Masuk Daftar
My Getplus

Ideologi Juche Korea Utara

Kim Il-sung merumuskan konsep Juche sebagai ideologi Korea Utara. Diumumkan secara internasional di Akademi Ilmu Sosial Aliarcham, Jakarta.

Oleh: Andri Setiawan | 03 Mei 2020
Menara Juche di Pyongyang. (uritours.com).

Jika Sukarno menggagas Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia, sahabatnya, Kim Il-sung juga merumuskan sendiri ideologi Korea Utara yang bernama Juche. Dan pada 1965, Juche diumumkan secara internasional di Akademi Ilmu Sosial Aliarcham, Jakarta.

Juche atau chuch’e (bisa diartikan sebagai berdikari) merupakan ideologi resmi Korea Utara. Menjadi pandangan hidup orang Korea Utara serta digunakan sebagai identitas politik negeri itu. Gagasan politik Juche secara bertahap memasukan empat konsep yakni chuch’e, chaju, charip, dan chawi. Keempat konsep tersebut dikembangkan sejak 1950 hingga 1960-an.

Konsep “chuch’e dalam pemikiran” muncul pertama kali pada Desember 1955 dalam pidato Kim Il-sung tentang “Menghilangkan dogmatisme dan formalisme dan membangun juche [chuch’e] dalam kerja ideologis”. Ia menyebutkan istilah chuch’e untuk pertama kalinya dan menunjukan perlawanannya pada kebijakan Soviet yang dipimpin Nikita Khrushchev.

Advertising
Advertising

“Ia menggunakan chuch’e sebagai konsep untuk melawan hegemoni Soviet. Dengan kata lain, benih ide chuch’e ditanam selama perpecahan Soviet-Korea Utara,” sebut Jae-Cheon Lim dalam Kim Jong Il’s Leadership of North Korea.

Baca juga: Tiga Generasi Dinasti Kim

Konsep chuch’e digunakan untuk menghilangkan budaya Soviet yang membanjiri Korea Utara sejak 1945. Juga diharapkan dapat membangkitkan kesadaran identitas nasional Korea Utara. Kim Il-sung juga memanfaatkan gagasan chuch’e untuk membersihkan lawan-lawan politiknya yang ia cap dogmatis atau kutu busuk.

Pada 1956, pemerintah Korea Utara mengangkat slogan “Mari wujudkan Chuch’e!”. Rakyat Korea Utara didorong untuk tidak bergantung pada pengalaman revolusi negara lain tetapi atas dasar sejarah revolusioner Korea Utara sendiri, prinsip-prinsip Marxisme-Leninisme, dan kebijakan partai yang dikembangkan secara kreatif.

“Substansi utama ‘chuch’e dalam pemikiran’ pada saat itu adalah untuk merebut kembali Korea dan menerapkan prinsip-prinsip Marxisme-Leninisme ke realitas Korea dengan cara yang kreatif,” tulis Lim.

Baca juga: Kisah Dewa dari Korea Utara

Konsep chaju (penentuan nasib sendiri) muncul berikutnya. Konsep ini terkait dengan urusan luar negeri Korea Utara. Kim mulai menggunakan chaju dalam hubungan diplomatik setelah menghadiri peringatan 40 tahun revolusi Soviet pada Desember 1957. Prinsip-prinsipnya antara lain kesetaraan, penghormatan terhadap integritas wilayah, kemerdekaan nasional, dan non-intervensi.

Kemudian dalam pidato peringatan ulang tahun ke-15 Tentara Rakyat Korea pada 1963, Kim Il-sung secara khusus berbicara tentang chaju. Ia mengatakan bahwa tanpa chaju, seorang politisi tidak dapat bekerja untuk rakyat, melainkan hanya menjilat orang lain dan menjadi tangan negara-negara besar serta menjadi konspirator dengan menjual negaranya.

Elemen ketiga yakni charip (kemandirian) dalam ekonomi. Konsep ini berkaitan dengan strategi yang memprioritaskan industri militer. Menurut Kim, intervensi Krushchev dalam perekonomian Korea Utara telah mendorong perlunya charip ekonomi.

Baca juga: Supeni, Kim Il-sung, dan Ganefo

Sebelumnya, pada Konferensi Partai Pertama 1958, Kim telah menyinggung bahwa charip ekonomi bertujuan untuk membangun ekonomi mandiri, di mana Korea Utara dapat mencari nafkah sendiri dan mendukung diri sendiri.

“Belakangan, Kim merinci hubungan antara chaju politik dan charip ekonomi. Tanpa charip ekonomi, chaju politik tidak dapat dipertahankan –hanya keduanya yang bisa menjamin kemerdekaan nasional,” jelas Lim.

Konsep terakhir yang diperkenalkan namun tak kalah penting adalah chawi (pertahanan diri) dalam pertahanan nasional. Kim mengembangkan kebijakan baru pasca pengurangan bantuan militer Soviet di awal 1960-an. Pada Oktober 1963, chawi dalam pertahanan nasional diumumkan melalui pidato upacara wisuda ketujuh Akademi Militer Kim Il-sung.

Akhirnya, jelas Lim, gagasan chuch’e yang berisi empat konsep yakni chuch’e, chaju, charip dan chawi diumumkan secara internasional di Akademi Ilmu Sosial Aliarcham, Jakarta pada April 1965. Pada kesempatan itu, Kim Il-sung menjelaskan bahwa “mendirikan chuch’e” adalah prinsip “pemecahan bagi semua masalah revolusi dan konstruksi sesuai dengan kondisi suatu negara dan terutama dengan upaya sendiri”.

Baca juga: Kim Il-sung Menerima Gelar Doktor Honoris Causa dari UI

Kuliah Kim Il-sung yang disampaikan di akademi yang didirikan Partai Komunis Indonesia (PKI) itu berjudul On Socialist Construction and the South Korean Revolution in the Democratic People’s Republic of Korea.

Kim Il-sung menyebut bahwa chuch’e telah ditetapkan sejak 1955 dan terus menerus diperjuangkan secara enerjik agar terwujud. Sejak itu pula, ia mengklaim telah memulai pertarungan melawan revisionisme modern yang muncul dalam kubu sosialis.

“Kami telah dengan penuh semangat melakukan pekerjaan ideologis di antara para kader dan anggota partai sehingga mereka semua dapat berpikir sehubungan dengan niat partai, membuat studi mendalam tentang kebijakan partai, bekerja sesuai dengan kebijakan ini dan dengan penuh semangat berusaha untuk penerapannya,” jelas Kim Il-sung dalam kuliahnya seperti termuat dalam Juche! The Speeches and Writings of Kim Il Sung.

Baca juga: Kimilsungia, Kim Il-sung dan Indonesia

Kim Il-sung juga berulang kali mempertegas ajakan persatuan di antara negara-negara sosialis, negara-negara yang baru merdeka serta negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika Latin untuk menyingkirkan imperialisme.

“Perjuangan Komunis dan rakyat Indonesia yang anti-imperialis, anti-kolonialis konduktif bagi perjuangan bersama rakyat Asia. Rakyat Korea sangat menghargai ikatan dan persatuan mereka dengan Komunis Indonesia dan rakyat Indonesia, dan secara aktif mendukung perjuangan revolusioner mereka,” ujarnya.

Dengan mengibarkan panji revolusi, kata Kim Il-sung, “kaum Komunis dan rakyat kedua negara kita akan setiap saat bertarung dalam persatuan yang teguh untuk kemerdekaan nasional, sosialisme, dan perdamaian, melawan kekuatan agresi imperialis yang dipimpin oleh imperialisme A.S.”

TAG

korea utara

ARTIKEL TERKAIT

Spion Wanita Nazi Dijatuhi Hukuman Mati Nafsu Berahi Merongrong Kamerad Stalin (Bagian I) Aksi Spionase di Balik Kematian Leon Trotsky Ibnu Sutowo dan Anak Buahnya Kibuli Wartawan Kisah Bupati Sepuh Problematika Hak Veto PBB dan Kritik Bung Karno Guyonan ala Bung Karno dan Menteri Achmadi Percobaan Pembunuhan Leon Trotsky, Musuh Bebuyutan Stalin Serangkaian Harapan dari Mahkamah Rakyat Mahkamah Rakyat sebagai Gerakan Moral Mencari Keadilan