lampu Lalu Lintas Pemilik Motor Pertama di Indonesia Sukarno Bikin Pelat Nomor Sendiri Sejarah Pelat Nomor Kendaraan di Indonesia SIM untuk Kusir dan Tukang Becak Begitu Sulit Mendapatkan SIM Kemacetan di Batavia Tempo Dulu Mula Istilah Kuda Gigit Besi