Masuk Daftar
My Getplus

Membunuh Planet Pluto

Selama puluhan tahun, Pluto dikategorikan sebagai planet oleh para astronom, sebelum statusnya diturunkan sebagai planet kerdil. Masyarakat protes.

Oleh: Rahadian Rundjan | 22 Feb 2014
Clyde William Tombaugh, penemu planet Pluto.

MALAM, 18 Februari 1930. Langit di atas Observatorium Lowell, Flagstaff, Arizona, Amerika Serikat, cukup cerah untuk melakukan pengamatan astronomi. 

Di dalam observatorium Clyde William Tombaugh, seorang pemuda dari Kansas berusia 23 tahun yang direkrut Observatorium Lowell karena karya-karya gambar astronominya, sedang mengamati langit. Dia mencari apa yang oleh para astronom saat itu sebut dengan Planet X, sebuah planet lain di belakang Neptunus.

Pencarian Planet X sudah dimulai Percival Lowell, pendiri Observatorium Lowell, sejak 1905. Namun pencariannya tidak membuahkan hasil, sampai kematiannya pada 1916. Berbekal hasil penelitian Lowell inilah Tombaugh melakukan penelitian intensif untuk menemukan Planet X. Dan malam itu dia berhasil. Dia menemukan sebuah benda langit menyerupai planet. Penemuan Tombaugh kemudian dipublikasikan.

Advertising
Advertising

“Observatorium Lowell mempublikasikan penemuan Tombaugh kepada dunia pada 13 Maret, tanggal yang secara hati-hati dipilih karena bertepatan dengan 75 tahun kelahiran Percival Lowell dan perayaan 149 tahun penemuan Uranus,” tulis David Andrew Weintraub dalam Is Pluto a Planet? A Historical Journey Through the Solar System.

Saat itu planet yang baru ditemukan belum bernama. Ribuan saran masuk ke Observatorium Lowell, yang kemudian mengerucutkan tiga nama yang dianggap terbaik: Minerva, Cronus, dan Pluto. Setelah diadakan pemilihan suara, Observatorium Lowell akhirnya memutuskan untuk menamakan Planet X ini Pluto. Sejak itu, Pluto menjadi planet kesembilan yang diketahui manusia.

Nama Pluto bukan dicetuskan astronom atau ilmuwan, tapi gadis berumur sebelas tahun dari Oxford, Inggris, bernama Venetia Burney. Dia terinspirasi berkat hobinya mempelajari mitologi klasik. Dalam mitologi Romawi, Pluto adalah nama dewa yang menguasai dunia kematian, seperti Hades dalam mitologi Yunani.

“Dalam opini Burney, dunia kekuasaan Pluto yang ‘suram dan misterius’ cocok dengan keadaan Planet X itu,” tulis Laurence A. Marschall dan Stephen P. Maran dalam Pluto Confidential: An Insider Account of the Ongoing Battles over the Status Pluto. Kesan angker nama Pluto menguap begitu saja di mata masyarakat. Mayoritas justru menyukainya.

Buku-buku pelajaran dan ensiklopedia ilmu pengetahuan diperbarui untuk mencantumkan Pluto sebagai planet terbaru. Pluto juga mendapat tempat tersendiri di hati anak-anak, terutama karena ia dianggap sebagai planet paling bungsu dan ukurannya kecil.

Walt Disney membuatnya kian populer setelah memberi nama salah satu tokoh kartunnya Pluto, anjing peliharaan Mickey Mouse. “Menurut Studio Walt Disney tidak ada dokumen resmi yang menyatakan bahwa tokoh anjing ini dinamakan sama dengan planet, tapi tak dapat diragukan bahwa film-film Disney dan komik-komiknya membantu membuat Pluto menjadi planet favorit anak-anak,” tulis Govert Schilling dalam The Hunt for Planet X: New Worlds and the Fate of Pluto.

Baca juga: Planet Baru di Luar Galaksi

 

Namun euforia penemuan Pluto juga diikuti dengan sikap skeptis beberapa astronom, yang menyangsikan Pluto temuan Tombaugh adalah Planet X yang dimaksud Lowell. Status Pluto sebagai sebuah planet pun makin dipertanyakan pada medio 2000-an.

Pada 24 Agustus 2006, Himpunan Astronomi Internasional mengeluarkan definisi terbaru tentang planet. Sebuah benda langit dapat dikatakan sebagai sebuah planet apabila memenuhi tiga syarat: mengorbit matahari, berukuran besar sehingga mampu mempertahankan bentuk bulat, dan memiliki jalur orbit yang bersih atau tak ada benda langit lain di orbit tersebut. Pluto gagal memenuhi syarat ketiga; orbit Pluto kadang memotong orbit Neptunus.

Pluto akhirnya dikategorikan hanya sebagai “planet katai” atau planet kerdil. Statusnya sebagai planet kesembilan dicabut. Buku-buku pelajaran di seluruh dunia pun mesti direvisi. Namun muncul protes dari masyarakat, terutama di Amerika Serikat. Pluto adalah satu-satunya planet yang ditemukan di Amerika, dan pencabutan statusnya dianggap melukai harga diri mereka. Bahkan, “seorang asisten profesor bidang fisika dan ilmu tata surya di disoraki 300 mahasiswanya ketika dia mengabarkan hal ini, ‘Aku memberitahu kelasku bahwa Pluto bukanlah sebuah planet lagi’,” tulis Marschall dan Maran.

Neil deGrasse Tyson, salah satu astronom kenamaan yang berperan besar dalam mengubah status Pluto, pun mendapat surat kaleng dari seorang anak sekolah karena dianggap “membunuh Pluto.”

Sampai saat ini, para astronom masih belum tahu banyak tentang permukaan Pluto, kecuali suhunya yang sangat dingin karena terletak amat jauh dari matahari. Pada 2015, wahana New Horizons yang diluncurkan pada 2006 akan tiba di dekat Pluto untuk mengambil gambar. Sampai saat itu tiba, Pluto tetap menjadi misteri sains. Namun, bagi mayoritas masyarakat yang terlanjur menyukai, Pluto telah menjadi ikon kultural, apapun statusnya.

TAG

1930 planet-pluto planet astronomi

ARTIKEL TERKAIT

Kisah Sukarno dan Planetarium Mitos dan Tetenger Wabah Penyakit Ilmu Eksak Tertua Menggali Ilmu Perbintangan dari Nenek Moyang Menggali Ilmu di Langit Status Cagar Budaya untuk Planetarium dan Observatorium Jakarta Menggali Budaya Astronomi Nusantara Setengah Abad Planetarium dan Observatorium Jakarta Serba Serbi Gerhana Matahari di Padang 1901 Problematika Hak Veto PBB dan Kritik Bung Karno