Senin, 8 November 2021, dengan mengenakan batik bercorak warna kuning, Priyambudi Sulistyanto, dosen senior pada Indonesian Studies di Universitas Flinders, Adelaide, Australia, memoderatori peluncuran digitalisasi koleksi Anton Lucas, seorang sejarawan dan Indonesianis yang dikenal melalui karya Peristiwa Tiga Daerah, peristiwa revolusi sosial di tiga daerah Pantai Utara Jawa: Brebes, Tegal, Pemalang, pada Agustus–Desember 1945.
Anton Lucas menyerahkan koleksi arsip pribadinya yang berjumlah ratusan dokumen dengan beragam jenis koleksi ke Universitas Flinders pada 2016. Sebagian besar merupakan materi penelitian yang dilakukannya sejak kali pertama ia meneliti sejarah revolusi di Indonesia. Ada ratusan arsip yang kemudian dilakukan kajian, bekerja sama dengan peneliti arsip dan sejarawan dari Historia.
Baca juga: Tantangan Riset Sejarah di Era Milenial
Priyambudi mengatakan, koleksi Anton Lucas, setidaknya memberikan tiga kontribusi penting. Pertama, bagi oral history (sejarah lisan) dan Indonesia pada periode 1945-1949, sebuah periode penting mengenai demokrasi lokal, dan karakter masyarakat dalam mengambil alih pemerintahan lokal. Kedua, bagi jutaan generasi digital, terutama di Indonesia, yang mencari arsip, catatan, dan banyak informasi penting. “Saya tidak tahu, tidak bisa memprediksi, generasi itu melakukan revisi atau melihat bagian penting dalam revolusi Indonesia,” katanya.
Selain itu, Priyambudi mengungkapkan bahwa koleksi digital Anton Lucas ini bermanfaat bagi memikirkan kambali hubungan Indonesia-Australia. Menurutnya, sejak awal revolusi, kalangan intelektual dan masyarakat sipil berkontribusi dalam membangun hubungan Indonesia-Australia, yang kadang memperlihatkan sebagai musuh, kompetitor, dan teman.
Dedikasi Indonesianis
Sejak mengawali karier akademisnya, Anton Lucas memulai dengan tema lokal yang tak banyak dilirik oleh sejarawan ataupun peneliti sosial lainnya. Pada 1970, ia kali pertama pergi ke Indonesia, lebih tepatnya, ke Yogyakarta saat belajar bahasa dan sejarah Indonesia. Dalam studi sejarah itu, ia disarankan oleh sejarawan Universitas Gadjah Madah Sartono Kartodirdjo untuk meneliti revolusi lokal di Pantai Utara Jawa, yang dikenal dengan Peristiwa Tiga Daerah.
Anton Lucas mengungkapkan, tantangan terberat dalam penulisan sejarah lokal, seperti mengungkap Peristiwa Tiga Daerah, adalah dokumen-dokumen yang sulit ditemukan. Hambatan besar penelitiannya, sumber tertulis yang langka dan menemukan sumber pelaku sejarah lokal.
Baca juga: Anton Lucas dan Cerita Kutilnya
Digitalisasi materi penelitian yang telah dikumpulkan dan dikategorikan dalam koleksi-koleksi khusus ini, menurut Anton Lucas, bisa menyelesaikan masalah besar dalam penelitian terkait dokumen sumber-sumber. Ia mengungkapkan digitalitsasi koleksinya menjadi bagian dari dedikasi profesionalnya.
Anton Lucas selama beberapa tahun mengerjakan riset panjang untuk mengungkap Peristiwa Tiga Daerah. Ia pun berhasil menemukan sumber-sumber kunci dan mewawancarai sekitar 324 sumber yang menjadi pelaku sejarah, 40 orang di antaranya ia dokumentasikan dalam wawancara yang terekam dalam kaset.
Ratusan dokumen Anton Lucas yang telah diserahkan ke Universitas Flinders, kemudian dikaji dan diatur ke dalam katalog-katalog arsip khusus. Proses klasifikasi ini melalui kajian Departemen Indonesian Studies, yang mengundang ahli sejarah dan digital arsip dari Historia.id.
Baca juga: Kisah "Robin Hood" dari Pantura
Koleksi Anton Lucas sebagian besar sejarah dan politik Indonesia pada masa pendudukan Jepang dan revolusi Indonesia, yang diklasifikasikan dalam enam katalog koleksi khusus (sub-collection), yaitu Agraria Reform, Democracy in Indonesia, Indonesian National Revolution, Merapi Merbabu Complex, Women in the Revolution, dan Indonesian History.
Dokumen-dokumen itu, yang sebagian besar bahasa Indonesia, merupakan hasil penelitian Anton Lucas sekitar 30 tahun. Selain karya besar Peristiwa Tiga Daerah, dokumen-dokumen lainnya mengenai perampasan tanah kasus Tapos dan Cimacan, perlawanan bawah tanah di daerah masa pendudukan Jepang, dan politik lingkungan di Indonesia.
Bisa Ditiru Indonesianis Lain
Sejarawan dan Pemimpin Redaksi Historia.id, Bonnie Triyana, bersama Kepala Desk Arsip Historia.id, Aryono, yang diminta untuk mengkaji dokumen-dokumen tersebut pada 2019, mengungkapkan bahwa dokumen-dokumen penting dari koleksi Anton Lucas semestinya bisa diakses luas, bukan hanya oleh peneliti-peneliti di Australia, tetapi juga di Indonesia.
Koleksi Anton Lucas yang telah didigitalisasi dan bisa diakses bebas secara online di website perpustakaan Universitas Flinders meliputi sejarah lisan (wawancara dan transkrip), manuskrip dan publikasi, korespondensi, catatan riset, peta, dan foto.
Baca juga: Aryono, Ayutthaya, dan Adelaide: Testimoni untuk Aryono
Bonnie yang menelaah koleksi-koleksi itu sekitar dua minggu, mengungkapkan bahwa dokumen-dokumen yang disimpan oleh Anton Lucas sebagian besar sumber primer, seperti foto, catatan kesaksian, wawancara pelaku sejarah, yang bisa digunakan oleh para peneliti sejarah dan ilmu-ilmu sosial lainnya untuk mengenali pola-pola masyarakat ketika revolusi terjadi.
“Arsip Anton Lucas menjadi satu celah untuk membawa para peneliti mengenali apa yang terjadi pada masa lalu,” kata Bonnie, dalam wawancara pada Senin (8/11/2021).
Menurut Bonnie, Anton Lucas mengumpulkan arsip-arsip itu, misalnya untuk penulisan disertasinya tentang Peristiwa Tiga Daerah, bukan berarti peneliti lain tidak bisa menggunakan arsip dan dokumen yang sama untuk penelitian lain. Maka, dokumen-dokumen itu harus ditelaah dan dibuka agar bisa diakses luas oleh peneliti lain.
Baca juga: Koleksi Anton Lucas: Piringan Hitam Cenderamata Lekra
Bonnie mengatakan, hal yang dilakukan sejarawan dan Indonesianis seperti Anton Lucas merupakan salah satu contoh terbaik: membuka bahan-bahan penelitian yang dikumpulkan, sebagian besar bahan primer, melalui digitalisasi sehingga dapat diakses oleh kalangan umum.
“Ini penting supaya orang bisa mengakses hasil kerja dan mengembangkannya lagi. Karena pembacaan buku dari pengolahan arsip-arsip ini, tentu ada impresi lain kalau kita membaca langsung arsip-arsip itu,” katanya.
Bonnie mengharapkan, apa yang dilakukan Anton Lucas ini bisa ditiru oleh Indonesianis lain, yang sudah mendapatkan banyak penelitian, meskipun tak semua rajin mengumpulkan bahan-bahan itu.