Masuk Daftar
My Getplus

Tiongkok Kalahkan Vietnam di Paracel

Saling klaim terhadap gugusan pulau di Laut China Selatan membuat Tiongkok dan Vietnam berperang.

Oleh: M.F. Mukthi | 14 Jul 2017
Kapal Vietnam HQ-16 rusak parah setelah bertempur dalam Pertempuran Paracel melawan RRC. Foto: AP.

Pemerintah Tiongkok berang. Pada 2 Juli lalu, kapal perang USS Stethem milik Amerika Serikat berada di dekat Pulau Triton, Kepulauan Paracel. Tiongkok menganggap kepulauan yang berada di Laut China Selatan itu miliknya dan pelayaran tersebut sebagai provokasi.

Bagi Tiongkok, USS Stethem dinilai telah melanggar kedaulatan wilayahnya serta mengancam keamanan negeri Tirai Bambu. Sebagai respons, Tiongkok mengirim sejumlah kapal perang dan pesawat tempurnya. Menurut juru bicara Tiongkok Lu Kang, Beijing tak segan mengambil langkah apapun demi menjaga kedaulatan wilayah dan keamanan negerinya.

Hingga kini, Kepulauan Paracel masih menjadi sengketa antara Tiongkok, Vietnam, dan Taiwan. Masing-masing negara bersikukuh dengan klaimnya. Tiongkok dan Vietnam bahkan adu bukti baik dengan menyodorkan bukti artefak, catatan tertulis, hingga peta kuno.

Advertising
Advertising

Saling klaim antara Tiongkok dan Vietnam Selatan –kala itu Vietnam masih terbagi dua, Utara dan Selatan– bahkan sampai menimbulkan perang, Pertempuran Paracel, pada awal 1974. Pertempuran dipicu oleh sikap sepihak pemerintah Vietnam Selatan, kolega AS, dalam merespons meningkatnya kehadiran Tiongkok di kepulauan berisi 130 pulau itu.

Pada Agustus 1973, Vietnam Selatan mengklaim Paracel secara administratif merupakan miliknya. Klaim itu mendasari keputusan Saigon, ibukota Vietnam Selatan, mengeluarkan izin eksplorasi minyak di perairan sekitar pulau-pulau itu. Saigon, yang memusatkan pendudukannya di Gugusan Bulan Sabit, rangkaian kepulauan bagian barat, membuat garnisun berkekuatan peleton di tiga pulau di Paracel. Sejak itu, kapal-kapal Angkatan Laut Vietnam Selatan rutin melakukan patroli.

Akibatnya, kapal-kapal nelayan Tiongkok tak lagi bebas berlayar di perairan sekitar Paracel. Pukat-pukat ikan mereka kerap harus kucing-kucingan dengan kapal-kapal patroli Vietnam Selatan. Namun, keadaan berubah setelah Mao mulai agresif dan menggerakkan angkatan lautnya. Penyerangan-penyerangan terhadap kapal patroli Vietnam Selatan oleh kapal-kapal nelayan Tiongkok, yang sudah dimodifikasi dengan tambahan senjata, mulai sering terjadi.

Pada Oktober, pukat bernomor lambung 402 dan 407 milik Tiongkok bersandar di Pulau Duncan, pulau terbesar di Paracel. Selain mendirikan tempat penampungan dan pengolahan ikan, mereka juga mengibarkan bendera RRC. Sebulan kemudian, Angkatan Laut Vietnam Selatan menangkap beberapa pukat ikan Tiongkok dan menahan para kru kapal. Mereka dibawa ke Da Nang dan oleh otoritas Vietnam Selatan dipaksa mengakui kesalahan di depan kamera televisi sebelum dibebaskan.

Mao marah. Dia memerintahkan Angkatan Laut Tiongkok untuk mempersiapkan aksi-aksi guna mendukung nelayan-nelayan mereka di Laut China Selatan. Pada 10 Januari 1974, bersamaan dengan bersandarnya pukat-pukat Tiongkok –yang kemudian memproses hasil tangkapan mereka di tempat yang telah mereka dirikan– di Pulau Robert, Gugus Bulan Sabit, Beijing menyatakan kedaulatan Tiongkok atas Paracel, Spratly, dan Macclesfield Bank merupakan hal tak terbantahkan.

Saigon langsung merespons dengan mengirim beberapa kapal perangnya. Bersamaan dengan tibanya fregat HQ-16, HQ-4, HQ-5 dan sebuah kapal penyapu ranjau di Pulau Robert, pasukan komando Vietnam Selatan langsung menduduki pulau. Kapal-kapal perang Vietnam Selatan langsung mengusir pukat-pukat ikan Tiongkok di perairan itu.

Kabar dari tindakan itu akhirnya sampai ke Beijing, yang langsung merespons dengan pengerahan kekuatan. Petang hari itu juga, Beijing langsung mengirim dua kapal perang kelas Kronstadt-nya. Kapal bernomor lambung 271 dan 274 dari Armada Laut Selatan itu membawa empat peleton milisi maritim ke Pulau Woody, untuk selanjutnya dikirim ke Gugusan Bulan Sabit. Sebagai tambahan, Tiongkok juga mengerahkan dua pesawat tempur Shenyang J-6 untuk memberi dukungan dari udara.

Pada 18 Januari, dua kapal Tiongkok mendaratkan peleton-peleton milisinya ke Pulau Drummond, Pulau Palm, dan Pulau Duncan. Di sana, para personel langsung menggali tanah untuk ditaruh ranjau dan dibuat jebakan. Dua kapal perang pemburu kapal selam kelas Hainan, kemudian menyusul dari Pangkalan Shantou untuk memperkuat armada yang ada.

Meski mereka siap menunggu perintah lebih jauh, Beijing tetap pada perintah awal: “Jangan mulai tembakan pertama. Tapi jika pertempuran pecah, menangkan!”

Baik Angkatan Laut Tiongkok maupun Vietnam Selatan, yang kapal-kapalnya dalam kondisi sama kurang baik, langsung mengorganisir armadanya. Setelah menurunkan para personel komando menggunakan perahu karet, kapal Vietnam HQ-10 langsung menyasar kapal penyapu ranjau 389. Kapal Angkatan Laut Tiongkok itu rusak parah setelah tertabrak. Tapi, awak mereka yang terus menembakkan senjatanya ke arah kapal Vietnam, menewaskan banyak personel Angkatan Laut Vietnam.

Di darat, pasukan komando Vietnam Selatan langsung memberi perlawanan begitu mendarat. Namun, personel Tiongkok yang lebih besar dan lebih dulu tiba telah siap menunggu. Perlawanan pasukan komando Vietnam akhirnya mereka patahkan. Di bawah hujan tembakan, para personel komando Vietnam Selatan itu akhirnya mundur.

Kapal-kapal Vietnam di depan mereka membentuk formasi sejajar dan terus menghujani tembakan ke tempat nakhoda lawan berada. Mereka terus bermanuver agar jarak mereka dengan kapal-kapal lawan tetap terjaga. Dengan persenjataan yang baik, kapal-kapal Vietnam akan efektif bila bertempur jarak jauh.

Sebaliknya, para kapten kapal Tiongkok menyadari bahwa kapal mereka unggul dalam kecepatan tapi kalah dalam persenjataan. Oleh karena itu, mereka memilih “adu pisau” dengan pertempuran jarak dekat. Selain menabrakkan kapal ke kapal-kapal lawan, para personel Angkatan Laut Tiongkok juga akan menggunakan senjata jarak dekat begitu posisi kapal mereka telah memungkinkan menjangkau lawan.

Sementara dua kapal kelas Kronstadt Tiongkok fokus memburu HQ-4 Vietnam, kapal penyapu ranjau Type 10 terus menembakkan kanonnya ke HQ-16. Setelah kapal Vietnam itu mundur akibat rusak parah di bagian ruang kemudi, pusat informasi, dan radarnya; ia langsung mundur, Type 10 langsung memburu HQ-10.

Kanon Type 10 langsung membuat ruang mesin di buritan HQ-10 meledak. Ketika kedua kapal telah berjarak hanya sekira 10 yard, kanon kapal HQ-10 tak bisa bekerja efektif. Para awak Type 10 yang lebih kecil, langsung naik ke dek kapal lawan begitu kapal mereka saling dekat. Para personel Tiongkok langsung menembaki personil HQ-10, menyebabkan tewasnya kapten kapal dan sebagian besar awak navigasi.

HQ-16 yang hendak membantu, gagal karena tembakan kanon kapal Tiongkok hampir tak berhenti. HQ-10 yang sudah babak belur pun akhirnya tenggelam pada siang 19 Januari setelah kapal kelas Hainan menembak dengan kanonnya.

Tiongkok yang khawatir Vietnam Selatan menambah kekuatannya, mengirim tambahan pasukan yang terdiri dari satu kapal fregat, lima kapal torpedo, dan delapan kapal patroli kecil dengan masing-masing kapal mengangkut sekitar 500 personel. Mereka terbagi dalam tiga armada.

Ketiga armada, yang menyerang Pulau Robert, Pulau Pattle, dan Pulau Money, tak mendapat perlawanan berarti. Dalam tempo satu jam, ketiga pulau telah mereka kuasai. Di Pulau Pattle, selain merebut garnisun Vietnam para personel Tiongkok juga menawan seorang penasihat militer AS.

Menjelang pergantian hari, Angkatan Laut Tiongkok sudah menguasai seluruh Parecel. Sekira 100 personil Vietnam Selatan tewas dan luka-luka dalam pertempuran itu, sementara 48 lainnya tertawan. Tiongkok sendiri kehilangan 18 personelnya sementara 67 lainnya luka-luka.

“Pada 20 Januari, pulau-pulau ini secara resmi dianeksasi oleh RRC, dan dimasukkan ke dalam Provinsi Guangdong,” tulis buku Naval Power and Expeditionary Wars: Peripheral Campaigns and New Theaters of Naval Warfare yang diedit Bruce A. Elleman dan M. Paine.

TAG

ARTIKEL TERKAIT

AS Kembalikan Benda Bersejarah Peninggalan Majapahit ke Indonesia Mata Hari di Jawa Menjegal Multatuli Nobar Film Terlarang di Rangkasbitung Problematika Hak Veto PBB dan Kritik Bung Karno Ibu dan Kakek Jenifer Jill Tur di Kawasan Menteng Daripada Soeharto, Ramadhan Pilih Anak Roket Rusia-Amerika Menembus Bintang-Bintang Guyonan ala Bung Karno dan Menteri Achmadi