DI antara perkara korupsi yang terjadi di masa awal Orde Baru, perkara yang menjerat Menteri Urusan Bank Sentral Jusuf Muda Dalam termasuk yang santer diberitakan. Selain korupsi, Jusuf didakwa dengan beberapa pidana lainnya seperti subversi dan menyulitkan perekonomian.
Jusuf dituduh menyelewengkan Dana Revolusi. Dengan dana itu dia memiliki kekuasaan untuk mengatur izin alokasi kredit yang diberikan kepada importir. Namun, dana tersebut dia pergunakan untuk memberi kredit dengan cara Deferred Payment Credit (DPC) kepada orang-orang terdekatnya. Antara lain, kucuran kredit kepada aktris Nurbaini Jusuf (PT Ratu Timur Raya) sebesar 2 juta dolar, kredit kepada H. Hasandik (PT Mega) senilai 5 juta dolar, dan kredit 10 juta dolar kepada The Lien Se (CV Tulus Djujur). Dia juga mengucurkan kredit khusus, tanpa agunan, kepada beberapa perusahaan yang totalnya lebih dari 5 miliar rupiah.
Baca juga:
Pejabat Negara dan Skandal Wanita
Dakwaan lain, Jusuf mengimpor senjata api secara ilegal. Dan, Jusuf memiliki enam istri –melebihi peraturan yang hanya mengizinkan pria boleh memiliki maksimal empat istri. Jusuf terkenal “playboy”. Banyak akrtis yang, menurut Nani Nurani Affandi dalam Penyanyi Istana: Suara Hati Penyanyi Kebanggaan Bung Karno, terkenal karena kasus Jusuf Muda Dalam.
Atas semua perbuatannya itu, Mahkamah Agung, melalui putusannya No. 15 K/Kr/1967 tanggal 8 April 1967, menjatuhinya hukuman mati. Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi yang diajukan Jusuf. Entah karena campur tangan siapa, hukuman Jusuf akhirnya sedikit diperingan, dia masuk Penjara Nirbaya. Namun, kondisi buruk penjara dan perlakuan yang diterimanya, Jusuf akhirnya meninggal di penjara.
“Mayoritas patron non militer rezim Sukarno dilenyapkan dari posisi-posisi berwenang,” tulis Richard Robinson dalam Indonesia: The Rise of Capital.
Baca juga:
Sidang Terbuka Jusuf Muda Dalam
Kejatuhan pemerintahan Sukarno mengakibatkan pula keruntuhan kerajaan-kerajaan bisnis klien penguasa waktu itu.
Pengusaha terkemuka seperti Aslam (berdarah Arab Sumatra; kelompok bisnisnya didanai kredit devisa dan izin impor dari penguasa), Markam (mantan perwira AD yang beralih jadi pengusaha dengan bendera PT Karkam; pada masa Konfrontasi memperoleh hak istimewa untuk mengekspor karet dari Sumatra Selatan ke Malaya dan Singapura; sebagai importir, PT Karkam terutama mengimpor jip Nissan dan Semen Asano), dan Mardanus (mantan perwira AL; membangun perusahaan perkapalan bermodalkan kredit BIN) selain ditahan, perusahaannya juga diambil alih PTPP (PT Perusahaan Pilot) Berdikari –perusahaan yang ditunjuk penguasa Orde Baru.
“Dengan kejatuhan patron-patron itu, banyak kelompok bisnis pribumi terkemuka juga kolaps,” tulis Robinson.
Namun, pengadilan atas Jusuf dan menteri-menteri Sukarno lainnya lebih bernuansa politis.
“Pengadilan-pengadilan ini sebenarnya lebih merupakan alat untuk mendiskreditkan presiden yang diwakili para menterinya dan memperlihatkan bahwa ia tidak mempunyai kuasa untuk menyelamatkan rekan-rekannya yang paling setia, dari suatu pengadilan perseorangan,” tulis Harold Crouch dalam Militer dan Politik di Indonesia.*
Majalah Historia No. 2 Tahun I 2012