Masuk Daftar
My Getplus

Cinta Ditolak, Mandor Bertindak

Dipantik Osaki, mandor Jepang yang jadi biang kerok, orang-orang Dayak yang sejak awal tidak suka tentara Jepang, meradang. Perang melawan Jepang terjadi di daerah Sanggau.

Oleh: Petrik Matanasi | 25 Jan 2024
Pang Suma, tokoh Dayak yang memimpin perlawanan terhadap tentara pendudukan Jepang. (Repro "Kissah Kepahlawanan Pang Suma")

Gadis Dayak Desa itu begitu mempesona di mata Osaki, orang Jeoang terpandang di Sanggau, Kalimantan Barat. Osaki yang seorang mandor sangat ingin segera mengawininya. Kala itu Sanggau dan seluruh wilayah Nusantara dikuasai tentara pendudukan Jepang.

Gadis itu bernama Linggan. Ia putri dari Adjoen alias Pang Linggan.

Cinta Osaki bertepuk sebelah tangan. Keluarga Pang Linggan menolak niatan Osaki yang ingin memetik Linggan sebagai pasangannya.

Advertising
Advertising

“Karena melihat sikap dari keluarga gadis Linggan itu tetap saja menolak permintaanya, maka timbul marah si Osaki. Ia mengancam akan memancung leher Pang Linggan alias Ajun ayah si gadis itu,” catat S. Jacobus E. Frans L. dalam Sejarah Perang Majang Desa Melawan Jepang.

Pang Linggan yang tahu Osaki punya rencana jahat padanya, memilih pulang dulu ke rumah keluarganya di Sungai Nanga, tempat keluarganya berkumpul. Alih-alih membuat takut orang-orang Dayak Desa, kedatangan Pang Linggan malah membuat mereka jadi siaga penuh untuk perang. Termasuk Menara alias Pang Suma yang merupakan paman Pang Linggan.

Sehari setelah pertemuan keluarga, sekitar 13 Mei 1945, Pang Linggan dengan ditemani Pang Suma, Pang Sonja, Pang Dosi, Aji, Etang, dan Pinjun mendatangi Osaki di Sekucing, Meliau. Mereka justru mendapat perlakuan ganas dari Osaki, yang berusaha menghajar tamunya dengan popor senapan. Mereka pun menantang Osaki berkelahi.

Osaki menerima tantangan itu. Namun lantaran tak melawan dengan gigih, Osaki dengan mudah dibunuh oleh Pang Suma dan Pang Linggan. 

Sebuah upacara adat kemudian diadakan oleh orang-orang Dayak di Sekucing Labai, Nek Raong, Nek Bindang dan sekitarnya. Pesta Notong diadakan. Orang-orang Dayak itu pun bersiap melawan orang-orang Jepang yang menurut mereka sudah berlaku semena-mena. Para pekerja di perusahaan-perusahaan Jepang kala itu disuruh berhenti bekerja. Orang-orang pedalaman pun datang. Perang melawan orang Jepang pun dimulai.

Sebelum perang yang dikobarkan Pang Suma dan Pang Linggan itu, di Kalimantan Barat militer Jepang sudah melakukan pembantaian yang memakan banyak korban sekitar 28 Juni 1944 yang dikenal sebagai Peristiwa Mandor. Sikap militer Jepang ini membuat tentara Jepang tidak disukai rakyat.

“Perlawanan rakyat itu dipimpin oleh Pang Suma, seorang pemimpin Suku Dayak yang besar pengaruhnya di kalangan suku-suku di daerah Tayan dan Meliau serta sekitarnya,” tulis Sutrisno Kutoyo dkk. dalam Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Kalimantan Barat.

Pihak Jepang tentu khawatir dengan keadaan itu. Sepasukan tentara Jepang lau dikerahkan melawan orang-orang Dayak yang dipimpin Pang Suma. Letnan Kempeitai Nagatani memimpin upaya tentara Jepang dalam memadamkan perlawanan Pang Suma dan pengikutnya itu. Namun, ia justru dibuat tewas.

Pada  24 Juni 1945, orang-orang Dayak itu menyerbu ke kantor administrasi dan distribusi di Maliau. Setelah beberapa hari menduduki instalasi itu, pada 29 dan 30 mereka diusir dari oleh pasukan tempur Angkatan laut Jepang yang dibantu Heiho (Pembantu tentara). Tentara Jepang yang sempat terusir dari Meliau pada 14 Juli, berusaha merebut Meliau lagi pada 17 Juli 1945.

Dalam pertempuran 17 Juli 1945 itu, Pang Suma berhasil menewaskan seorang sersan Jepang. Namun dia akhirnya tertangkap. Setelah tertangkap, Pang Suma dibunuh oleh tentara Jepang. Begitu juga Pang Linggan.

Beberapa tahun setelah kematian Pang Suma dan Pang Linggan, pemerintah Kerajaan Belanda —yang jadi musuh Jepang dalam Perang Dunia II— yang kagum dengan perlawanan keduanya memberi sebuah kehormatan. Melalui Koninklijk Besluit 27 Januari 1947 nomor 75, Pang Suma dan Pang Linggan dianugerahi Bronzen Leeuw alias Singa Perunggu.

TAG

masapendudukanjepang pendudukan jepang kalimantan

ARTIKEL TERKAIT

Poorwo Soedarmo Sebelum Jadi “Bapak Gizi” Susu Indonesia Kembali ke Zaman Penjajahan Ulah Mahasiswa Kedokteran yang Bikin Jepang Meradang Mahasiwa yang Menolak Militerisme Jadi Orang Sukses Melihat Tentara Hindia dari Keluarga Jan Halkema-Paikem Prabowo Berenang di Manggarai KNIL Jerman Ikut Kempeitai Gara-gara Batang Pohon, Kapten KNIL Quant Tewas Mengulik Sejarah Suku Dayak Iban di Sarawak Alkisah Eksotisme dan Prahara Sarawak lewat Rajah