Karena dianggap telah melakukan pemberontakan, Mayor Jenderal Abdul Haris Nasution memerintahkan menangkap Mayor Boyke Nainggolan. Di Medan, Mayor Boyke telah menguasai kota dengan melancarkan Operasi Sabang Merauke. Aksi pembangkangan Mayor Boyke itu merupakan operasi militer pertama yang mendukung Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).
Nasution sampai harus mendatangkan pasukan khusus dari kesatuan RPKAD (kini Kopassus). Pada 16 Maret 1958, segala persiapan untuk serangan balik sudah rampung. Pagi hari, tanggal 17 Maret, prajurit-prajurit RPKAD menjalankan operasi lintas udara di atas Belawan. Sebagian dari mereka bahkan ada yang tercebur ke laut.
Sembari memantau pergerakan pasukan RPKAD menuju Medan, Nasution terhubung dengan Angkatan Udara (AURI) yang mengawasi dari udara. Komandan AURI setempat sempat melaporkan bahwa ada satu konvoi besar menuju Tanjung Morawa keluar kota. Ia minta perintah dari Nasution, ditembak atau tidak.
Baca juga: Aksi Pembangkangan Boyke Nainggolan
“Saya hanya bisa mengadakan tembakan dengan menghitung-hitung kancing baju saya,” kenang Nasution dalam memoarnya Memenuhi Panggilan Tugas Jilid 4: Masa Pancaroba Kedua.
Nasution menjawab, “Mana saya tahu itu lawan atau kawan. Karena itu jangan tembak. Yang perlu dibungkem adalah stasiun RRI (cabang Medan), supaya tidak ada lagi mengudara pengumuman-pengumuman dari pemberontak!”
Rupanya Nasution salah perhitungan. Keesokan harinya, Gubernur Sumatra Utara Kumala Pontas melayangkan protes dari Medan. “RRI yang telah ada di tangan kita kok di bom!” gerutu sang gubernur. Sebaliknya, konvoi besar itu adalah Mayor Boyke Nainggolan dengan batalyon pendukungnya tengah menuju Pematang Siantar untuk bergabung dengan pasukan lain yang datang dari Tapanuli.
Baca juga: Perburuan Mayor Boyke Nainggolan
Pada 18 Maret 1958, Nasution baru tiba di Medan dengan pesawat Catalina. Di lapangan udara yang sama, satu pesawat tempur jenis Mustang ikut mendarat setelah membantu pengintaian terhadap pasukan Boyke Nainggolan. Nasution menyadari ada pesawat tempur serupa yang tidak ikut mendarat. Kru AURI mengatakan pesawat itu jatuh antara Kabanjahe-Pematang Siantar.
“Melihat pilotnya jalan dengan amat loyo, saya telah merasakan adanya musibah. Saya segera menyambutnya, dan langsung mendengar berita duka,” tutur Nasution.
Menurut Maraden Panggabean dalam otobiografinya Berjuang dan Mengabdi, pesawat itu jatuh akibat pertempuran singkat dengan pasukan Boyke Nainggolan di daerah Bangun Purba. “Akan tetapi banyak dari antara pemberontak yang menyerahkan diri,” ujar Maraden.
Baca juga: Boyke Nainggolan, Tragedi Opsir Terbaik
Pada akhirnya, iring-iringan pasukan Boyke Nainggolan dapat melarikan diri sampai Tapanuli. Mereka selamat karena Nasution keliru sehingga terpaksa menerka lewat hitungan kancing baju. Menurut perhitungan Nasution, tidak sedikit korban yang jatuh andai pesawat bomber B-25 AURI langsung diperintahkan menggempur konvoi pasukan Boyke Nainggolan.
Namun apa lacur. Petunjuk dari kancing baju tidak dapat memenangkan pertempuran. Dalam hal ini, sang mayor lebih beruntung dari si jenderal yang salah perhitungan.