Masuk Daftar
My Getplus

Pemburu Gambar di Era Perang

Alex Mendoer berkeliling Jawa untuk mendapatkan foto-foto impresif sekitar Perang Kemerdekaan.

Oleh: Hendi Johari | 12 Apr 2018
Alex Mendoer. Ilustrasi: Gun Gun Gunadi/Historia.

SUKANAGARA, awal Februari 1948. Masyitoh masih ingat kehadiran seorang tukang foto Republik di tengah-tengah pasukannya. Kala itu Divisi Siliwangi tengah bersiap untuk berangkat hijrah ke Jawa Tengah, sesuai kesepakatan Perjanjian Renville.

“Orangnya enggak begitu besar, wajahnya mirip orang Tionghoa. Dia kemana-kemana bawa kamera dan kerap mengambil gambar kami…” kenang perempuan tua yang dulu pernah menjadi bagian dari Brigade Soerjakantjana itu.

Masyitoh tidak paham siapa nama sang fotografer tersebut. Namun jika mengikuti ciri-ciri yang dikemukakan dan berdasarkan data-data sejarah yang ada, bisa jadi dia adalah Alex Mendoer. Itu nama jurnalis foto legendaris dari IPPHOS (Indonesia Pers Photo Service), biro foto pertama yang dikelola oleh orang-orang Indonesia.

Advertising
Advertising

Namun dalam Alexius Impurung Mendoer karya Wiwi Kuswiah dikisahkan jauh sebelum mendirikan IPPHOS (bersama Frans Mendoer, Alex Mamusung, J.K.Oembas dan F.F.Oembas) pada 2 Oktober 1946, sejatinya lelaki kelahiran Kawangkoan pada 7 November 1907 itu sudah malang melintang di berbagai palagan.

“Ia kerap berkeliling ke berbagai pelosok Jawa guna memburu foto-foto impresif sekitar Perang Kemerdekaan,” ungkap sejarawan Rushdy Hoesein.

Salah satu kunjungan yang pernah direkam dalam suatu artikel panjang di koran Merdeka adalah saat Alex bersama jurnalis Rosihan Anwar menyambangi garis depan di sekitar wilayah Kali Cakung, Bekasi. Bersama Komandan Resimen 5 Divisi Siliwangi Letnan Kolonel Moefreni Moe’min, mereka memeriksa kesiapan pasukan TRI  (Tentara Repoeblik Indonesia) secara langsung.

“Sementara itu sebuah pesawat pengintai Belanda melayang-layang di atas kami, tapi kami tak peduli,”ujar Rosihan dalam Sejarah Kecil Petite Histoire Indonesia Jilid 7: Kisah-Kisah Zaman Revolusi Kemerdekaan.

Alex termasuk jurnalis foto yang sangat sergap dalam memburu peristiwa. Sebagai contoh, pada awal 1946 ia mendengar telah terjadinya kles antara pasukan Sekutu/Belanda dengan kekuatan pejuang Indonesia di daerah Maseng (masuk dalam wilayah Bogor selatan). Tanpa banyak berpikir, Alex lantas berangkat ke sana, dengan menggunakan kereta api dari Stasiun Manggarai, Jakarta.

Sayangnya sesampai di sana, pertempuran usai. Alih-alih mendapatkan gambar pertempuran, para prajurit Indonesia justru mencurigai Alex sebagai mata-mata musuh yang tertinggal. Sang jurnalis terntunya menyangkal, namun tak ada satu pun yang mempercayainya. Dalam situasi kritis dan para pejuang sudah mengepungnya, tiba-tiba terdengar teriakan akrab dari seseorang:

“Alex! Alex!”

Rupanya suara tersebut milik Mayor Alex Kawilarang, salah satu pimpinan pejuang Republik di Bogor dan Sukabumi yang sudah lama dikenal Alex Mendoer. Sang komandan lantas menghampirinya dan berbincang-bincang akrab. Melihat situasi tersebut, para pengepung (yang tak lain adalah anak buah Alex Kawilarang) satu persatu bubar. Alex pun selamat dari kekonyolan revolusi.

Akhir Januari 1948 terjadi gencatan senjata akibat kesepakatan Perjanian Renville. Alex termasuk jurnalis foto yang mengabadikan proses-proses itu berlangsung di wilayah Cianjur dan Sukabumi. Ketika didapatinya kabar akan adanya pertemuan antara Kolonel Thompson (Komandan Resimen I Divisi 7 Desember) dengan Alex Kawilarang (yang sudah naik pangkatnya menjadi letnan kolonel) di Cianjur, ia bergegas ke sana dengan mengikuti rombongan peninjau militer dari Prancis pimpinan Kapten Dhoste.

Di dalam mobil yang berjalan menuju Cianjur itulah, Kapten Dhoste memuji-muji Alex Kawilarang sebagai tentara tulen. Pujian itu terus berlangsung sehingga menyebabkan seorang letnan Belanda yang duduk di sebelah sopir kegerahan.

“Iya Kapten, tapi sayang Alex Kawilarang sudah tewas oleh tentara kami di Bogor,”ujar sang letnan.

“Oh ya? Sayang sekali…” ujar Kapten Dhoste.

Begitu tiba di Cianjur, Alex Mendoer melihat Letnan Kolonel Alex Kawilarang sudah berdiri di depan gedung pertemuan. Dengan wajah sumringah, Alex Mendoer pun berkata kepada si letnan Belanda: “Tuan, orang yang anda bilang sudah tewas itu sekarang ada di depan kita…” ujarnya sambal tersenyum. Perwira  Belanda itu langsung terdiam. Wajahnya pucat. Nampak sekali ia merasa malu.

TAG

Alex Mendoer IPPHOS Revolusi Indonesia Kemerdekaan

ARTIKEL TERKAIT

Jalan Perjuangan Tak Berujung dalam Perang Kota Sebelum Jenderal Symonds Tewas di Surabaya Rawamangun Bermula dari Kampung Sepi Pisang Asal Jawa Dibutuhkan Australia Ibu Negara dari Masa ke Masa Bos Sawit Tewas di Siantar Kabinet 100 Menteri dan Kabinet Merah Putih Melihat Tentara Hindia dari Keluarga Jan Halkema-Paikem KNIL Jerman Ikut Kempeitai Dewi Dja Memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia di Amerika