April 1965, presiden Korea Utara, Kim Il-sung dan rombongannya yang melakukan kunjungan kenegaraan untuk memperingati dasawarsa Konferensi Asia-Afrika, diajak melihat-lihat Kebun Raya Bogor oleh Sukarno. Kim Il-sung terkesima oleh bunga anggrek berwarna ungu yang tampak asing baginya.
Anggrek tersebut hasil penyilangan C.L. Bundt, botanis keturunan Jerman yang memiliki laboratorium penyilangan bunga di Makassar. Direktur Kebun Raya Bogor, Sudjana Kasan meminta Bundt untuk membantu persiapan menyambut Kim Il-sung. Bundt lalu mengusulkan untuk menunjukkan bunga hasil silangannya yang dinamai dengan nama anaknya, Dendrobium Clara Bunt, dan didaftarkan ke Royal Horticultural Society pada 1964.
Sukarno berniat menghadiahkan bunga anggrek tersebut dan menamainya Kimilsungia, perpaduan nama Kim Il-sung dan Indonesia. Barangkali Sukarno tidak tahu kalau anggrek tersebut sudah punya nama, Dendrobium Clara Bunt. Awalnya Kim Il-sung menolak, namun Sukarno berhasil meyakinkannya. Sukarno juga berjanji akan menyempurnakan teknik budidaya anggrek dalam satu sampai dua tahun agar dapat dikembangbiakkan di Korea Utara.
Baca juga: Orang Indonesia yang Terpaksa Hidup 50 Tahun di Korea Utara
Inisiatif itu sempat terhenti pasca-Gerakan 30 September 1965. Bunt kemudian melakukan penyilangan lain, yaitu Dendrobium Ale ale Kai (induk betina) dan Dendrobium Lady Constance (induk jantan). Keduanya spesies anggrek asli Indonesia. Bibit baru yang telah disempurnakan Bunt tersebut baru dikirim pada 1975.
“Sepuluh tahun kemudian, saat Kimilsungia sudah siap untuk dibudidayakan, sebuah sampel dikirimkan ke Korea Utara, yang akhirnya dikembangbiakkan di rumah-rumah kaca di seluruh penjuru negeri,” tulis Ralph Hassig dan Kongdan Oh dalam The Hidden People of North Korea.
Akhir 1970-an, Kimilsungia sudah menyebar luas di Korea Utara. Para botanis, disokong pemerintah, gencar membudidayakan Kimilsungia secara besar-besaran. Kualitas bunga pun ditingkatkan. Kimilsungia dapat berbunga dua kali dalam setahun, dan dapat menghasilkan enam hingga tujuh kuntum bunga pada setiap tangkainya.
Pada 1982, Guntur Sukarnoputra, anak Sukarno, mendaftarkan Kimilsungia ke Royal Holticultural Society dengan nama Dendrobium Kimilsungia. Seraya menjadi simbol persahabatan kedua negara.
“Kimilsungia juga kerap disebut sebagai ‘bunga tanda kesetiaan’ dan pembudidayaannya merupakan kebijakan politik yang penting, juga menjadi ujian untuk mempertahankan kepercayaan politik di Korea Utara,” tulis Andrei Lankov dalam North of the DMS: Essays on Daily Life in North Korea.
Baca juga: Berguru Tenis Meja hingga ke Korea Utara
Setiap April, kota Pyongyang mengadakan festival bunga Kimilsungia dan Kimjongilia (yang dikembangkan botanis Jepang dan diserahkan kepada Kim Jong-il, anak Kim Il-sung, pada 1988), untuk merayakan kelahiran Kim Il-sung. Festival besar ini berlangsung sejak 1999, dan delegasi Indonesia selalu mendapat tempat sebagai tamu kehormatan.
Sebagai bentuk apresiasi, pada 2011 pemerintah Korea Utara meresmikan monumen peringatan 46 tahun penyerahan bunga Kimilsungia di Rumah Anggrek Kebun Raya Bogor.