Masuk Daftar
My Getplus

Seseorang dari Simpang Kiri Jalan

Namanya hampir saja hilang ditelan zaman. Sedikit saja yang masih mengenangnya.

Oleh: Bonnie Triyana | 15 Apr 2013
Peringatan wafatnya Henk Sneevliet di pekuburan umum Driehuis, Belanda, 14 April 2013. Foto: Bonnie Triyana.

BERSAMAAN dengan 12 kali dentang lonceng, para peziarah menundukkan kepala selama dua menit. Mengheningkan cipta dan berdoa untuk Henk Sneevliet dan tujuh aktivis antifasis lainnya yang dimakamkan bersama di pekuburan umum Driehuis, Belanda.

Henk Sneevliet seorang tokoh sosialis yang tidak begitu dikenal di Belanda namun punya banyak peran di Indonesia dan Tiongkok. Demikian dikatakan oleh sejarawan Harry Poeze di sela-sela acara peringatan wafatnya Sneevliet di Driehuis, Belanda, kemarin (14/4). “Di Indonesia Sneevliet berperan mendirikan VSTP (Vereeniging Spoor en Tramweg Personel, Perhimpunan Buruh Keretaapi dan Trem, Red.) dan ISDV (Indische Sociaal Democratische Vereeniging, Perhimpunan Sosial Demokratis Hindia, cikal bakal PKI, Red),” kata Harry Poeze, penulis serial buku tentang Tan Malaka itu.

Henk Sneevliet berada di Indonesia pada 1913–1918. Dia datang dari Belanda pertama kali untuk bekerja sebagai wartawan di Surabaya. Sneevliet kemudian terlibat aktif mendirikan serikat buruh dan banyak berhubungan dengan tokoh pergerakan pribumi, antara lain Semaun. Dia dan Semaun bekerja pada penerbitan yang sama, Het Vrije Woord.

Advertising
Advertising

Acara rutin tahunan itu diselenggarakan oleh Henk Sneevliet Herdenkingscomite (Komite Peringatan Henk Sneevliet) sejak 1954. Dick de Winter, ketua komite, mengatakan peringatan tahunan tersebut dimaksudkan untuk tetap mengenang Sneevliet sebagai tokoh sosialis dan anti fasis yang berjasa menggalang solidaritas melawan penjajahan.

“Sneevliet seseorang yang sangat internasionalis. Selain di Indonesia, dia juga berperan di dalam proses pembentukan partai komunis Tiongkok,” ujar Dick.

Dalam satu cungkup yang sama dengan makam Henk Sneevliet juga dikuburkan abu jenazah tujuh pejuang anti fasis Nazi-Jerman lainnya. Sneevliet dan ketujuh pejuang tersebut dieksekusi tentara Nazi pada 13 April 1942 di Leusderheide, Belanda.

Di antara puluhan peziarah, turut pula hadir keluarga Henk Sneevliet, sanak, kerabat, keluarga kawan seperjuangan Henk Sneevliet semasa hidup dan beberapa mahasiswa asal Indonesia. Ellen Santen, cucu Sneevliet mengenang kakeknya sebagai seorang pemberani dan penggalang solidaritas yang ulung. “Warisan dia untuk kami yang masih hidup adalah sikap solidaritas. Dia seorang yang sangat pemberani dan seorang yang sangat internasional,” ujar Ellen.

Ellen adalah anak pertama dari Bep Santen–Blaauw, anak tiri Sneevliet dari pernikahannya dengan Mien Draaijer. Bep kemudian menikahi Sal Santen, seorang aktivis sosialis sekaligus pengagum Sneevliet. Sal banyak menulis buku, beberapa di antaranya mengenai Henk Sneevliet.

Sneevliet dan Mien ditangkap Nazi pada April 1942 setelah beberapa waktu lamanya menjadi buruan Nazi. Semasa Belanda diduduki Jerman, baik Sneevliet dan Mien turut berjuang di bawah tanah. Mereka menyebarkan pamflet dan menggalang kekuatan untuk melawan pendudukan Nazi. Setelah ditangkap mereka berdua diadili. Sneevliet dijatuhi hukuman mati sementara Mien dikirim ke kamp di Rappenburg di mana dia melewati masa penahanan selama tiga tahun. Mien wafat pada 20 Agustus 1965.

“Pengalaman dan cerita tentang mereka sangat menyentuh dan menggerakan hati kami,” kata Ellen sembari menunjukkan makam Mien Draaijer, neneknya, yang pada nisannya tertulis kalimat “Daper zijn omdat het goed is” atau “Berani karena benar”.  Menurut Ellen kalimat tersebut sering diucapkan oleh Sneevliet semasa hidupnya. “Ya, dia memang seorang pemberani,” katanya lagi sambil berlalu meninggalkan komplek pemakaman di Driehuis itu.

Laporan Bonnie Triyana dari Belanda.

TAG

ARTIKEL TERKAIT

Raden Saleh Meninggal Dunia Asal-Usul Jeriken Nafsu Berahi Merongrong Kamerad Stalin (Bagian II – Habis) Azab Raja Cabul di Tanah Bugis Sentot Alibasah Prawirodirjo, Putera, Hansip Sebelum Telepon Jadi Pintar Empat Hal Tentang Sepakbola Andi Azis, Tambora, dan Hutan Nasib Pelukis Kesayangan Sukarno Setelah 1965 Meneer Belanda Pengawal Mistar Indonesia