MASIH ingat insiden tendangan kungfu Eric Cantona pada 1995? Kelakuan minus pesepakbola legendaris itu terulang lagi pada Jumat (3/11/2017) di Estadio D Afonso Henriques, Guimaraes, Portugal. Defenseur (bek) Olympique Marseille Patrice Evra, membuncahkan emosinya pada suporter dengan melayangkan tendangan kungfu dari pinggir lapangan.
Insiden itu terjadi jelang pertandingan Europa League, di mana tim asal Prancis, Marseille, bertamu ke markas Vitoria de Guimaraes, wakil Portugal. Insiden itu terjadi pada sesi pemanasan, setelah sebelumnya terjadi keributan antara para pemain Marseille lainnya dengan para suporternya sendiri di tepi lapangan.
Akhirnya, Patrice Evra, mantan pemain timnas Prancis dan Manchester United, tercatat dalam sejarah Europa League, sebagai pemain pertama yang dikartumerahkan sebelum kick off. Sebelumnya, perbuatan itu dilakukan pendahulu Evra, Eric Cantona, 22 tahun yang lalu. Maestro Manchester United itu kebetulan juga berpaspor Prancis dan pernah berseragam Marseille.
Ketika itu, The Red Devils (julukan Manchester United) tengah melakoni matchday ke-26 Premier League musim 1994/1995, kontra Crystal Palace di Selhurst Park, 25 Januari 1995. Dalam sebuah momen, Cantona melanggar secara kasar pemain Palace, Richard Shaw. Wasit Alan Wilkie kemudian mengacungkan kartu merah.
Saat berjalan lunglai keluar lapangan menuju lorong ganti, mulai terdengar gemuruh dan sorakan mengejek Cantona dari suporter Palace. Di antara suporter itu, terdapat Matthew Simmons. Suporter muda berusia 20 tahun itu disebutkan membuat mendidih emosi Cantona dengan sejumlah hinaan dan lemparan benda terhadap sang pemain.
“Cantona tiba-tiba menerjang ke kerumunan suporter dengan kedua kaki setinggi dada orang dewasa. Dia juga melayangkan beberapa pukulan sebelum polisi, pihak keamanan stadion, ofisial tim dan pemain lainnya memisahkan mereka,” tulis harian The Guardian, 26 Januari 1995.
Wasit Wilkie sendiri dalam pengakuannya, tak melihat kejadian itu. Saat Cantona menerjangkan tendangan kungfunya ke arah penonton, Wilkie sedang disibukkan dengan protes Andy Cole, terkait kartu merah untuk Cantona.
“Setelah pertandingan, salah satu asisten saya mengatakan kejadian itu kepada saya. Namun saya baru benar-benar melihatnya jam 2 dini hari dari (siaran) CNN dan saya sangat terkejut,” ujar Wilkie.
Insiden itu membuat malu klub dan mengundang tindakan dari FA (Asosiasi Sepakbola Inggris). Akhirnya, manajemen klub melayangkan denda. Suratkabar The Hour, 27 Januari 1995, menuliskan Manchester United menjatuhkan denda 20 ribu poundsterling, serta sanksi tak dimainkan sampai akhir musim 1994/1995.
Sedangkan FA memvonis Cantona dengan larangan bermain di Liga Inggris selama delapan bulan (sampai 30 September 1995), serta denda 10 ribu pounds. Sedangkan FIFA, mengonfirmasi sanksi itu lebih luas, di mana sanksi takkan otomatis hilang jika status Cantona dijual atau dipinjamkan ke klub lain.
Tak sampai di situ, entraineur (pelatih) timnas Prancis Aime Jacquet, ikut-ikutan menghukum Cantona dengan melucuti jabatan kapten tim Ayam Jantan. Cantona juga terpaksa menghadapi tuntutan kriminal. Pengadilan Croydon pada 23 Maret 1995, mengetuk palu untuk hukuman penjara selama dua pekan.
Namun, Cantona dibebaskan dengan uang jaminan. Saat konferensi pers, Cantona melontarkan kata-kata tersohor dengan analogi ikan sardin, burung camar dan kapal nelayan. “Ketika burung-burung camar mengikuti kapal nelayan, itu karena mereka mengira ikan-ikan sardin akan dilemparkan ke laut. Terima kasih,” cetus Cantona.
Tak sedikit yang heran dengan pernyataan aneh itu. Banyak pula yang menganggap ikan sardin adalah Cantona dan burung-burung camar adalah pendeskripsian dari media-media Inggris.
“Itu kata-kata yang sengaja dikaburkan. Dia hanya tidak ingin berada di sini (konferensi pers) untuk menemui Anda semua dan menjawab banyak pertanyaan karena dia sudah melalui banyak hal. Saya pikir dia berada dalam tekanan yang luar biasa,” ungkap Direktur Hukum Manchester United Maurice Watkins, dilansir koran Independent, 31 Maret 1995.
Hukuman untuk Cantona kemudian dialihkan menjadi hukuman 120 jam pelayanan masyarakat. Sebagian besar hukumannya itu dijalani dengan melatih sepakbola untuk anak-anak sampai akhir Mei 1995.
“Selama masa pelayanan masyarakatnya, dia melatih 732 anak-anak dari lusinan sekolah dan klub-klub junior di kamp latihan Manchester,” tulis koran Lodi News-Sentinel, 31 Mei 1995.
Apakah Cantona menyesal? Nampaknya tidak. Cantona begitu dendam dengan Matthews. “Seharusnya saya memukulnya dengan lebih keras. Saya bukan suri tauladan. Saya bukan guru besar yang menasihati kelakuan Anda,” ujar Cantona dalam wawancara dengan tabloid Four Four Two, 20 tahun berselang (2015).