Masuk Daftar
My Getplus

Calon Insinyur Gugur dalam Pertempuran

Susanto ditembak dan dilindas tank Belanda. Cita-citanya menjadi insinyur pertanian dilanjutkan kekasihnya.

Oleh: Amanda Rachmadita | 08 Agt 2022
TRIP Jawa Timur. (Blog Djokja1945).

Setelah Indonesia merdeka, Belanda kembali datang untuk menguasai bekas koloninya. Para pelajar terpanggil untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan. Salah satunya, Susanto, pelajar Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) di Malang. Ia bergabung dengan Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) di Jawa Timur sebagai komandan Batalion 5000 yang berkedudukan di Malang.

Moehkardi dalam Bunga Rampai Sejarah Indonesia dari Borobudur hingga Revolusi Nasional menyebut embrio TRIP telah terbentuk di Surabaya pada Oktober 1945. Para pelajar SMP dan SMA ikut dalam aksi melucuti senjata tentara Jepang pada akhir September 1945 di Surabaya. Di bawah pimpinan Mas Isman dibentuk pasukan pelajar SMP dan SMA di Jalan Darmo, Surabaya.

Mulanya pasukan ini bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR) Pelajar. Mengikuti perubahan BKR menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan Tentara Republik Indonesia (TRI), maka pada awal 1947, Mas Isman dan kawan-kawannya membentuk TRI Pelajar di Malang. Pasukan itu dikenal sebagai TRIP dan para pelajarnya disebut Mas TRIP.

Advertising
Advertising

Baca juga: Sekolah Masa Revolusi

TRIP Jawa Timur mendapat respons positif dari para pelajar yang sebelumnya telah bergabung dalam berbagai kesatuan perjuangan. Setelah konsolidasi pasukan, TRIP Jawa Timur memiliki lima batalion: Batalion 1000 di Mojokerto dipimpin oleh Gatut Kusumo, Batalion 2000 di Madiun dipimpin oleh Surachman, Batalion 3000 di Kediri dipimpin oleh Sudarno, Batalion 4000 di Jember dipimpin oleh Mukarto, dan Batalion 5000 di Malang dipimpin oleh Susanto.

Ketika Belanda melancarkan Agresi Militer I pada 21 Juli 1947, TRIP Malang mendapat tugas mempertahankan sektor barat Malang. Pimpinan TRIP membagi pasukannya dalam empat kelompok. Kelompok KI.A terjadi atas pelajar SPMA dan SMP mengambil posisi di Jalan Ijen Utara. Kelompok KI.B terdiri atas pelajar SPMA, SMP, dan Sekolah Pertanian, serta sejumlah mahasiswa dan anggota staf markas pusat TRIP mengambil posisi di markas Batalion 5000 di Jalan Salak. Kelompok KI.C yang merupakan anggota Peleton 5203 dan terdiri atas pelajar SPMA mengambil posisi di sebelah barat lapangan pacuan kuda. Terakhir, kelompok KI.D terdiri atas anggota Kompi 3100 mengambil posisi di ujung selatan Jalan Ijen.

Baca juga: Buku Harian Gatut Kusumo yang Hilang

Menurut Moehkardi, selagi pasukan TRIP mengatur posisi, pimpinan Divisi memutuskan untuk menarik mundur pasukan ke luar kota. Keputusan itu tidak diteruskan ke kesatuan lain, sehingga saat tentara Belanda tiba, pasukan TRIP dan pasukan Polisi P3 tetap bertahan di Malang, sementara pimpinan Divisi telah mundur ke Kediri.

Pada Kamis, 31 Juli 1947, Belanda mengerahkan pesawat pengintainya, Si Capung, untuk mengamati posisi pasukan TRIP di sektor barat kota. Tak lama kemudian muncul pesawat Mustang melepaskan tembakan ke lokasi pasukan TRIP. Beruntung tak ada korban. Pasukan TRIP kemudian dikejutkan dengan bunyi letusan senjata dari jarak dekat.

“Tembakan tersebut ternyata datang dari pasukan Belanda yang tiba-tiba telah muncul di Simpang Lima, Jalan Ijen, yang berjarak hanya beberapa puluh meter dari tempat kedudukan pasukan TRIP di Jalan Salak,” tulis Moehkardi.

Baca juga: Slebew, Slang, dan Walikan

Serangan mendadak pasukan Belanda itu membuat panik anak-anak TRIP. Pasalnya, banyak di antara mereka belum berpengalaman dalam berperang. Sementara itu, pasukan Belanda yang terdiri dari Brigade KNIL dan Brigade Marinir dengan mengendarai tank AM-Track (sejenis tank amfibi) dan brencarier telah memasuki Kota Malang tanpa perlawanan yang berarti. Pasukan Belanda bergerak dari arah timur dan barat untuk menjepit posisi pasukan TRIP di Jalan Salak.

Moehkardi menyebut posisi yang paling gawat dialami Kelompok B yang berada di markas batalion TRIP di Jalan Salak. Kelompok ini yang pertama menjadi sasaran serangan mendadak pasukan Belanda dari Simpang Lima Jalan Ijen. Akibat serangan mendadak tersebut anak-anak TRIP berlarian ke arah utara. Sembari menghindari tembakan, mereka menyeberangi jalan raya menuju ke lapangan pacuan kuda.

Tak sedikit pelajar yang tewas tertembak saat mencoba menyeberangi jalan. Mereka yang berhasil sampai di sebuah parit di tepi jalan segera mengatur posisi untuk melakukan perlawanan. Namun, tank Belanda yang terus mendekat dan berondongan tembakan pasukan Belanda membuat parit tak bisa lagi menjadi tempat berlindung.

Baca juga: Mengerjai Tentara Pelajar

Dalam keadaan terdesak pasukan Belanda, Susanto, pemimpin Batalion 5000, berusaha membangkitkan semangat kawan-kawannya. “Er zal een wonder gebeuren (akan terjadi suatu keajaiban)” kata Susanto berteriak kepada kawan-kawannya.

Menurut Dukut Imam Widodo dalam Malang Tempo Doeloe, Susanto yang juga ketua Ikatan Pelajar Indonesia (IPI) terus menembak dengan senjata laras panjangnya, Arisaka. Ketika pelurunya habis, ia menggantinya dengan pistol Nambu.

Susanto kemudian mengambil keputusan tak terduga. Dengan pistol di tangan kiri dan granat di tangan kanan, Susanto melompat ke punggung tank Belanda. Namun, belum sempat melemparkan granat, Susanto roboh ditembak dari belakang.

“Tank Sherman itu berhenti. Lalu mundur dan dengan sengaja melindas tubuh Susanto yang seketika hancur. Anak-anak TRIP yang menyaksikan tubuh komandannya digilas tank hanya bisa menundukkan kepala,” tulis Dukut.

Baca juga: Senjata Makan Tuan

Kematian Susanto menjadi duka bagi anak-anak TRIP Malang. Dia dikenal sebagai pemimpin yang kerap membakar semangat kawan-kawannya untuk terus berjuang demi kemerdekaan Indonesia.

Serangan Belanda pada 31 Juli 1947 menjadi pertempuran terakhir Susanto. Pelajar SPMA yang bercita-cita menjadi insinyur pertanian ini pun gugur.

Dukut menyebut cita-cita Susanto kemudian dilanjutkan oleh kekasihnya, Rahayu. Selepas SMA, Yayuk melanjutkan ke Institut Pertanian Bogor. Beberapa tahun kemudian, dia ziarah ke Taman Makam Pahlawan TRIP di Jalan Salak, tempat Susanto dan 34 anggota TRIP dimakamkan, sambil membawa ijazah sebagai sarjana pertanian. Yayuk menunjukkan kepada Susanto bahwa dia berhasil meneruskan cita-cita sang komandan yang pupus karena perang.

TAG

revolusi indonesia malang

ARTIKEL TERKAIT

Jenderal Mata Satu “Berdarah” Bugis Pengemis dan Kapten Sanjoto Rachwono Mendukung RI Ketika Singa Jadi Lambang Kota Malang Slebew, Slang, dan Walikan Cinta Amangkurat I Gempur-menggempur di Malang Timur Perlawanan Laskar Islam Jenderal Belanda Tewas di Lombok Letnan Rachmatsyah Rais Gugur saat Merebut Tank Belanda