HARI ini, 10 November, merupakan Hari Pahlawan. Hari tersebut diperingati untuk menghormati para pejuang yang telah mengorbankan jiwa-raga dalam menghadapi pasukan asing pertama pasca-kelahiran Republik Indonesia, Inggris, di Surabaya.
Kendati tak terhitung jumlah darah yang tertumpah dan berapa banyak nyawa pejuang yang melayang di sana, Pertempuran Surabaya juga menjadi “neraka” buat pasukan raksasa Inggris yang baru menang perang. Tak hanya sampai meminta bantuan Sukarno-Hatta untuk menghentikan pertempuran, Inggris juga kehilangan jenderalnya. Namun, sejarah selama ini hanya memberitakan Brigadir AWS Mallaby sebagai perwira tinggi Inggris yang kehilangan nyawa di Surabaya. Padahal, ada juga nama Robert Guy Loder-Symonds.
Waktu Perang Dunia II meletus pada 1 September 1939, Letnan (artileri) Robert Guy Loder-Symonds bertugas di Shorncliffe. Perwira muda kelahiran 1 Maret 1913 itu baru enam tahun berdinas setelah lulus Akademi Militer pada 31 Agustus 1933.
Sebelum tahun 1939 berakhir, putra dari Kapten Robert Francis Loder-Symonds (1884-1915) itu ditugaskan ke Perancis untuk melawan tentara Jerman di sana. Begitu Sekutu terdesak, dia dikembalikan ke Inggris lalu ditempatkan di Resimen Pertama Royal Horse Artillery, Bulford. Resimen Pertama Royal Horse Artillery punya meriam gerak sendiri Sexton 25pdr. Satuan meriam ini mirip pasukan kendaraan lapis baja.
Pada 1940, RG Loder-Symonds ikut dikirim ke Afrika Utara. Setelah setahun (1 Mei 1940-7 April 1941) dengan jabatan ajudan, pada 8 April 1941 hingga musim gugur 1941 dia dijadikan komandan baterai B resimen artileri itu di Tobruk, Libya. Satu baterai dalam artileri medan bisa terdiri dari 6 hingga 8 pucuk meriam, sementara untuk artileri pertahanan udara bisa 8 hingga 12 pucuk meriam. Pangkat Loder-Symonds pun naik menjadi kapten efektif, namun di lapangan dia bertindak layaknya seorang mayor sementara.
Sedari 1941-1942, Libya adalah medan tempur penting bagi pasukan Sekutu pimpinan Jenderal Bernard Law Montgomery (1887-1976) melawan pasukan Jerman di bawah Jenderal Erwin Rommel (1891-1944). Perang gurun itu dianggap perang yang menentukan Afrika Utara.
“Rommel memerintahkan Divisi Cahaya ke-5 untuk merebut Tobruk pada malam tanggal 13/14 April (1942). Pada malam itu Baterai B/O, di bawah salah satu dari banyak komandan baterai gurun pasir yang brilian pada saat itu, Robert Loder-Symonds, dilaporkan membubarkan infanteri musuh dengan tembakannya,” catat Sir Martin Farndale dkk dalam History of the Royal Regiment of Artillery.
RG Loder-Symonds dapat bintang karena perang di Tobruk. Koran Newcastle Sun edisi 5 Agustus 1944 memberitakan, Mayor RG Loder-Symonds mendapatkan bintang The Distinguished Service Order (DSO) (Februari 1942), Military Cross (Juli 1941), dan BAR (Agustus 1942). Dalam pertempuran di sana, dia bertemu pasukan Selandia baru. Saat memimpin baterainya dia berusaha memastikan tak ada bawahannya yang terluka atau tertinggal di wilayah pertempuran.
Dari Tobruk, resimen Robert Loder-Symonds bergerak ke El Alamien. Satuan itu mengawal gerak maju pasukan lapis baja. Inggris dan sekutunya di bawah Montgemory akhirnya memenangkan El Alamien.
Setelah pertempuran penting di Front Afrika Utara itu pangkatnya terus naik, meski sifatnya sementara dan bukan efektif. Akhir 1943 dia sudah menjadi major (war sub) alias mayor dalam keadaan perang saja. Pada 1944, dia sudah diangkat menjadi Acting Kolonel dan pada 29 September 1944 menjadi Acting Brigadir namun pangkat sementaranya adalah letnan kolonel dan pangkat efektifnya masih terhitung kapten.
Sedari awal 1944 hingga musim gugur 1945, dia sempat menjadi komandan di Resimen Anti Pesawat. Pada 29 Maret 1945, pangkat kolonel sementaranya keluar. Namun RG Loder-Symonds lebih sering dianggap brigadier, yang dalam kemiliteran Indonesia setara brigadir jenderal.
Setelah Front Eropa selesai, sekitar November 1945 RG Loder-Symonds ditugaskan ke Asia dengan penempatan tugas di Surabaya. Dia pemimpin artileri di sana. Koran Het Dagblad tanggal 13 November 1945 menyebut Loder-Symons dipilih secara khusus oleh Jenderal Mansergh dan pergi ke Surabaya sebagai komandan Artileri Kerajaan.
Ketika kota itu akan digempuri oleh militer Inggris, orang Indonesia melawan. Pertempuran pun pecah.
Pada 10 November, Loder-Symonds bersama FO Osborne lepas landas dengan pesawat Mosquito dari Lapangan Udara Morokrembangan untuk mengintai sasaran artileri dari udara. Namun, penerbangan itu justru berakhir ketika baru dimulai.
“Pesawat yang ditumpangi oleh Brigadir Jenderal Symonds dan Letnan Osborne langsung terbakar dan menyebabkan keduanya tewas seketika,” ujar Panglima Tentara Inggris di Jawa Timur Mayor Jenderal EC Mansergh, dikutip Het Dagblad van Bataviaasch, 13 November 1945.
Tewasnya Loder-Symonds menambah panjang daftar jenderal Inggris yang tewas di Surabaya. Beberapa hari sebelumnya, Brigadir AWS Mallaby malah terbunuh.
Kendati pihak Indonesia mengklaim pesawat yang ditumpangi Loder-Symonds terbakar karena tembakan para pejuang “Kiblik”, pihak Inggris keukeuh insiden tersebut sebagai murni masalah teknis. Sepuluh hari setelah kematian Loder-Symonds, Het Dagblad edisi 20 November 1945 memberitakan bahwa pihak Inggris menyebarkan berita dari ANETA yang mengutip laporan Royal Air Force (RAF) yang menyebut: Masquitos terbukti kurang cocok di iklim tropis sehingga lemnya meleleh, menyebabkan lapisan tipis kayu penyusun sayapnya retak.