Masuk Daftar
My Getplus

Upaya Mencegah Kartosoewirjo Memproklamasikan Negara Islam

Hatta mengutus Natsir untuk membujuk Kartosoewirjo. Surat Natsir yang dibawa Ahmad Hassan terlambat tiga hari. Negara Islam Indonesia telah diproklamasikan.

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 07 Agt 2020
S.M. Kartosoewirjo, imam DI/TII, dengan mata tertutup, dituntun ke tempat eksekusi mati di Pulau Ubi, Kepulauan Seribu, 12 September 1962. (Hari Terakhir Kartosoewirjo: 81 Foto Eksekusi Imam DI/TII yang disusun Fadli Zon).

Pada awal Agustus 1949, Mohammad Natsir, ketua komisi untuk menyelesaikan masalah DI/TII, datang ke Bandung. Dia diutus Mohammad Hatta untuk membujuk S.M. Kartosoewirjo agar mengurungkan niat mendirikan Negara Islam atau Darul Islam. Hatta sendiri sudah membujuknya tapi tak berhasil. Sementara itu, pada 6 Agustus 1949, dia bertolak ke Belanda untuk menghadiri Konferensi Meja Bundar.

Sebelumnya, Kartosoewirjo bertemu Mohammad Hatta di Yogyakarta untuk membicarakan keadaan Jawa Barat setelah pasukan TNI hijarah akibat Perjanjian Renville; dan tidak mau ikut Negara Pasundan. Hatta memberi bantuan supaya Kartosoewirjo bisa mendinginkan orang-orang Jawa Barat yang merasa ditinggalkan oleh Republik.

"Kalau Kartosoewirjo ke Yogya minta begroting (anggaran), secara tidak resmi Bung Hatta memberi bantuan dalam bentuk makanan atau keperluan sosial untuk orang-orang yang di hutan," tulis Lukman Hakiem dalam Biografi Mohammad Natsir: Kepribadian, Pemikiran, dan Perjuangan.

Advertising
Advertising

Baca juga: Kartosoewirjo Hampir Tertangkap

Natsir mengenal Kartosoewirjo sejak dia sekolah Algemene Midelbare School (AMS) di Bandung (1927–1930). Waktu Natsir belajar Islam pada Ahmad Hassan, ulama terkemuka dan pendiri Persatuan Islam (Persis), Kartosoewirjo yang tinggal di Garut sering datang mengunjungi Hassan.

"Di kediaman Hassan itulah Natsir bertemu, berkenalan, dan berdiskusi dengan Kartosoewirjo," tulis Lukman.

Natsir pun meminta Ahmad Hassan untuk menyampaikan suratnya kepada Kartosoewirjo. Suratnya ditulis di kertas berkepala surat Hotel Savoy Homann, tempatnya menginap.

"Surat yang ditulis tangan itu berisi permintaan Natsir agar Kartosoewirjo membatalkan rencana memproklamsikan Negara Islam, dan mengajak Kartosoewirjo kembali ke pangkuan Republik Indonesia," tulis Lukman.

Pelantikan Kabinet Mohammad Natsir (keempat dari kiri) di Istana Merdeka, Jakarta, 7 September 1950. Sultan Hamengku Buwono IX sedang diambil sumpah. (Perpusnas RI).

Setelah melalui jalan berliku, Ahmad Hassan sampai di markas Kartosoewirjo di sekitar pegunungan Bayongbong. Namun, penjagaan begitu ketat. Tidak sembarang orang boleh menemui Kartosoewirjo.

Hassan pun diminta menunggu di suatu tempat, sekira dua ratus meter dari markas. Para pengawal Kartosoewirjo baru mengenali Hassan setelah sang ulama menunggu tiga hari, dan memperkenalkan diri, "Saya Hassan. Hassan Bandung."

Akibatnya, surat dari Natsir sampai ke Kartosoewirjo setelah Negara Islam Indonesia diproklamasikan pada 7 Agustus 1949.

Baca juga: Leon Jungschlager Mendukung Westerling Sampai Kartosoewirjo

"Surat Natsir terlambat sampai ke tangan Kartosoewirjo karena para pengawal Kartosoewirjo terlambat mengenali Ustaz Hassan. Padahal hubungan Natsir-Hassan-Kartosoewirjo sangat akrab," kata Lukman Hakiem, penulis buku biografi tokoh-tokoh Masyumi, kepada Historia.id.

Selain itu, menurut buku Muhammad Natsir 70 Tahun: Kenang-kenangan Kehidupan dan Perjuangan, diduga Kartosoewirjo saat itu ragu-ragu dan bertanya-­tanya kenapa surat Natsir ditulis di atas kertas Hotel Savoy Homann.

Akan tetapi, kata Natsir, kalaupun suratnya tidak terlambat sampai di tangan Kartosoewirjo, tetap tidak mudah meyakinkan pemimpin DI/TII itu.

"Kalau pada saat itu Kartosoewirjo mau mengalihkan langkahnya, masih bisa," kata Natsir.

Ahmad Hassan (duduk, kedua dari kiri), ulama terkemuka Jawa Barat dan pendiri Persatuan Islam (Persis). (Wikimedia Commons).

Kartosoewirjo menitipkan surat balasannya untuk Natsir kepada Ahmad Hassan. Dalam suratnya, Kartosoewirjo mengatakan, "Sayang, imbauan itu terlambat tiga hari. Ludah tidak dapat saya jilat kembali." Artinya, Kartosoewirjo tidak dapat mencabut atau membatalkan proklamasi Negara Islam Indonesia.

Baca juga: Detik-detik Terakhir Kartosoewirjo

Kartosoewirjo menjadi imam Negara Islam Indonesia selama 13 tahun. Pemerintah Indonesia mengerahkan operasi militer untuk menumpas DI/TII sampai Kartosoewirjo tertangkap oleh Kompi C Batalion 328/Kujang II Divisi Siliwangi pada 4 Juni 1962.

Pengadilan Mahkamah Militer menjatuhkan vonis mati kepada Kartosoewirjo. Dia dieksekusi mati di Pulau Ubi, Kepulauan Seribu, pada 12 September 1962 –sumber lain tanggal 5 September 1962.

TAG

di tii sm kartosoewirjo mohammad natsir mohammad hatta

ARTIKEL TERKAIT

Pemberontakan Kahar Muzakkar Nafsu Berahi Merongrong Kamerad Stalin (Bagian I) Aksi Spionase di Balik Kematian Leon Trotsky Ibnu Sutowo dan Anak Buahnya Kibuli Wartawan Kisah Bupati Sepuh Problematika Hak Veto PBB dan Kritik Bung Karno Guyonan ala Bung Karno dan Menteri Achmadi Percobaan Pembunuhan Leon Trotsky, Musuh Bebuyutan Stalin Serangkaian Harapan dari Mahkamah Rakyat Mahkamah Rakyat sebagai Gerakan Moral Mencari Keadilan