Masuk Daftar
My Getplus

Pembantaian Gardelegen, Pembantaian Terakhir di Perang Dunia II

Para tawanan sipil dari berbagai negara dibantai di Gardelegen oleh Nazi saat kota itu sedang dicoba direbut pasukan Sekutu. Ditemukan tak sengaja oleh pasukan Sekutu.

Oleh: M.F. Mukthi | 15 Apr 2021
Para jasad korban pembantaian di Gardelegen (Repro "With the 102d Infantry Division Through Germany")

Jerman, 15 April 76 tahun silam. Mendengar kabar adanya pembantaian di pinggiran kota kecil Gardelegen, Harold P. Leinbaugh, prajurit dari Kompi K/Rifle Batalyon ke-333 Division Infantry ke-84 AD Amerika Serikat (AS), langsung pergi menuju lokasi. Kabar yang didengarnya itu ternyata bukan isapan jempol belaka. Di sebuah gudang jerami yang jadi tempat pembantaian, dia mendapati pemandangan mengerikan sekaligus bau menyengat.

“Di dalam gudang, para prajurit GI menempelkan sapu tangan basah ke wajah mereka –bau daging terbakar sangat menyengat,” ujarnya dalam otobiografi yang ditulisnya bersama John D. Campbell, The Men of Company K: The Autobiography of a World War II Rifle Company, 333rd Infantry 84th Division.

Bau daging terbakar itu merupakan bau dari daging tawanan yang dibakar hidup-hidup. Mereka, kebanyakan warga Soviet, sebelumnya dipekerjakan Nazi.

Advertising
Advertising

“Ada mayat yang baru saja dibakar dengan sangat parah. Beberapa dari mereka memakai baju bergaris, seingat saya,” kata Howard S. Hoffman, prajurit Kompi C di Batalyon Chemical Mortar Ketiga AD AS, dalam memoarnya yang ditulis bersama Alice M, Archives of Memory: A Soldier Recalls World War II.

Pemandangan mengerikan yang dilihat Leinbaugh dan Hoffman itu terjadi di kota kecil Gardelegen, terletak di tengah perjalanan antara Hanover dan Berlin. Gardelegen dijadikan bagian dalam kampanye Elba yang dilancarkan pasukan Sekutu dalam mencapai Berlin di fase akhir Perang Eropa.

Sejak menyeberangi Sungai Rheine, pasukan AS yang ditulangpungguni Tentara ke-3 pimpinan Jenderal George Patton terus bergerak ke timur. Kendati disambut pertempuran demi pertempuran dahsyat, laju mereka tak terbendung. Sementara, pasukan Uni Soviet terus mendekati wilayah Jerman dari arah timur.

“Pasukan ini (Tentara ke-3 AD AS, red.) menyeberangi Sungai Rhine dan akhirnya bertemu Rusia di Sungai Elba pada bulan April,” kata Hoffman.

Baca juga: Pertempuran Natal

Posisi Jerman di Gardelegen terjepit di antara dua raksasa. Kota itu dipertahankan oleh garnisun Luftwaffe (AU Jerman) di bawah pimpinan Kolonel Von Einem. Mereka berupaya mempertahankan kota itu lantaran terdapat lapangan udara. Ketika Residen ke-405 dan 406 Divisi Infantri ke-102 dan Divisi Lapis Baja ke-5 AD AS tiba di muka Gardelegen pada 14 April pagi, mereka menyambut dengan dua pertempuran sengit yang berlangsung hingga hingga malam. Atas saran Letnan Emerson Hunt, perwira penghubung Yon Tank ke-701 dengan Divisi Infantri ke-102 “Ozark” AD AS yang ditawan Jerman, garnisun Jerman menyerah malam itu juga.

Kendati Gardelegen telah direbut, para prajurit AS tetap berpatroli di Gardelegen dan sekitarnya pada 15 April. Keadaan dianggap masih belum aman sepenuhnya. Patroli bahkan diperluas ke timur sampai jalan raya Osterburg-Stendal.

Dalam patroli pada 15 April itulah pasukan batalyon ke-2 Resimen 405 AD AS dibuat bingung oleh hal janggal yang mereka lihat di sekitar lapangan terbang. Beberapa mayat berseragam penuh luka tembak dan hangus terlihat di sebuah gudang jerami di sebuah bukit yang menghadap lapangan terbang. Lantaran penasaran, beberapa prajurit lalu mengecek lebih jauh dan mendapatkan lima mayat lagi tergeletak di sebuah lubang. Ketika akhirnya pintu kayu besar gudang dibuka, asap dan bau daging terbakar segera meyeruak.

Baca juga: Pembantaian Penduduk Desa Kondomari oleh Serdadu Jerman-Nazi

 “Tubuh hangus dan berasap dari apa yang mereka perkirakan setidaknya tiga ratus orang. Di sini orang Polandia, orang Prancis, Belanda, Belgia, Amerika, bahkan Jerman sengaja dibakar hidup-hidup,” tulis Allan H. Mick dan Infantry Division 102nd dalam With the 102d Infantry Division Through Germany.

Pembantaian Terakhir

Mendengar makin dekatnya pasukan Sekutu dari barat dan timur, pimpinan SS Jerman segera mengevakuasi lebih dari 2000 tawanan bermacam bangsa –Prancis, Soviet, Polandia, Hungaria, Belanda, Amerika, bahkan sipil Jerman– di Kamp kerja-paksa Mittelbau-Dora, Thuringia. Mereka yang dievakuasi itu sebelumnya dipekerjakan di sebuah pabrik suku cadang pesawat.

Mereka dievakuasi menuju Hanover menggunakan kereta barang dengan minim logistik. Namun karena gencarnya bombardir Sekutu yang mengakibatkan terputusnya jalur rel, evakuasi hanya mencapai Mieste. Dari Mieste, mereka dipaksa berjalan kaki 12 kilometer menuju Gardelegen. Mereka yang tumbang akibat kelelahan langsung ditembak di tempat.

Pada 12 April 1945, tinggal 1100 lebih sedikit tawanan yang berhasil mencapai Gardelegen. Mereka lalu dikumpulkan di sekitar rumahsakit. Di sana, para personil SS yang dibantu milisi Volkssturm, Hitlerjugend, dan pasukan pemadam kebakaran setempat kemudian memisahkan 300 tawanan sipil Jerman untuk dilatih guna dijadikan penjaga tawanan. Sebagai imbalan atas kesediaan mereka, pasukan SS menjanjikan pembebasan.

Keesokannya, atas perintah Kreisleiter (pengawas negeri) Gerhardt Thiele, para tawanan digiring ke sebuah gudang pertanian besar di dekat lapangan terbang. Malamnya, mereka dikumpulkan di dalam gudang dengan penjagaan ketat. Mereka lalu diperintahkan untuk duduk.

Saat mereka duduk itulah jerami yang ada di sekitar mereka disiram bensin. Para personil SS kemudian memerintahkan para penjaga dari tawanan sipil Jerman masuk ke gudang.

“Mereka hanya punya waktu lima menit untuk merenungkan nasib mereka sebelum seorang kopral SS membuka pintu dan sambil tertawa melemparkan korek api ke jerami. Dia berumur enam belas tahun. Lima puluh atau enam puluh tahanan bergegas ke sisi seberang gedung. Sebuah pintu terbuka. Ada gerakan cepat menuju kebebasan –gerakan singkat itu diakhiri dengan tembakan senapan mesin. Sementara yang lain berhasil memadamkan jerami yang menyala dengan tangan kosong,” tulis Allan H. Mick.

Baca juga: Pembantaian Nazi di Gua Ardeatine

Melihat suasana gudang masih gaduh, beberapa personel SS kembali masuk dan melemparkan granat. Ledakan granat membuat kebakaran di gudang makin besar. Para personel SS itu pun keluar setelah yakin api tidak terkendali. Pintu lalu ditutup dan dipalangi.

Dalam kekacauan di dalam gudang itu seorang tawanan bernama Bondo Gaza, musikus asal Hungaria, terus meringkuk di sudut gudang sambil terus menggali lubang di bawah pintu bersama seorang rekan dan satu tawanan asal Polandia. Beberapa tawanan lain juga melakukan hal sama untuk bisa keluar dari gudang. Seorang tawanan berhasil membuat lubang dan melewatinya namun dia akhirnya meninggal. Sekira pukul 21, satu jam dari sejak memulai penggalian, Gaza dan kedua rekannya berhasil membuat terowongan.

Rekannya asal Polandia keluar lebih dulu diikuti Gaza dan rekannya. Namun begitu sampai di luar, seekor anjing penjaga mendatangi mereka. Kendati mereka sudah pura-pura mati, anjing itu tetap menggonggong sehingga seorang penjaga pun mendatanginya. Tawanan Polandia itu langsung ditembak mati.

“Di belakangnya terbaring Gaza dengan muram menunggu giliran. Sekali lagi dia beruntung. Anjing dan tuannya kembali ke sisi seberang gudang. Gaza dan rekannya kemudian merangkak sejauh dua mil ke sebuah rumah pertanian yang rusak,” sambung Mick.

Sementara Gaza dan rekannya berjuang, seorang tawanan asal Prancis juga terus berjuang seorang diri. Dia tidak terbakar karena terlindung oleh tumpukan mayat. Dia menyaksikan ketika beberapa rekan tawanan yang masih hidup ditembak pasukan SS yang datang kembali pagi keesokannya. Entah bagimana caranya, tawanan itu akhirnya bisa selamat. Tawanan itulah yang ditemui Lainbaugh ketika mendatangi gudang.

“Malam itu Leinbaugh makan dengan seorang komando Prancis, seorang perwira angkatan laut yang telah terjun payung ke Prancis yang diduduki sebelum D-Day sebagai penyabot. Dia adalah satu-satunya yang selamat… [dan] telah merangkak ke pintu untuk bernafas dan menumpuk tubuh di atas dirinya sendiri untuk menghindari kobaran api,” tulis Leinbaugh dan Campbell.

Pagi 14 April, para personel SS langsung mengerahkan penduduk untuk menggali parit besar di sekitar gudang dan mengubur sisa-sisa mayat dan semua yang bisa dijadikan bukti. Pekerjaan itu belum selesai ketika pasukan batalyon ke-2  Resimen 405 Divisi Infantri ke-102 AD AS menemukan gudang itu pada 15 April.

Baca juga: Pembantaian Nazi di Kedros, Yunani

Dari investigasi singkat dan keterangan tujuh tawanan yang selamat, pasukan AS akhirnya mengetahui pembantaian di gudang itu. Media-media Barat, termasuk Life, ramai memberitakan pembantaian itu. Panglima Divisi Infantry ke-102 Mayjen Frank Keating lalu memerintahkan penduduk diarak ke gudang untuk melihat kekejaman fasis yang terjadi di lingkungan tempat tinggal mereka. Keating lalu memerintahkan mereka menguburkan secara layak para korban pembantaian itu. Dari tiga ratus-an korban yang berhasil diidentifikasi, Keating memerintahkan agar di atas pusara masing-masing diletakkan salib dan bintang daud. Di depan permakaman yang dibuat menurut standar permakamanan militer Amerika itu lalu didirikan papan peringatan.

“Di sini terbaring 1016 tawanan perang Sekutu yang dibunuh para penculik mereka. Mereka dimakamkan oleh warga Gardelegen, yang diberi tanggung jawab bahwa kuburan ini selamanya harus dijaga kehijauannya sebagaimana jiwa-jiwa malang ini akan dikenang di hati orang-orang yang mencintai kemerdekaan di manapun,” demikian bunyi papan peringatan yang ditulis dalam bahasa Inggris dan Jerman itu.

TAG

perang dunia nazi jerman

ARTIKEL TERKAIT

Pangeran Bernhard, dari Partai Nazi hingga Panglima Belanda Kisah Putri Bangsawan India Jadi Mata-mata Inggris (Bagian II) Kisah Putri Bangsawan India Jadi Mata-mata Inggris (Bagian I) Momentum Bayer Leverkusen Akhir Pelarian Teroris Kiri Cerita Tak Biasa Mata-mata Nazi Dua Kaki Andreas Brehme Nasib Tragis Sophie Scholl di Bawah Pisau Guillotine JJ Nortier Kabur dari Nazi ke Front Pasifik Sisi Lain Der Kaiser Franz Beckenbauer