Masuk Daftar
My Getplus

Bandoola, Gajah Pahlawan Perang Dunia

Lahir dengan banyak kelebihan, Bandoola melakukan sesuatu yang lebih dibanding gajah-gajah lain.

Oleh: M.F. Mukthi | 14 Jun 2018
Gajah-gajah pekerja di Burma/Foto: Repro buku "Elephant Bill".

EVAKUASI menggunakan gajah terhadap pengungsi asal Desa Awng Lawt, Kachin, Myanmar awal April lalu berhasil menyelamatkan banyak nyawa. Evakuasi tersebut sekaligus menunjukkan pentingnya gajah dalam kehidupan masyarakat Myanmar.

Semasa Perang Dunia II, evakuasi menggunakan gajah telah menyelamatkan ratusan nyawa penduduk sipil dari kekejaman tentara Jepang yang menduduki Burma (kini Myanmar). Evakuasi itu dipimpin Letkol James Howard Williams alias Elephant Bill dan gajahnya yang bernama Bandoola.

Bandoola gajah kuat, cerdas, dan penyayang yang lahir sama dengan Bill, November 1897. “Bandoola satu-satunya gajah yang tercatat dalam buku besar perusahaan karena tak memiliki bekas luka pelatihan,” tulis Vicki Croke dalam Elephant Company: The Inspiring Story of an Unlikely Hero and the Animals. Bekas luka di pergelangan kaki gajah merupakan buah dari kekerasan kheddaring (masa penjinakan) yang dilakukan para uzi (pawang sekaligus pemilik gajah) untuk mendapatkan kesetiaan gajah. Bandoola tak pernah mengalaminya lantaran Po Toke sebagai uzi-nya membesarkannya tanpa kekerasan.

Advertising
Advertising

Namun sebuah perkelahiannya dengan seekor gajah lain di tahun 1920-an membuat Bandoola luka parah. Ia terpaksa menjalani perawatan intensif. Namun justru masa itu jadi momen perkenalannya dengan Bill, yang sedang belajar gajah kepada Po Toke. Pekerjaan Bill di perusahaan kayu Bombay-Burma Trading Corporation menuntutnya memahami gajah lantaran kesehariannya bakal sering bergaul dengan hewan raksasa itu.

Bandoola menjadi gajah paling disayang Bill. “Ketika mengunjungi kamp dia selalu membawakan manisan untuk Bandoola, mengajak bicara, menggosok kulit (Bandoola, red.) yang perlu digaruk, mengelus tubuhnya, menyeka salep pada kulit lecetnya, dan menepuk-nepuk pinggangnya. Dia telah merawat Bandoola menjadi kembali sehat selama satu tahun penuh,” tulis Vicki.

Bandoola membalas budi baik Bill pada 1927. Kala itu Bill luka parah hingga tak sadarkan diri di pedalaman hutan Bukit Clad. Bandoola dipilih menjadi pengangkut keranjang tempat Bill dibaringkan. Ia membawa Bill keluar hutan menuju instalasi medis terdekat. Bill pun selamat dari maut.

Bandoola tetap setia menemani Bill ketika Burma diduduki Jepang, Maret 1942. “Semuanya berjalan amat buruk, Bombay Burma Corporation segera memberi peringatan bahwa ia mungkin, sebagai perusahaan swasta, harus mengatur evakuasi para pegawai Eropanya beserta keluarga mereka dari Dataran Tinggi Chindwin ke Manipur dan selanjutnya ke Assam,” ujar Bill dalam memoar berjudul Elephant Bill.  Bill dan beberapa gajahnya ikut mengevakuasi perempuan dan anak-anak Eropa –termasuk anak-istrinya– ke Assam, India, April 1942.

Bandoola menjadi satu-satunya gajah ketika Bill, yang kembali masuk militer Inggris, membentuk Kompi Gajah usai balik ke Burma untuk melawan Jepang. Dengan bantuan Harold Browne dan Po Toke plus kerja keras Bill, kompi itu segera berhasil mendapat banyak tambahan gajah. Puncaknya, Kompi Gajah dengan markas di Desa Moreh, pinggiran Tamu di perbatasan Burma-India, memiliki 1600 gajah.

Kompi itu lalu dipercaya Tentara ke-14 untuk membuat jembatan. “Pada 2 Desember 1942, gajah-gajah Williams mulai bekerja membangun jembatan pertama. Mereka lalu membangun lebih dari 100 jembatan sepanjang tahun berikutnya,” tulis Steven Otfinoski dalam Elephant Bill and Bandoola’s Daring Escape.

Kompi Gajah terus bergerak melakukan tugas yang tak bisa dilakukan tentara reguler. Selain membangun jembatan, Bandoola dan gajah-gajah lain rutin melakukan penyelundupan senjata dan memasok obat serta logistik. “Para gajah juga digunakan untuk membersihkan pepohonan yang ditebang untuk membuat lapangan terbang darurat baru. Mereka bekerja berbarengan dengan buldozer. Dalam satu kesempatan, aku melihat mereka bekerja di bawah hujan tembakan,” kata Bill dalam memoarnya.

Aksi-aksi Kompi Gajah amat vital bagi gerak-maju pasukan Sekutu dan berperan penting dalam memenangkan perang. Dalam waktu singkat, reputasi Bill dan Bandoola melesat.

Namun, aksi itu terhenti pada Maret 1944 ketika Bill diperintahkan untuk menyelamatkan gajah-gajahnya keluar Burma karena Jepang sudah menduduki Tamu. Bill dan Bandoola serta 52 gajah lain akhirnya mengevakuasi 200 warga sipil Inggris ke India. Perjalanan sejauh 120 mil itu mereka tempuh berjalan kaki melewati medan berat.

Sempat terhenti di Lembah “kematian” Kabaw pada hari ke-9 akibat jalan terputus oleh tebing-tebing curam, mereka akhirnya nekat memanjat salahsatu tebing setinggi 300 kaki. Bandoola memimpin gajah-gajah lain melakukan hal yang tak mungkin dilakukan gajah normal: memanjat.

Keberhasilan mereka mencapai India akhirnya menuai kagum para petinggi militer Inggris dan publik Barat. Bandoola dan beberapa gajah lain milik Bill lalu diikutsertakan dalam Kampanye Burma yang dilancarkan Kolonel Orde Wingate.

Namun, kepulangan Bandoola ke tanah kelahirannya menghasilkan cerita beda dari sebelumnya. Dia tak ada dalam barisan ketika suatu hari Bill menginspeksi kamp Po Toke. Menurut Po Toke, Bandoola sudah beberapa hari tak tampak. Bill gusar dan langsung memerintahkan orang-orang beserta gajah mereka di kamp itu mencari Bandoola. Upaya itu gagal menemukan Bandoola. Bill merasakan ada yang tak beres.

Lima hari kemudian, Bill kembali mendatangi kamp Po Toke. Dia kaget ketika Po Toke mengabarkan Bandoola telah tewas. Ditemani beberapa prajuritnya asal etnis Karen, Bill langsung menuju sebuah padang rumput. “Di sana terbaring Bandoola, pahlawan defile-ku. Aku hampir tak percaya ketika mataku melihat dia terbaring mati,” tulis Bill. Perasaannya bercampur antara sedih, marah, dan bingung.

Kejanggalan seperti hilangnya gading kanan dan adanya lubang peluru di dahi Bandoola meyakinkan Bill bahwa Bandoola mati tak wajar. Dia curiga pada Pot Toke yang iri kepadanya. Tapi penyelidikan singkatnya atas kematian Bandoola tak memberi jawaban.

Setelah menyimpan gading kiri Bandoola sebagai cinderamata perang paling berharganya, Bill menguburkan Bandoola sebagai pahlawan perang di perbatasan Burma-India. Di pohon jati raksasa dekat makam itu terukir kata-kata: Dipelihara untuk kemanusiaan. Bandoola, lahir 1897. Terbunuh dalam tugas, 1944.

“Kematian Bandoola merupakan misteri yang belum terpecahkan. Apapun rahasianya, ia ikut terkubur bersama tubuh gajah pahlawan yang luar biasa dalam segala hal itu. Bahkan namanya amat tidak umum, yaitu nama seorang jenderal Burma yang gagah berani melawan kami selama Perang Burma yang menghasilkan aneksasi Inggris atas Burma,” tulis Bill menutup memoarnya.

Baca juga: 

Kompi Gajah Bikin Inggris Tak Jadi Kalah
Pura-pura demi Burma Merdeka
Burma dan Kemerdekaan Indonesia
Serdadu Jepang Dimangsa Buaya di Burma

TAG

Bandoola Gajah Elephant-Bill Perang-Dunia Burma Penjajahan-Jepang Inggris Evakuasi

ARTIKEL TERKAIT

Seputar Deklarasi Balfour Pangeran William, Putri Diana, dan Palestina Merpati Terbang untuk Perang Yang Tersisa dari Saksi Bisu Romusha di Bayah Pasukan Jepang Merebut Kuala Lumpur di Musim Durian Ingar-Bingar Boxing Day Ketika Pangeran Inggris Jadi Korban Pencurian Sinterklas Terjun hingga Tumbang di Stadion Sebuah Keluarga Ambon Setelah KNIL Berontak di Jatinegara Jenderal Patton Tampar dan Cekik Anak Buah