CALON presiden Joko Widodo mengunjungi Rumah Sejarah Rengasdengklok di Kampung Kali Jaya (dulu Kalimati) RT 001/09 Desa Rengasdengklok Kecamatan Rengasdengklok, Kabupaten Karawang, pada tengah malam, 16 Juni 2014. Di tengah para pendukungnya, Jokowi membacakan piagam yang antara lain berisi: "Indonesia harus benar-benar merdeka. Tugas pemimpin adalah memerdekakan rakyat mereka."
Rumah itu dianggap sebagai saksi sejarah perjalanan kemerdekaan Indonesia. Sehari sebelum proklamasi kemerdekaan, para pemuda "menculik" Sukarno-Hatta serta Fatmawati dan Guntur yang masih bayi, dan menempatkannya di rumah milik seorang tuan tanah Djiau Kie Siong.
Baca juga: Maeda Pasang Badan Demi Kemerdekaan Indonesia
Menurut Her Suganda dalam Rengasdengklok: Revolusi dan Peristiwa 16 Agustus 1945, lokasi rumah Djiau Kie Siong berada di sisi tanggul Sungai Citarum. Saat itu, banjir sering melanda daerah bagian utara Karawang, terutama pada musim hujan. Aliran sungai yang tak terkendali mengakibatkan beberapa bagian wilayahnya tergerus erosi.
"Karena khawatir rumahnya tergerus Sungai Citarum, pada tahun 1957 Djiau Kie Siong memindahkan bangunan rumahnya ke lokasi lebih aman. Sementara lokasi rumahnya yang lama, kini sudah berada di tengah aliran sungai Citarum," tulis Her Suganda.
Kendati telah pindah, rumah Djiau Kie Siong dianggap sebagai rumah bersejarah tempat Sukarno-Hatta ketika diculik para pemuda.
Menurut Mohammad Hatta dalam Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945, pada tamasya sejarah ke Rengasdengklok yang diadakan Partai Komunis Indonesia dan Partai Murba setelah 17 Agustus (?), diperingati dengan khidmat suatu "peristiwa yang tidak pernah terjadi," tulis Hatta. "Digembar-gemborkan bahwa pada 16 Agustus 1945 atas dorongan pemuda diadakan di sana rapat antara Sukarno-Hatta dan pemimpin-pemimpin pemuda, yang menelorkan konsep Proklamasi Kemerdekaan."
Menurut Hatta, golongan pemuda dalam Angkatan Pemuda Indonesia di bawah Sukarni dan Chairul Saleh menginginkan agar proklamasi Indonesia dilakukan "secara revolusioner", lepas dari segala yang berbau buatan Jepang. Bukan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), tetapi Sukarno sendiri sebagai pemimpin rakyat. Karena itulah, mereka menculik Sukarno-Hatta. Namun, Sukarno-Hatta bersikeras bahwa proklamasi kemerdekaan harus melalui PPKI.
Lebih lanjut Hatta bercerita, pada tamasya itu diputuskan bahwa meja yang dipergunakan untuk "konferensi yang tidak ada itu" akan disimpan sebagai kenang-kenangan dalam museum sejarah di Yogyakarta atau Jakarta. Menurut Hatta, menyebut meja beserta satu set piring mangkok itu digunakan Bung Karno untuk makan hanyalah fantasi.
"Waktu kami diculik oleh pemuda ke Rengasdengklok, rumah tuan tanah orang Tionghoa itu dikosongkan untuk kami dan yang empunya disuruh pindah ke tempat lain. Di mana dia tahu bahwa satu stel piring pinggan yang ditunjukannya itulah yang dipergunakan oleh Bung Karno?"
Baca juga:
Proklamasi Kemerdekaan sampai di Banten
Kondisi Kesehatan Jakarta di Awal Kemerdekaan
Kendati demikian, seperangkat meja dan kursi dari rumah Djiau Kie Siong kini tersimpan di Museum Mandala Wangsit Siliwangi, Bandung.