Sukarni terlibat dalam pergerakan kemerdekaan sejak masa kolonial Belanda. Dia kemudian berperan dalam peristiwa penting sejarah Proklamasi kemerdekaan. Pemimpin Asrama Angkatan Baru di Menteng 31 Jakarta ini tak hanya menculik Sukarno dan Hatta ke Rengasdengklok. Dia juga menjadi wakil pemuda dalam perumusan naskah Proklamasi.
Sukarno dan Hatta kembali ke Jakarta setelah dijemput oleh Ahmad Subardjo. Anggota PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) kemudian diminta berkumpul di rumah Laksamana Tadashi Maeda karena Hotel Des Indes tidak bisa menyediakan tempat.
Baca juga: Rumah "Penculikan" Sukarno-Hatta di Rengasdengklok
Sementara itu, menurut Adam Malik dalam Riwayat Proklamasi Agustus 1945, Sukarni bersama Subardjo, Iwa Kusumasumantri, dan Jusuf Kunto, pergi ke Jalan Bogor Lama. Di sana sudah menunggu para pemuda, antara lain Chairul Saleh, Adam Malik, Wikana, Pandu Karta Wiguna, Maruto Nitimihardjo, Kusnaeni, dan Sjahrir juga dipanggil.
“Maksud kedatangan itu ialah untuk membawa mereka yang berkumpul itu ke Oranje Boulevard (rumah Laksamana Maeda) guna menyaksikan upacara penandatanganan Proklamasi tersebut. Tetapi oleh putusan yang berkumpul ketika itu cukup Sukarni dan Chairul Saleh berangkat menyaksikannya,” tulis Adam Malik.
Rumusan Pemuda
Sukarni membawa teks Proklamasi rumusan pemuda, yang menyatakan dengan revolusioner: “Bahwa dengan ini rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Segala badan-badan pemerintah yang ada harus direbut oleh rakyat dari orang-orang asing yang masih mempertahankannya.”
Menurut Mohammad Hatta dalam Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945, Sukarni mungkin punya rumusan semacam itu. “Tetapi waktu panitia kecil bersidang, Sukarni tidak banyak bicara dan saya tidak ingat bahwa dia pernah mengemukakan rumusannya itu,” kata Hatta.
Sukarni menitipkan teks Proklamasi rumusan pemuda kepada Subardjo. Dia bersama Sayuti Melik dan B.M. Diah duduk di belakang Sukarno, Hatta, dan Subardjo yang sedang merumuskan naskah Proklamasi di meja bundar ruang makan. Sedangkan tokoh-tokoh lain, baik dari kaum tua anggota PPKI maupun pemuda, menunggu di ruangan tengah dan serambi rumah.
“Sukarni kelihatannya gelisah resah; dia keluar masuk ruangan seperti ada sesuatu yang dipikirkan,” kata Subardjo dalam Lahirnya Republik Indonesia.
Baca juga: Begini Naskah Proklamasi Dirumuskan
Akhirnya, konsep naskah Proklamasi berhasil disusun dengan ditulis tangan oleh Sukarno, sebagai berikut:
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-2 yang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara saksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, 17-8-05
Wakil-2 bangsa Indonesia
Baca juga: Sayuti Melik Mengubah Beberapa Kata dalam Naskah Proklamasi
Sukarno kemudian meminta Sayuti Melik untuk mengetik konsep naskah Proklamasi tersebut. Sayuti Melik, ditemani B.M. Diah, mengetiknya di ruangan bawah tangga dekat dapur.
Sayuti Melik mengetik naskah Proklamasi dengan perubahan: “tempoh” menjadi “tempo”; kalimat “wakil-wakil bangsa Indonesia” diganti “Atas nama Bangsa Indonesia” dengan menambahkan nama “Soekarno-Hatta”; serta “Djakarta, 17-8-05” menjadi “Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05. Angka tahun ’05 adalah singkatan dari 2605 tahun showa Jepang, yang sama dengan tahun 1945 masehi.
Jadi, naskah Proklamasi yang diketik Sayuti Melik sebagai berikut:
PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-2 yang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara saksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17, boelan 8 tahoen 05
Atas nama Bangsa Indonesia
Soekarno-Hatta
Baca juga: D.N. Aidit di Sekitar Proklamasi Kemerdekaan
Sukarno kemudian membacakan teks Proklamasi ketikan Sayuti Melik tersebut dengan pelan-pelan agar semua yang hadir dapat menangkap kata demi kata.
Sukarni menilai teks Proklamasi tersebut “terlepas dari semangat revolusioner, lemah, dan tidak percaya diri sendiri. Rancangan tersebut tidak mencerminkan tekad untuk melepaskan diri dari penguasaan Jepang. Tekad kita untuk memproklamasikan kemerdekaan tidak tergantung pada persetujuan dari Jepang. Proklamasi ini adalah kehendak kita sendiri, kehendak rakyat, dan kita akan melaksanakannya walau halangan apapun.”
Oleh karena itu, Sukarni tidak setuju dengan kalimat kedua karena tidak percaya bahwa Jepang akan menyerahkan kekuasaan dengan cara sukarela. "Kita harus merenggutnya dari tangan mereka,” kata Sukarni.
Sukarni ingin kalimat kedua berbunyi seperti rumusan pemuda: “Segala badan-badan pemerintah yang ada harus direbut oleh rakyat dari orang-orang asing yang masih mempertahankannya.”
Beberapa pemuda mendukung Sukarni. Tetapi para anggota PPKI menentang perubahan. Keputusannya tetap pada naskah Proklamasi yang diketik Sayuti Melik tersebut. Sukarno kemudian menanyakan siapa yang akan menandatangani naskah Proklamasi?
Penandatangan Proklamasi
Sukarni yang berdiri di samping Subardjo berbisik, “Bung, apakah secarik kertas dari kawan-kawan di Jalan Bogor Lama tadi, telah disampaikan kepada Bung Karno?”
“Saya betul-betul terkejut diingatkan akan janji saya itu," kata Subardjo. "Oh, maaf Karni, saya benar-benar lupa, tetapi baiklah bersabar sebentar…”
Sebelum Subardjo sempat menyampaikan secarik kertas itu, Sukarno mengajukan saran bahwa naskah Proklamasi ditandatangani oleh “wakil-wakil rakyat Indonesia” yaitu anggota PPKI dan wakil pemuda. Bung Hatta juga mengusulkan naskah Proklamasi ditandatangani oleh semua yang hadir seperti naskah Proklamasi kemerdekaan Amerika Serikat, Declaration of Independence.
Baca juga: Mencari Mikrofon Proklamasi
Namun, Sukarni menolak usul itu. Dia mengusulkan agar naskah Proklamasi ditandatangani oleh Sukarno dan Hatta atas nama rakyat Indonesia. Usul Sukarni ini diterima.
Setelah semua setuju naskah Proklamasi otentik yang diketik Sayuti Melik ditandatangani oleh Sukarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia, persoalan berikutnya di mana Proklamasi dibacakan?
Sukarni memberitahukan bahwa rakyat di sekitar kota Jakarta telah diserukan untuk berbondong-bondong ke Lapangan Ikada (kini kawasan Monas) pada 17 Agustus 1945 untuk mendengarkan Proklamasi kemerdekaan.
Baca juga: Perempuan yang Hadir dalam Proklamasi Kemerdekaan
Sukarno tidak setuju pembacaan Proklamasi di Lapangan Ikada. Menurutnya, rapat umum di Lapangan Ikada tanpa diatur sebelumnya dengan penguasa militer Jepang mungkin akan menimbulkan salah paham dan bentrokan antara rakyat dan militer yang akan membubarkan rapat umum tersebut mungkin terjadi.
Sukarno menawarkan pekarangan rumahnya di Pegangsaan Timur 56 yang cukup luas untuk menampung ratusan orang. “Karena itu saya minta semua saudara sekalian untuk hadir di Pegangsaan Timur 56, sekitar pukul 10.00 pagi,” kata Sukarno.