LANTARAN diserang, polisi India terlibat adu tembak dengan gerilyawan Maois di distrik Sukma, selatan negara bagian Chhattisgarh, India. “Mereka menembak mati sedikitnya sembilan gerilyawan Maois,” demikian diberitakan bbc.co.uk (16/4/2013).
Konflik bersenjata bukan kali ini saja terjadi. Pada April 2010, gerilyawan Maois menyergap patroli tentara di sebuah hutan di Chhattisgarh, menewaskan 76 tentara. Ini dianggap serangan terburuk Maois terhadap pasukan keamanan India.
Perlawanan gerilyawan Maois sudah berakar sejak era kolonialisme Inggris. Penyebab utamanya ketidakadilan. Penduduk miskin, mayoritas petani penggarap atau buruh, dihisap kolonisator atau kaum kaya yang menjadi kepanjangan tangan kolonialis. Partai Komunis India (CPI), yang berdiri pada 1920-an, kemudian menggerakkan mereka untuk melakukan perlawanan.
Satu dasawarsa kemudian, CPI membangun kerjasama dengan unsur radikal dari Partai Sosialis Kongres dan Partai Kongres. Kekuatan mereka bertambah. Mereka terus bergerak ke pedalaman untuk melancarkan sabotase hingga perlawanan bersenjata.
Namun, bibit perpecahan muncul dalam tubuh partai. Terutama setelah India merdeka pada 1947. Penyebabnya, perbedaan pendapat antara pendukung dan penentang kerjasama dengan kaum borjuis, yang memegang kekuasaan. Kegamangan sikap mereka terlihat jelas ketika pemeritahan Jawaharlal Nehru, yang sosialis-demokratis, meminta bantuan dari Uni Soviet untuk memajukan perekonomian dengan sasaran reformasi agraria dan swasembada.
“Di satu sisi CPI setuju tapi di sisi lain memperkuat diri sebagai kekuatan oposisi,” tulis Alpa Shah, “India Burning: The Maoist Revolution,” dimuat dalam A Companion to The Anthropology of India karya Isabelle Clark-Deces.
Orang-orang yang tak puas juga mempersoalkan reformasi agraria Nehru yang tak menghilangkan zamindari, sistem kepemilikan tanah oleh bangsawan.
Ketika Nehru meninggal pada 1964, perpecahan tak bisa dihindari. Para penentang kerjasama dengan borjuis lalu mendirikan Partai Komunis India-Marxis (CPI-M). Pada 1967, Charu Mazumdar, pemimpin faksi radikal ultrakiri di CPI-M dan pendukung ideologi politik Mao Zedong, memimpin serangan bersenjata terhadap tuan-tuan tanah di desa Naxalbari, Benggala Barat. Serangan ini bertentangan dengan pendirian CPI-M, yang memimpin pemerintahan Front Persatuan di negara bagian tersebut.
Terjadi perpecahan. Mazumdar membentuk gerakan Naxalite, yang kemudian mendirikan All India Coordination Committee of Communist Revolutionaries (AICCCR) pada 1968 dan memisahkan diri dari CPI-M. Setahun kemudian, ICCCR melahirkan Partai Komunis India (Marxis-Leninis). Mereka lalu melancarkan perlawanan di seluruh negeri. Melalui perang gerilya, mereka ingin menghapus tatanan feodal, membebaskan kaum miskin dari cengkeraman tuan-tuan tanah, dan melaksanakan reformasi tanah.
Namun, satu faksi komunis di belakang Dakshin Desh menolak bergabung dengan partai komunis yang baru. Mereka kemudian dikenal dengan nama Maoist Communist Centre (MMC), kemudian pada 2004 membentuk Partai Komunis India (Maois).
Dalam perjuangannya, Maois tak mau menggunakan jalur parlemen. Mereka menganggap pemerintah India masih semifeodal dan semikolonial. Mereka konsisten dengan perjuangan bersenjata, mengorganisasi dan menggerakkan petani tak bertanah dan buruh. Petani, yang jadi inti kekuatan mereka, dihimpun dalam Maoist People’s Liberation Guerilla Army (MPLGA).
Simpati berdatangan dari kalangan jelata. Kampanye Maois terus menyebar. Di Andhra Pradesh, Orissa, dan beberapa tempat lain tuan-tuan tanah diusir, pengadilan rakyat didirikan untuk mendistribusikan tanah, dan program-program pendorong aksi massa terus digalakkan.
Pemerintah India tak pernah diam. Mereka terus berupaya menumpas gerakan Maois. Pada 1970-an merupakan masa represif; banyak pemimpin Maois dipenjara dan dibunuh. Mazumdar meninggal dalam tahanan pada 1972. Pada 2009 pemerintah India mencap Maois sebagai teroris.
Namun, aparat keamanan India tetap belum berhasil menumpas tuntas. Kuatnya dukungan masyarakat lokal membuat gerakan tersebut bisa bertahan, bahkan membesar. Dari 29 negara bagian di India, tulis Alpa Shah, lebih dari setengahnya merupakan wilayah Maois. Kaum Maois juga masih aktif di sepertiga lebih dari 600 distrik di India.