Masuk Daftar
My Getplus

Sepakbola Soviet Era Stalin

Setelah menggunakan sniper di Perang Dunia II, Joseph Stalin mengalihkan propaganda politiknya ke sepakbola. Inggris jadi tempat pertama percobaannya. 

Oleh: Randy Wirayudha | 19 Mar 2018
Tim Dinamo Moskva saat menjalani tur ke Inggris, November 1945/Foto: fcdynamo.ru.

MUSIM panas tahun ini, miliaran pasang mata akan tertuju ke Rusia. Negeri Beruang Merah mendapat kehormatan jadi tuan rumah Piala Dunia 2018. Sebagai host, suksesor negeri adidaya Uni Soviet itu tentu tak ingin malu dengan hasil jelek.

Sayang, catatan terakhir di Euro 2016 (Prancis), prestasi Alan Dzagoev dkk. bikin publik Rusia menundukkan wajah. Kalah 0-3 dari Wales di partai terakhir Grup B, timnas Rusia gagal melaju ke babak berikutnya. Rusia harus puas menempati urutan buncit klasemen grup di bawah Slovakia, Inggris, dan Wales.

Tidak sedikit yang kecewa. Salah satunya, anggota parlemen merangkap ketua Partai Komunis Rusia, Gennady Zyuganov. Dia menginginkan sepakbola Rusia kembali ke masa kejayaan seperti di era Joseph Stalin. “Tim Rusia lembek. Kita butuh mobilisasi Stalinis, di mana mental dan fisiknya sangat kuat,” ucap Zyuganov, dikutip The Guardian, 21 Juni 2016.

Advertising
Advertising

Baca juga: Pertandingan sepakbola untuk Stalin

Kedigdayaan sepakbola di Rusia ambruk seiring kolapsnya Uni Soviet. Semasa Soviet, klub maupun tim nasional mampu berjaya di berbagai kompetisi berkat ditopang kelompok-kelompok buruh, institusi-institusi negara, hingga kalangan industri. Begitu semua runtuh, struktur sepakbola domestik kena dampaknya. Yang tak kalah penting, para pemain timnas Soviet tercerai-berai ikut negara masing-masing pecahanan Soviet.

Sepakbola untuk Propaganda

Sepakbola di Soviet sebetulnya baru diperhatikan Joseph Stalin setelah dia tak lagi disibukkan memerangi Jerman-Nazi di Perang Dunia II (PD II). Selama 1942-1945, semua kegiatan sepakbola di Soviet dihentikan total gara-gara perang dahsyat itu.

“Pasca-PD II rezim Stalin memutar strategi politik dan misi diplomatiknya dengan penggunaan atribut olahraga, dalam hal ini sepakbola. Dinamo (Moskva) dijadikan kelinci propaganda pertama,” ungkap Arief Natakusumah dalam Drama itu Bernama Sepakbola: Gambaran Silang Sengkarut Olahraga, Politik dan Budaya.

Semasa era Stalin, Dinamo Moskow merupakan klub yang berafiliasi dengan Kementerian Dalam Negeri Soviet, KGB (Badan Intelijen Soviet), dan NKVD (Kepolisian Rahasia Soviet). Bahkan dedengkot NKVD, Lavrentiy Beria, menjadi ketuanya sampai nyawanya dicabut dalam eksekusi mati Mahkamah Luar Biasa Soviet.

Dinamo direstui Stalin menjadi “duta” Soviet ketika melancong ke Inggris atas undangan FA, beberapa bulan pasca-usainya PD II. Alasan Stalin merestui, selain untuk mengumbar propaganda ketangguhan Negeri Tirai Besi, sekaligus meyakinkan publik dalam negeri bahwa mereka tak kalah superior dari negara-negara Barat.

Baca juga: Stalin, masa muda kamerad Koba

Rombongan Dinamo – yang dalam catatan sejarah menjadi tim Soviet pertama yang menjejakkan kaki di Inggris– mendarat di Croydon, 4 November 1945 menggunakan pesawat Dakota DC-3. Selain Beria sendiri, sejumlah perwira NKVD mendampingi muhibah tim itu untuk memastikan agar para pemain Dinamo tak lupa daratan dan terpapar borjuisme di Inggris.

Mereka disambut langsung Ketua FA Stanley Rous, staf kedutaan Soviet, dan ketua Partai Buruh Inggris pro-komunis Albert Victor Alexander. “Inggris adalah tanah kelahiran sepakbola. Tidak diragukan lagi semua pemain terbaik dunia adalah orang Inggris,” sanjung pelatih Dinamo Mikhail Yakushin dalam sambutannya, dikutip David Downing dalam Passovotchka: Moscow Dynamo in Britain 1945.

Namun, belum lagi empat laga yang dijadwalkan berlangsung, psywar media keburu membuncah. Media-media Inggris melansir berita-berita bernada meremehkan. Salah satunya yang dituliskan reporter surat kabar Sunday Express Frank Butler: “Mereka tidak cukup bagus untuk melawan tim-tim profesional kita. Para pemain mereka nyaris semuanya amatiran.”

Soviet balas menyindir dengan sasaran sambutan dingin tuan rumah. “Di Inggris, tanah kelahiran sepakbola, kami diterima dengan sambutan khas Inggris: tanpa bendera, musik, atau kalungan bunga. Pihak pemerintah Inggris bersikap dingin dan mereka membiarkan kami diserang jurnalis-jurnalis mereka. Kami memilih bermalam di Kedutaan Soviet, ketimbang penginapan yang mirip barak tanpa bantal,” ujar Vadim Sinyavsky, komentator radio Soviet yang ikut mendampingi.

Dinamo tapi berhasil membuktikan kehebatannya di lapangan. Dari empat pertandingan yang dimainkannya, tak sekalipun mereka kalah. “Hasil tur Dinamo ke Inggris adalah memasukkan 19 gol dan kemasukan 9 gol,” ungkap Victor dan Jennifer Louis dalam Sport in the Soviet Union.

Di laga perdana, 13 November 1945, Dinamo bermain imbang 3-3 melawan Chelsea di Stamford Bridge. Klub berjuluk Dinamiki itu bikin geger publik Inggris di partai kedua melawan Cardiff City di Ninian Park. Dinamo menang telak 10-1.

Partai ketiga jadi partai yang paling ditunggu –Dinamo vs Arsenal. Kandang Tottenhan Hotspur, White Hart Lane, dipinjam untuk laga itu lantaran Stadion Highbury masih direnovasi. Sekira 55 ribu penonton di stadion yang diselimuti kabut itu menjadi saksi The Gunners menyerah 3-4 dari Dinamo. Di partai terakhir melawan Glasgow Rangers, Dinamo bermain imbang 2-2.

Baca juga: Film The Death of Stalinkematian Stalin dalam banyolan

Pada laga-laga itu, Dinamo sebenarnya “mencabut” beberapa pemain dari klub Soviet lain. Salah satunya, Vsevolod Bobrov, pemain CSKA Moskva juga bintang hoki es Soviet dan kawan dekat Vasily Stalin (putra Stalin). Pun begitu Arsenal, yang meminjam Stanley Matthews dari Stoke City, Stanley Mortensen (Blackpool), dan Harry Brown (Queens Park Rangers).

Tapi toh Dinamo membuktikan sepakbola Soviet tak kalah hebat dari Inggris. “Bertahun-tahun berlalu sejak kami bertemu pertama kali dengan para pesepakbola Rusia. Semenjak itu di hati semua orang yang mengalami pengalaman itu, kata-kata ‘Dynamo Moscow’ mengingatkan akan konsep sepakbola yang berkelas,” kenang Matthews, dikutip Downing.

TAG

Dunia Rusia Olahraga Sepakbola Stalin

ARTIKEL TERKAIT

Warisan Persahabatan Indonesia-Uni Soviet di Rawamangun The Children’s Train dan Nasib Anak-anak Korban Perang di Italia Tiga Supir Palang Merah yang Jadi Pesohor Dunia Cerita dari Stadion Kridosono (Bagian II – Habis) Cerita dari Stadion Kridosono (Bagian I) Presiden Korea Selatan Park Chung Hee Ditembak Kepala Intelnya Sendiri Pengungsi Basque yang Memetik Bintang di Negeri Tirai Besi Aksi Spionase Jepang Sebelum Menyerang Pearl Harbor Keluarga Jerman di Balik Serangan Jepang ke Pearl Harbor Riwayat NEC Nijmegen yang Menembus Imej Semenjana