Masuk Daftar
My Getplus

Pengibar Merah Putih di Makau

Seorang pembalap motor Indonesia pernah menorehkan prestasi memukau dalam sejumlah ajang bertaraf internasional.

Oleh: Randy Wirayudha | 18 Agt 2017
Benny Hidayat. Foto: Randy Wirayudha/Historia.

Jarang orang tahu, Indonesia pernah memiliki sejumlah pembalap motor yang ikut menorehkan namanya dalam sejumlah ajang kelas dunia. Salah satunya adalah Benny Hidayat, yang memulai kariernya sejak tahun 1961. Di tahun itu juga, Benny berhasil menyabet juara Grand Prix (GP) Indonesia dalam kelas 125 cc.

“Saya ingat waktu itu masih umur 16 tahun dan mengendarai motor Honda CB 72 yang dibelikan ayah saya,” kenang lelaki berusia 72 tahun itu kepada Historia.

Setelah malang melintang di level nasional, pada 1969 Benny bergabung dengan tim Yamaha. Sejak itulah, dia banyak tampil di pentas Asia dan dunia. Mulai ajang GP di Singapura dan Malaysia hingga GP di Makau.

Advertising
Advertising

Di Makau, Benny berhasil mengibarkan Sang Saka Merah Putih di urutan puncak. Berdasarkan situs resmi GP Makau, macau.grandprix.gov.mo, nama Benny tertera sebagai salah satu kampiun musim 1970. Benny turun dengan kuda besi Yamaha YSI 125 cc yang disediakan tim berlambang garpu tala tersebut.

“Boleh dibilang prestasi tertinggi yang saya capai selama ini, ya juara di Macau GP itu. Padahal saya ingat di ajang itu kelasnya bebas. Malah ada yang peserta yang memakai motor 750 cc,” kata Benny.

Di ajang GP Makau, Benny tidak datang sendiri dari Indonesia. Tim Yamaha dan POSIDJA (Persatuan Olahraga Sepeda Motor Djakarta) juga mengirimkan sejumlah pembalap lainnya. Sebut saja Beng Suswanto, Hendra "Abaw" Tirtasaputra dan Tjetjep Heriyana.

“Sebelumnya (tahun 1969) saya sudah turun di Makau. Tapi baru dapat juaranya pada 1970. Juara dua diraih oleh pembalap dari Makau, sedang juara ketiga teman saya satu tim: Tjetjep (Heriyana),” kenang Benny.

Usai juara di Makau, Benny malang melintang dari satu ajang ke ajang lain. Terakhir, dia tampil di GP Malaysia 1974. Tepatnya di Sirkuit Batu Tiga, sekitar 15 kilometer dari Kuala Lumpur. Di ajang itu, rekan setimnya, Tjetjep Heriyana, mengalami kecelakaan hebat.

“Tangan dan kakinya patah. Begitu parahnya sampai sekarang sudah sulit jalan. Kecelakaan itu karena memang dia jatuh sendiri, tidak ada insiden dengan pembalap lain. Bisa jadi karena kelelahan juga, karena kan pada waktu itu dia masih cedera bahunya akibat terjatuh dalam suatu ajang sebelumnya,” ujar Benny.

“Ya, jatuh aja gitu. Tidak ada kontak sama dengan pembalap lain,” ujar Tjetjep kepada Historia.

Sekitar sebulan Tjetjep dirawat di Malaysia. Sebagai sahabat baik, Benny pun ikut menemani Tjetjep saat mengalami perawatan. “Duta Besar Indonesia di Kuala Lumpur, Jenderal Supardjo Rustam juga sempat jenguk,” kenang Tjetjep.

Benny sendiri memutuskan untuk pensiun dari dunia balap motor pada 1978. Yamaha kemudian merekrutnya sebagai pelatih balap motor hingga 1981. Lepas dari Yamaha, Benny sempat buka bengkel hingga masuk ke dunia bisnis otomotif. Kini, di masa senjanya, Benny selain masih hobi mengotak-atik motor, dia juga aktif dalam kegiatan pemugaran lukisan.

“Ya, banyak lukisan yang saya pugar, seperti karya-karya Affandi dan Sudjojono,” katanya.

TAG

ARTIKEL TERKAIT

Gambir Berdarah dan Kudatuli sebagai Tonggak Awal Reformasi Pendidikan Agama Diwajibkan hingga Pertempuran Laut Jawa Ratna Assan, Gadis Cilik Penyambut Sukarno di Amerika Adu Hewan di Kesultanan Aceh Sihir Api Petir dari Meriam Majapahit Polonia, Tanah Tuan Kebun Polandia di Medan PlayStation dan Nostalgia Mainan Anak-anak 1990-an Leon Salim Bocah Pergerakan Nasional Epos Majapahit Lebih Seru dari Game of Thrones Empat Tokoh Kristen Terkemuka dalam Sejarah Indonesia