Masuk Daftar
My Getplus

Riwayat Partai Ummat

Empat partai ummat ikut Pemilu di awal Reformasi. Tak mampu merebut suara umat sehingga riwayatnya tamat.

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 03 Okt 2020
Amien Rais mengumumkan Mukaddimah Partai Ummat pada 1 Oktober 2020 melalui akun resminya di Youtube.

Amien Rais, salah satu pendiri dan mantan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), mendirikan partai baru bernama Partai Ummat pada 1 Oktober 2020. Partai ini bertekad akan melawan kezaliman dan menegakkan keadilan. Sebelum itu, untuk dapat mengikuti Pemilu yang akan datang tahun 2024, Partai Ummat harus melalui verifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum.

Partai Ummat menjadi partai baru kedua setelah Partai Gelombang Rakyat Indonesia yang dideklarasikan pada 28 Oktober 2019. Partai Gelora Indonesia ini telah disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM pada 2 Juni 2020.

Dalam sejarah, partai-partai Islam bermunculan pada Pemilu pertama tahun 1955. Namun, pada masa Orde Baru, partai-partai Islam dipaksa berfusi menjadi PPP (Partai Persatuan Pembangunan), sedangkan partai-partai nasionalis menjadi PDI (Partai Demokrasi Indonesia). Sehingga, dari Pemilu 1977 hingga Pemilu 1997 hanya diikuti oleh tiga partai politik: PPP, Golkar, dan PDI. Hasilnya, partai penguasa, Golkar, selalu keluar sebagai pemenang.

Advertising
Advertising

Baca juga: Mengapa NU Keluar dari Masyumi?

Setelah tiga dekade berkuasa, Orde Baru runtuh oleh gerakan Reformasi. Keran demokrasi kembali terbuka, termasuk kebebasan dalam mendirikan partai politik. Alhasil, Pemilu pertama di era Reformasi pada 1999 diikuti oleh 48 partai politik.

Menurut Syamsuddin Haris, profesor riset bidang politik LIPI, dalam Partai, Pemilu, dan Parlemen Era Reformasi, sejak momentum Reformasi 1998, bermunculan begitu banyak partai Islam dan partai berbasis Islam. Partai Islam didefinisikan sebagai partai-partai yang secara eksplisit menyebut diri sebagai partai Islam, menggunakan asas atau ideologi serta simbol Islam. Pada Pemilu 1999, misalnya, tidak kurang dari 17 partai Islam dan dua partai berbasis massa Islam ikut meramaikan Pemilu.

Namun, dari 17 partai Islam peserta Pemilu 1999, hanya delapan partai yang memperoleh kursi di DPR, dan dari delapan partai tersebut hanya PPP yang mampu masuk lima besar dengan perolehan suara 10,71 persen atau menguasai sekitar 60 persen suara dari total suara yang diperoleh 17 partai Islam (17,7 persen).

Baca juga: NU dalam Pemilu Pertama Orde Baru

Dari 17 partai Islam itu, empat di antaranya membawa nama “ummat”, yaitu Partai Ummat Islam, Partai Kebangkitan Ummat, Partai Nahdlatul Ummat, dan Partai Ummat Muslimin Indonesia.

Partai ummat pertama adalah Partai Ummat Islam yang dipimpin oleh Prof. Dr. Deliar Noer, seorang intelektual dan politikus. Sebelumnya, pada 1967, dia bersama mantan Wakil Presiden Mohammad Hatta mendirikan Partai Demokrasi Islam Indonesia (PDII), namun tidak diizinkan oleh penguasa Orde Baru. Padahal, persiapan pembukaan cabang PDII sudah dilakukan di Sumatra Utara, Sumatra Barat, Palembang, Sulawesi Selatan, dan di kota-kota di Jawa.

Dalam Pemilu 1999, Partai Ummat Islam gagal meraih kursi di DPR karena hanya memperoleh suara 269.309 (0,25 persen).

Baca juga: Partai Islam ala Bung Hatta

Partai ummat kedua adalah Partai Kebangkitan Ummat (PKU) yang dipimpin oleh KH. Yusuf Hasyim, anak KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama. Dalam seasite.niu.edu disebut PKU didirikan sebagai wadah penerus perjuangan jam’iyah NU di jalur politik karena perbedaan visi sebagian tokoh NU dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) bentukan Pengurus Besar NU (PBNU).

Di Pemilu 1999, sebagian besar orang NU memilih PKB, sehingga PKU hanya mengumpulkan suara 300.064 (0,28 persen) dan mendapat satu kursi di DPR. Partai ini pun gagal tampil di pemilu berikutnya. Sedangkan PKB menempati posisi ketiga dan terus bertahan di pemilu-pemilu berikutnya.

Partai ummat ketiga yang juga berbasis massa NU adalah Partai Nahdlatul Ummat (PNU) yang dipimpin oleh KH. Syukron Ma’mun. Partai ini berhasil meraih suara 679.179 (0,64 persen) dan mendapat lima kursi di DPR. Dengan berganti nama menjadi Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia, partai ini gagal merebut kursi DPR di Pemilu tahun 2004 dan 2009.

Baca juga: Tafsiran dan Ejekan Lambang Partai

Partai ummat terakhir adalah Partai Ummat Muslimin Indonesia (PUMI) yang dipimpin H. Anwar Junus. Perolehan suara PUMI di Pemilu 1999 sangat kecil, hanya 49.839 (0,05 persen). Oleh karena itu, pada 2002, partai ini berfusi dengan beberapa partai Islam membentuk Partai Bintang Reformasi (PBR) dengan Ketua Umum Bursah Zarnubi.

Pada Pemilu 2004, PBR meraih suara 2.764.998 (2,44 persen) dan 14 kursi DPR. Namun, pada Pemilu 2009, perolehan suara PBR menurun bahkan tidak mendapatkan kursi DPR. Akhirnya, pada 2011, PBR memutuskan untuk bergabung dengan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang didirikan oleh Prabowo Subianto.

Bagaimana dengan Partai Ummat yang didirikan Amien Rais? Akankah partai ini menggerus suara PAN dan melampaui partai-partai ummat yang lalu? Tergantung minat umat.

TAG

partai politik

ARTIKEL TERKAIT

Serangkaian Harapan dari Mahkamah Rakyat Mahkamah Rakyat sebagai Gerakan Moral Mencari Keadilan Permina di Tangan Ibnu Sutowo Selintas Hubungan Iran dan Israel Eks Pemilih PKI Pilih Golkar Rencana Menghabisi Sukarno di Berastagi Kematian-kematian Sekitar Pemilu 1971 Melawan Sumber Bermasalah Pangeran Bernhard, dari Partai Nazi hingga Panglima Belanda Kibuli Raden Paku