Masuk Daftar
My Getplus

Tiga Generasi Dinasti Kim

Korea Utara telah dikuasai oleh rezim keluarga Kim selama tiga generasi. Berawal dari anak seorang apoteker herbal.

Oleh: Andri Setiawan | 29 Apr 2020
Monumen Kim Il-sung (kiri) dan Kim Jong-il (kanan) di Bukit Mansu, Pyongyang. (Wikimedia Commons).

Korea Utara, negeri yang tertutup dari pergaulan internasional pernah dilanda isu kematian pemimpin mereka, Kim Jong-un. Isu yang beredar menyebut Kim Jong-un meninggal dunia karena penyakit jantung. Kim Jong-un pun kemudian muncul dan beraktivitas seperti sedia kala.

Kim Jong-un telah berkuasa selama hampir satu dekade. Ia merupakan generasi ketiga rezim keluarga Kim. Bermula dari kakeknya, Kim Il-sung yang mendirikan negara itu, kemudian ayahnya Kim Jong-il, hingga Kim Jong-un sendiri yang sebenarnya bukan putra mahkota. Bagaimana perjalanan tiga Kim bercokol di utara semenanjung Korea itu?   

Kim Il-sung, Presiden Abadi

Kim Il-sung lahir di Desa Mangyongdae, utara Pyongyang pada 15 April 1912. Nama aslinya Kim Song-ju yang pada 1930-an diubah menjadi Kim Il-sung, mengambil nama seorang gerilyawan legendaris. Ayahnya, Kim Hyong-jik adalah seorang guru, juru tulis, dan apoteker herbal.

Advertising
Advertising

“Tak seperti kebanyakan orang Korea, yang tunduk pada otoritas pemerintah Jepang dan melanjutkan hidup mereka, keluarga Kim melarikan diri ke wilayah Cina yang belum diduduki Jepang,” tulis Ralph Hassig and Kongdan Oh dalam The Hidden People of North Korea.

Baca juga: Kimilsungia, Kim Il-sung dan Indonesia

Kim Il-sung muda kemudian bergabung dengan Liga Pemuda Komunis Korea dan sempat dipenjara karenanya. Ia juga putus sekolah. Ketika berusia 21 tahun, ia bergabung dengan gerilyawan Korea yang disebut Tentara Revolusi Rakyat Korea. Dari situ, ia mulai memimpin kelompok pejuang yang berjumlah lebih dari 100 orang. Pertempuran paling terkenal terjadi di Desa Pochonbo pada 4 Juni 1937. Ia dan kelompoknya menghancurkan kantor administrasi Jepang, membakar kantor polisi, sekolah dasar, dan kantor pos.

Pada 1940 atau 1941, Kim Il-sung dan tentaranya mengungsi ke Rusia. Ia tinggal di sana selama sisa perang dan menikah dengan Kim Jong-suk, yang juga seorang gerilyawan. Anak pertama mereka lahir pada 16 Februari 1941 atau 1942.

Setelah Jepang menyerah, pada 19 September 1945 Kim Il-sung kembali ke Pyongyang dan ditempatkan di kantor oleh militer Uni Soviet. Ketidakyakinan pada pemerintahan Uni Soviet atas Korea Utara melahirkan sebuah komite rakyat pada Februari 1956. Kim Il-sung ditunjuk untuk memimpinnya.

Baca juga: Kim Il-sung Menerima Gelar Doktor Honoris Causa dari UI

Meski demikian, Kim Il-sung tetap didukung Uni Soviet dalam mengendalikan pasukan keamanan dan militer yang baru dibentuk. Hingga tahun 1950, ia telah menciptakan versi mini Uni Soviet di utara Semenanjung Korea itu. Kemudian, melalui serangan 25 Juni 1950, ia memulai Perang Pembebasan Tanah Air Besar atau Perang Korea untuk memperluas kontrolnya di selatan.

Tahun-tahun berikutnya, Kim Il-sung mulai tampil sebagai diktator totaliter. Dengan mudah ia membersihkan lawan-lawan politiknya dan memenjarakan ratusan ribu warganya untuk pelanggaran kecil. Warga Korea Utara bisa dengan mudah diciduk hanya karena mempertanyakan kebijakan.

Baca juga: Supeni, Kim Il-sung, dan Ganefo

Paul French dalam North Korea, State of Paranoia menyebut bahwa Kim Il-sung telah belajar dari masa-masa di Uni Soviet dan juga dari tradisi otokratis di Cina kuno dan Korea tentang bagaimana kekuatan budaya kepribadian dapat digunakan untuk memobilisasi massa.

“Memang Soviet memainkan peran mereka dalam menciptakan legenda dan mitos di sekitar Kim ketika mereka memilihnya sebagai pemimpin pilihan mereka di Korea Utara,” jelas French.

Pada 1970-an, Kim Il-sung “semi pensiun”. Anak pertamanya mulai menjalankan urusan-urusan negara hingga Kim Il-sung meninggal dunia kerena serangan jantung pada 8 Juli 1994. Pada 1998, Kim Il-sung diberi gelar Presiden Abadi.

Kim Jong-il, Suksesi Pertama

Kim Jong-il lahir di kamp militer Rusia dekat Khabarovsk ketika orang tuanya dan para gerilyawan mengungsi. Ketika berusia tiga tahun, ia baru dibawa ke Pyongyang. Panggilan kecilnya adalah Yura hingga kemudian ia memakai Kim Jong-il. Jong-il diambil dari nama ibu dan ayahnya untuk mempertegas garis keturunannya.

Menurut Paul French, selama Perang Korea Kim Jong-il dikirim ke Manchuria untuk keselamatannya dan baru kembali ke Pyongyang pada 1953.

Kim Jong-il lulus dari Universitas Kim Il-sung pada 1964 dengan gelar sarjana ekonomi politik. Ia lalu bergabung dengan Departemen Propaganda dan Agitasi Partai Pekerja Korea yang dipimpin pamannya. Kemudian pada 1967, ia menjabat kepala bagian Departemen Bimbingan Budaya dan Seni dan menjadi wakil direktur pada 1970.

Baca juga: Kisah Dewa dari Korea Utara

Karier politik Kim Jong-il menanjak dengan cepat. Ia menjadi sekretaris Partai Sentral pada 1973. Setahun setelah diangkat ke Politbiro dan berkat arahan ayahnya, ia menjadi anggota Komite Tetap Politbiro, sekretaris Komite Partai Pusat dan anggota Komite Militer Pusat.

Pada 1990-an, Kim Jong-il mendapat beberapa gelar dan jabatan tinggi untuk mengkonsolidasikan kendalinya atas militer, satu-satunya institusi yang dapat menjegal suksesinya. Ia juga kemudian terpilih sebagai wakil ketua pertama Komisi Pertahanan Nasional yang diketuai ayahnya sendiri. Setelah ayahnya meninggal dunia pada 1994, Kim Jong-il menggantikan posisi orang nomor satu di Korea Utara itu.

“Korea Utara selalu menjadi negara rahasia, tetapi di bawah Kim Jong-il kerahasiaannya meningkat. Tidak seperti ayahnya, yang senang bertemu orang-orang dan memberikan pidato, Kim junior menghindari mata publik dan tidak pernah memberikan pidato publik atau membuat siaran media,” sebut Hassig dan Oh.

Kim Jong-un, Bukan Putra Mahkota

Kim Jong-nam, putra pertama Kim Jong-il gagal menjadi penerus ayahnya. Pada 2001, ia ditahan karena melakukan perjalanan ilegal ke Jepang. Ia kemudian dideportasi dan membuat malu ayahnya. Sejak itu, ia telah kehilangan kepercayaan sebagai calon pemimpin Korea Utara. Ia lalu tinggal di Macau dan beberapa kota Asia lainnya.

Dua putra Kim Jong-il lainnya dari istri ketiga yakni Kim Jong-chol dan Kim Jong-un awalnya tak banyak diketahui. Mereka menghabiskan waktu bertahun-tahun sekolah di Swis.

Kim Jong-chol kemungkinan lahir pada 1981 disebut bersifat agak lembut. Sementara adiknya, Kim Jong-un, yang mungkin lahir pada 8 Januari 1982 atau 1983 dianggap lebih tangguh dan lebih mirip ayahnya.

Baca juga: Ideologi Juche Korea Utara

Menurut seorang koki Jepang yang sering ke Pyongyang untuk memasak di rumah keluarga Kim, Kim Jong-chol memang lebih sopan dari Kim Jong-un. Seperti dikutip Bradley Martin dalam Under The Loving Care of The Fatherly Leader, koki itu menyebut Kim Jong-un lebih gigih dari kakaknya dan ayahnya menyukai itu.

“Kegigihan Kim Jong-un yang mencolok, kata koki itu, menyenangkan hati Kim Jong-il. Koki mengatakan bahwa Papa (Kim Jong-il) telah mengindikasikan dia tidak akan memilih kakak laki-laki Kim Jong-un karena dia menganggap Kim Jong-chol terlalu kekanak-kanakan,” tulis Bradley Martin.

Baca juga: Korea Bersatu di Arena

Menurut laporan intelijen Korea Selatan, pada 8 Januari 2009, Kim Jong-il mengeluarkan arahan kepada anggota partai yang menyebut Kim Jong-un sebagai penggantinya.

“Pada bulan Juni, orang-orang Korea Utara mulai mendengar tentang ‘Jenderal Kim yang cemerlang’ dan mereka diajari lagu baru berjudul ‘Langkah Kaki’ yang menyebutkan Jenderal Kim,” sebut Hassig dan Oh.

Baca juga: Korea Merajut Persatuan Lewat Olahraga

Pada September 2010, konferensi Partai Pekerja Korea mendapuk Kim Jong-un yang kala itu berusia 28 tahun sebagai wakil ketua Komisi Militer Pusat setelah sehari sebelumnya diangkat sebagai jenderal bintang empat.

Dalam beberapa bulan setelah ayahnya meninggal dunia pada 17 Desember 2011, Kim Jong-un telah mendapatkan semua posisi kekuasaan yang diperlukan. Kemudian pada 2012, ia menjadi sekretaris pertama partai, ketua Komisi Militer Pusat, dan anggota Presidium Politbiro.

Baca juga: Medan Laga Korea Utara dalam Sepakbola

Selama satu hingga dua tahun, Kim Jong-un telah menyingkirkan orang-orang ayahnya dan menggantinya dengan orang-orangnya sendiri. Banyak jenderal dipindahkan, diturunkan pangkatnya, dan dipaksa pensiun. Pamannya, yang bertahun-tahun menjadi orang terkuat kedua di negara itu dituduh tidak loyal, dipermalukan di depan publik dan dieksekusi.

Kini Kim Jong-un telah berkuasa hampir satu dekade dan negara itu tetap tertutup. Setelah Kim Jong-un, adik perempuannya, Kim Yo-jong digadang-gadang akan meneruskan kekuasaan dinasti Kim.

TAG

korea utara

ARTIKEL TERKAIT

Nafsu Berahi Merongrong Kamerad Stalin (Bagian I) Aksi Spionase di Balik Kematian Leon Trotsky Ibnu Sutowo dan Anak Buahnya Kibuli Wartawan Kisah Bupati Sepuh Problematika Hak Veto PBB dan Kritik Bung Karno Guyonan ala Bung Karno dan Menteri Achmadi Percobaan Pembunuhan Leon Trotsky, Musuh Bebuyutan Stalin Serangkaian Harapan dari Mahkamah Rakyat Mahkamah Rakyat sebagai Gerakan Moral Mencari Keadilan Permina di Tangan Ibnu Sutowo