ROGER Waters, pendiri sekaligus pembetot bass Pink Floyd, sial. Sikap politiknya yang mendukung kemerdekaan Palestina membuatnya diboikot. Sejumlah konsernya yang akan dihelat di Argentina, Uruguay, Chile dan lain-lain pun hampir pasti batal kendati tiket sudah terjual habis. Boikot itu, menurutnya, tak lepas dari lobi yang dilakukan pihak Israel.
“Mereka baru saja mencoba membatalkan pertunjukan saya... di sini di Santiago, Chile, di mana saya tahu saya sangat populer, bukan hanya karena tiket konser saya suha terjual habis,” ujarnya, dikutip cnnindonesia.com, 6 Desember 2023.
Roger konsisten dengan sikap anti-penjajahannya. Tak hanya anti dengan kehadiran tentara pendudukan Israel di permukiman orang-orang Palestina, Roger juga risih dengan tembok pemisah antara orang Israel-orang Palestina yang dibangun pemerintah zionis Israel. Roger pernah menyerukan Israel untuk meruntuhkan tembok pemisah di Tepi Barat yang terbuat dari beton itu.
Baca juga: Vanessa Redgrave, Aktris Peraih Oscar yang Membela Palestina
Bicara soal tembok, Roger pernah membuat album The Wall, salah satu album fenomenal Pink Floyd selain The Dark Side of the Moon. Dalam sebuah konsernya, terdapat orang yang pelan-pelan membuat tembok antara panggung dengan penonton. Seolah menggambarkan betapa buruknya tembok yang memisahkan itu. Sikap Roger itu tak hanya ditujukan kepada soal Palestina-Israel. Dia juga tidak diam dengan rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang pada 2017 ingin membuat tembok besar di perbatasan AS-Meksiko.
Dalam The Wall, terdapat lagu “Another Brick on The Wall” yang mengkritik sistem pendidikan. Pink Floyd menggambarkan anak didik telah diposisikan sebagai robot yang harus mengikuti otoritarianisme orang-orang dewasa.
Roger, yang lahir 5 September 1943, bukanlah aktivis kemarin sore. Dia tak menjadi aktivis ketika sudah tenar bersama Pink Floyd. Jauh sebelum Pink Floyd berpengaruh dalam musik rock dunia, terutama dalam genre Psychedelic Rock dan Progressive Rock, Roger sudah jadi aktivis saat masih 15 tahun.
“Roger menjadi ketua remaja dari CND di Cambridge, dan dia serta Judy (pacarnya) ambil bagian dalam pawai anggota CND dari Aldermaston ke London,” aku Nick Mason dalam Inside Out: A Personal History of Pink Floyd.
Baca juga: Yang Terpendam dalam Lagu "Atouna el Toufoule"
Nick adalah penggebuk drum dan perkusi Pink Floyd dan kawan lama Roger dalam aksi-aksi demo CND.
CND –yang berdiri pada 1958– adalah Campaign for Nuclear Disarmament atau kampanye anti nuklir yang menuntut penghapusan senjata muklir. Perlombaan nuklir adalah bagian dari Perang Dingin antara Blok Barat yang kapitalis dan Blok Timur yang komunis.
“Secara politik, kami berasal dari latar belakang yang serupa,” ucap Nick Mason. “Ayahku anggota partai komunis yang melawan fasisme.”
Eric Fletcher Waters, ayah kandung Roger, juga seperti ayah Nick. Eric bahkan mati muda kala bertempur melawan kaum fasis di Anzio, Italia selatan, pada 18 Februari 1944, sebagai Letnan Dua dari Batalyon ke-8 Royal Fuselier (Resimen London) Ketentaran Inggris.
Untuk menghormati Eric, Roger menulis lagu “The Fletcher Memorial Home” dalam Final Cut (1983). Roger sendiri seperti Eric, ayahnya yang hanya dia temui ketika dirinya masih bayi. Roger punya jalannya sendiri, tak perlu menjadi partai komunis lagi. Partai komunis di Inggris punah karena kelas menengah terbentuk, sementara di Indonesia partai komunis habis karena dibasmi.
Baca juga: Simbol Perjuangan Rakyat Palestina
Nick dan Roger setelah kuliah bermain band. Keduanya kemudian bertemu dan bekerjasama dengan orang-orang penting dalam sejarah Pink Floyd seperti Richard Wright, Bob Kloose, Keith Roger Barret, dan akhirnya David Gilmour. Setelah 1967, mereka mulai dikenal dalam panggung rock Inggris. Setelah album The Dark Side of the Moon, Pink Floyd makin berkibar lagi dan tentu saja para personelnya semakin tajir. Termasuk Roger.
Semakin tajir dan sohor, Roger tentu lebih punya daya sebagai aktivis. Di usianya yang semakin tua dia berani berbeda dari kebanyakan orang di Eropa dan Inggris. Dia juga berani berbeda dengan kebanyakan negara Uni Eropa dan negaranya sendiri. Ketika pihak-pihak yang mapan memilih diam dengan sikap Israel ke Palestina, Roger termasuk yang bersuara.
Pada 2012, setelah Gaza diserang militer Israel, Roger menyanyikan lagu “We Shall Overcome” milik Joan Baez sebagai bentuk simpatinya kepada orang-orang Palestina. Dalam akun Twitter pribadinya, dia pernah menulis: “To the brave Palestinians in Gaza marching for freedom, WE ARE WITH YOU!!”*