SEBELUM tahun 1886, Hans Christofel bukan siapa-siapa. Dia hanya pemuda dari sebuah dusun di Swiss. Sedari kecil, seperti umumnya bocah, dalam sebuah permainan Hans sangat ingin menjadi kapten dalam permainan itu.
Petualangan ke dunia lain adalah gejolak masa mudanya. Setelah usianya 20 tahun, Hans pernah luntang-lantung di Jerman. Suatu hari di bulan Februari 1886, Hans berada di Hamburg dan tinggal beberapa hari di sana. Di kota itu terdapat konsulat Kerajaan Belanda. Hans menyambanginya untuk mencari peluang berpetualang ke luar Eropa.
Kerajaan Belanda punya koloni jauh yang harus ditertibkannya, namanya Hindia Belanda. Daerah koloni itu bahkan sedang butuh serdadu dari Eropa juga. Hans tertarik sehingga melupakan ajakan kawan-kawannya untuk berpetualang ke Amerika.
“Saya punya pilihan antara Legiun Asing, Hindia Inggris dan tentara Hindia Belanda. Yang terakhir paling tampak bagi saya,” kata Hans Christoffel 54 tahun kemudian kepada koran De Telegraf, 21 April 1940.
Baca juga: Marsose dari Eropa sampai Perang Aceh
Ketiganya adalah tentara kolonial yang siap menerima siapa saja yang cocok jadi serdadu. Legiun Asing, yang menerima para petualang dengan nama dan hidup baru itu, adalah tentara kolonial milik Perancis yang ditempatkan di Djibouti atau Alzajair. Tentara Hindia Inggris ditempatkan di sekitar India. Tentara Hindia Belanda, yang dipilih Hans Christoffel, belakangan dikenal sebagai Koninklijk Nederlandsch Indische Leger (KNIL).
Sekitar 1886, perang kolonial terjadi di Asia dan Afrika. KNIL sendiri sudah terlibat dalam Perang Aceh sejak 1873 dan harus terlibat dalam perang-perang lain dengan seteru lokalnya di Hindia Belanda. Hans Christoffel muda tentu saja menjadi pemuda harapan kompeni.
“Pada tanggal 7 Maret 1886 aku bergabung,” aku Hans Christoffel kepada De Telegraf, 21 April 1940).
Uittreksel uit het Stamboek Officieren Koninklijk Nederlands-Indische Leger atas nama Hans Christoffel koleksi Museum Bronbeek menyebut anak dari Johan Christoffel dan Kathrina Battaglia itu terlahir di Rothenbrummen, 13 September 1865. Middelburgsche Courant edisi 31 Oktober 1905 menyebut daerah kelahirannya disebut juga sebagai Davos dan ayahnya keturunan Belanda sementara ibunya keturunan Romawi.
Baca juga: Demi Gaji Tinggi, Orang Prancis Jadi Tentara KNIL
Jadi, ketika terdaftar sebagai militer, usia Hans baru 20 tahun kurang enam bulan. Stamboek-nya menyebut bahwa Hans adalah serdadu dengan masa kontrak enam tahun dengan uang premi sebesar 200 gulden. Jumlah itu sangat besar di zamannya, mengingat harga beras tidak lebih dari 5 sen.
Seminggu setelah mendaftar, pada 13 Maret 1886, Hans bertola ke Hindia Belanda menggunakan kapal laut SS Drenthe dari Rotterdam. Pada 29 April 1886, lebih dari sebulan berlayar, Hans menginjakkan kakinya di Batavia.
Di kota pelabuhan itu serdadu muda Hans ditempatkan di Depot Batalyon ke-3 KNIL. Sebagai prajurit baru, Hans Christoffel melanjutkan pelatihannya di Batavia, yang oleh lidah orang Indonesia disebut Betawi.
“Sebagai rekrutan, saya langsung ke sekolah kader dan kemudian diperbantukan ke biro militer,” aku Hans Christoffel di De Telegraf, 21 April 1940.
Baca juga:
Hans Christoffel Memburu Panglima Polem
Dalam setahun, Hans naik pangkat menjadi kopral pada 20 April 1887. Sehari setelah naik pangkat, dirinya dikirim ke Keresidenan Ambon Ternate. Pada 21 April 1888, pangkatnya naik lagi menjadi Fourier (setara sersan). Setelah enam tahun berlalu, masa dinasnya diperpanjang lagi dua tahun.
Pada 13 Maret 1892, setelah dinasnya diperpanjang, Hans ditempatkan di Batalyon Infanteri ke-14 KNIL. Tahun-tahun pertama kedinasannya itu, dia tidak merasakan apa yang seharusnya dirasakan tentara, yaitu perang. Dia pun tak merasa seperti tentara sungguhan. Pada 1892, dia mengambil langkah penting dalam hidupnya.
“Enam tahun kemudian saya mengajukan diri ke Aceh. Saya pergi ke sana pada tahun 1892 di bawah Jenderal Dijckerhof,” aku Hans, dikutip De Telegraf, 21 April 1940.
Baca juga: Van Heutsz, Pahlawan di Belanda Penjahat di Aceh
Dia, menurut Stamboek-nya, ditempatkan di Aceh sebagai sersan sejak 29 Juli 1892. Pangkatnya naik lagi, menjadi sersan mayor, pada 21 September 1893. Setelah berada di batalyon infanteri ke-15 dia ditempatkan di batalyon infanteri ke-3.
Pada 1896, Hans dikirim ke Benteng Willem I, Ambarawa, untuk dilatih menjadi Adjudant (Pembantu Letnan). Dia kembali ke Aceh pada 1898 dan berada di bawah pimpinan Jenderal Van Heutsz. Ketika kembali dia sudah menjadi Onderluitenant (letnan muda). Dia ditempatkan di batalyon infanteri ke-2 pada Mei 1898, lalu batalyon infanteri ke-7 pada Oktober 1898, batalyon infanteri ke-12 pada Februari 1899 dan kembali ke batalyon infanteri ke-3 pada 4 Desember 1899.
Meski sudah di Aceh, Hans belum banyak dikenal pada sebelum pergantian abad XIX ke XX. Setelah pindah-pindah batalyon infanteri, pada 30 Juni 1902 Hans ditempatkan ke dalam Korps Marsose Jalan Kaki. Ia pun kerap berada di Aceh, kecuali jika diikutkan dalam ekspedisi militer sulit di daerah lain.*