Masuk Daftar
My Getplus

Alat Perang Made in Republik

Kebutuhan akan senjata di era revolusi melahirkan kreasi-kreasi revolusiener.

Oleh: Hendi Jo | 07 Apr 2018
Kapal selam mini buatan Pabrik Watson ketika disita militer Belanda. Foto: Arsip Nasional Belanda.

Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo terperangah mendengar penjelasan Letnan Kolonel Eddie Soekardi. Kepala Staf TKR (Tentara Keamanan Rakyat) itu nyaris tak percaya Resimen 13 yang dipimpin Eddie akan melawan tentara Inggris dengan potongan-potongan pipa besi buat saluran air.

“Pak Oerip awalnya bingung, tetapi akhirnya merasa takjub pipa besi buat air bisa dijadikan bom oleh anak buah saya…” kenang tokoh Perang Konvoi Sukabumi-Cianjur itu sambil tertawa.

Bom Pipa Besi adalah salah satu senjata mematikan made in Republik yang diproduksi oleh “Pabrik Senjata” Braat Sukabumi pimpinan Kapten Saleh Norman dan Letnan Satu Djajaatmadja. Cara membuatnya sangat sederhana sekali: pipa besi dipotong-potong menjadi beberapa bagian (masing-masing panjangnya 7 cm dan garis tengahnya 4 cm) lantas diisi paku, pecahan beling dan potongan-potongan besi. Sebagai pemicu ledakan dipasang sejenis pen sederhana.

Advertising
Advertising

“Banyak tentara Inggris yang mati karena ledakan bom ini, walau ngelemparnya harus dari jarak dekat. Biasanya sih yang ngelempar dan yang dilempar sama-sama mati…” ujar Satibi, eks prajurit Resimen 13 kepada Historia.

Namun Pabrik Braat Sukabumi bukanlah satu-satunya. Di Yogyakarta ada dikenal dua produsen senjata made in Republik yakni Pabrik Demakijo dan Pabrik Watson. Keduanya bekas pabrik besi dan pabrik gula.

Salah satu produk andalan Demakijo adalah granat gombyok. Granat yang bentuknya “bergombyok” laiknya ekor kuda itu memang didesain sedemikian rupa supaya jatuhnya ujung granat yang berdenoator bisa tepat menyentuh sasaran saat dilemparkan. Demakijo juga memproduksi granat yang lebih primitif lagi (alih-alih lebih modern): menggunakan tali-tali sumbu persis seperti petasan.

“Banyak pengguna jenis granat bersumbu itu tewas terlebih dahulu karena granatnya keburu meledak di tangan,” ujar Sajidiman Soerjohadiprodjo, eks kadet Akademi Militer Yogyakarta pada era revolusi.

Berbeda dengan Demakijo yang lebih menitiktekankan produksnya kepada jenis bom atau granat, Watson justru khusus membuat “Stengun made in Yogya”. Untuk bahan-bahannya, Watson menggunakan besi rel kereta api dan tiang listrik, sedang untuk per-nya dibuat dari kawat ban mobil truk.

“Zaman susah seperti saat itu, senjata produk Watson sudah yang paling baik,” ujar sejarawan Moehkardi.

Namun sebagus-bagusnya senjata produk Watson ya tetap tak memenuhi standar alat tempur. Kelemahan Stengun ini, apabila digunakan untuk menembak ganda sampai menghabiskan peluru satu houder maka otomatis akan macet. Itu terjadi karena per-nya (yang memang bukan khusus buat senjata) menjadi lembek akibat panas mesiu.

Namun tak ada produk Watson yang paling fenomenal selain kapal selam mini. Menurut Moehkardi dalam Akademi Militer Yogya dalam Perjuangan Pisik 1945-1949, “senjata rahasia” ini awalnya dipesan oleh Kementerian Pertahanan RI sebagai upaya untuk menghabisi satu persatu kapal perusak Belanda yang banyak berkeliaran di wilayah laut RI.

“Kreatornya bernama J.Ginagan, perwira muda ALRI eks anggota Marinir Belanda yang juga merupakan jebolan Akademi Angkatan Laut Den Helder,” ungkap Moehkardi.

Jika terwujud, maka kapal selam mini itu memang akan menjadi senjata yang efektif dan mematikan. Dengan dikemudikan oleh seorang awak, ia bisa membawa sebuah torpedo yang digantungkan di bawa tubuh kapal selam tersebut dan menghilang secara cepat usai melakukan operasi.

Percobaan pertama kapal selama mini itu dilakukan di Kalibayem (sebelah barat Yogyakarta) pada pertengah 1948 dan berhasil. Artinya kapal selam bisa bergerak dan mengapung. Tetapi ketika torpedonya ditembakkan, alih-alih meluncur, handel pengikatnya malah tak mau lepas dan tentu saja itu membuat tenaga torpedo yang sudah “tak sabar” ingin meluncur justru menyeret seluruh badan kapal selam mini tersebut. Percobaan pun gagal.

“Ya wajar saja tidak sempurna, wong mesin penggeraknya memakai mesin truk…” terang Moehkardi.

Kementerian Pertahanan RI lantas memerintahkan Watson untuk lebih menyempurnakan “senjata rahasia” tersebut. Namun belum sempat rampung, tentara Belanda keburu menginvasi Yogyakarta pada 19 Desember 1948. Proyek pembuatan senjata pamungkas pun berantakan menyusul dirampasnya kapal selam mini itu oleh pihak militer Belanda.

TAG

ARTIKEL TERKAIT

Kisah Bupati Sepuh AS Kembalikan Benda Bersejarah Peninggalan Majapahit ke Indonesia Mata Hari di Jawa Menjegal Multatuli Nobar Film Terlarang di Rangkasbitung Problematika Hak Veto PBB dan Kritik Bung Karno Ibu dan Kakek Jenifer Jill Tur di Kawasan Menteng Daripada Soeharto, Ramadhan Pilih Anak Roket Rusia-Amerika Menembus Bintang-Bintang