Buat kaum milenial yang masih lajang, mencari jodoh bukanlah perkara sulit lagi. Cukup browsing dengan kata kunci “dating” atau sejenisnya, sederet nama aplikasi pencarian jodoh pun bermunculan. Tinder, Bumble, Okcupid, PACAR, Taaruf ID dan masih banyak lagi aplikasi pencarian jodoh yang ada kini.
Melalui aplikasi tersebut kita dapat berkenalan dengan calon jodoh kita dari berbagai latar belakang. Apa yang didapatkan generasi Z dan milenial jelas tak didapat generasi-generasi sebelumnya. Dulu, ada masa ketika muda-mudi yang “kebelet” ingin memiliki pasangan sampai mesti pasang iklan di berbagai media cetak.
Tentu, ada yang tetap “lestari” dalam proses mencari jodoh dari dulu hingga kini, yakni mesti hati-hati. Apa lagi tujuannya kalau bukan untuk terhindar dari salah pilih orang. Faktor kehati-hatian itulah yang selalu dipesankan orangtua kepada anak-anak mereka, baik generasi dulu maupun sekarang, dalam memilih jodoh.
Untuk itulah Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV memiliki tips memilih jodoh idaman. Tips tersebut dituliskannya dalam Serat Waragyagnya, yang ditulis pada 1856 M dalam bentuk macapat Dhandhanggula. Tujuan penulisan serat ini sebagai nasihat untuk putra dan putri Mangkunegara IV.
Baca juga: Lelaki Idaman Perempuan Jawa Kuno
Mangkunegara IV memiliki 32 anak dari enam istri. Berbagai ide dan buah pikirnya tidak hanya diucapkan namun juga dituangkan dalam bentuk karya sastra.
Hal pertama yang diungkapkan oleh Mangkunegara IV dalam Serat Waragyagnya adalah pesan bagi putra-putrinya sebelum menikah. Ia menganjurkan agar tetap menjaga lisan.
“Apabila kelak tiba saat perkawinan, janganlah asal bicara,” tulis Mangkunegara IV dalam bait 2.
Selanjutnya, Mangkunegara IV menekankan untuk putra-putranya, ketika memilih istri harus diperhatikan dengan cara seksama. Jangan sampai terobsesi pada nafsu belaka, karena akan membawa penyesalan. Ia juga menyarankan untuk tidak poligami.
“Ya memang betul jika laki-laki mau, ia memiliki kesempatan, untuk menikah empat kali sehari, mungkin untuk mengikuti keinginan dirinya, namun jangan kamu lakukan itu,” sambung Mangkunegara IV.
Mangkunegara IV juga berpesan agar para putranya tidak mudah terjebak oleh rayuan duniawi. Ada empat perkara yang harus diwaspadai. Pertama, melihat wajah cantik; kedua, menginginkan orang kaya; ketiga, menginginkan kekuasaan, dan yang keempat, karena sering saling berkunjung. Satu lagi yang tidak kalah penting yaitu hati-hati pada perempuan yang merayu dengan memberikan barang-barang seperti rokok, gambir, sirih, dan kain. Hal yang demikian bisa jadi bukan berniat untuk menikah.
Boleh memilih perempuan cantik, kaya, dan berwibawa namun perempuan tersebut harus memiliki karakter dan tabiat baik. Perempuan baik-baik, bukan perempuan bayaran adalah seutama-utamanya perempuan yang pantas dipilih menjadi istri. Perempuan nista hanya akan menurunkan martabat keluarga, menurutnya.
Baca juga: Pernikahan Orang Jawa Kuno
Jika ulasan-ulasan di atas ditujukan kepada laki-laki, Mangkunegara IV juga punya tips untuk putri-putrinya. Di masa tersebut, patriarki masih amat kental di Jawa, terutama di keraton. Seringkali karya-karya sastra kurang memperhatikan kesejahteraan perempuan. Perempuan dituntut hanya untuk menjadi seperti yang diinginkan lelaki tanpa bisa bersuara. Namun, Mangkunegara IV justru berpesan pada putra-putranya supaya senantiasa memperhatikan petunjuk agar dapat memperlakukan istri dengan baik.
“Jangan hanya karena kamu laki-laki, lalu merasa berkuasa terhadap harta milik perempuan,” kata Mangkunegara IV.
Mangkunegara IV punya pandangan dan sikap tak umum di tengah feodalisme yang masih kokoh di keraton Jawa. Ia dikenal sebagai raja yang bervisi jauh ke depan. Modernisasi di Mangkunegaran dialah yang meletakkan batu fondasinya, termasuk di bidang ekonomi.
“Untuk menopang keuangan praja, ia tidak hanya mengandalkan pajak secara tradisional sebagaimana umumnya berlaku di kerajaan Jawa, tetapi mengembangkan perusahaan-perusahaan perkebunan dan industri pengelolaannya untuk menopang perekonomian praja, tulis sejarawan Wasino dalam Modernisasi di Jantung Budaya Jawa: Mangkunegaran 1896-1944.
Baca juga: Tari Gambyong dari Jalanan ke Istana Hingga Pernikahan Modern
Pandangannya yang melampaui sekat-sekat feodal itulah yang membuat Mangkunegara IV punya pandangan berbeda terhadap perempuan. Mangkunegara IV beranggapan perempuan juga berhak memilih dan memiliki sikap untuk memilih pasangan. Tidak boleh menerima begitu saja laki-laki untuk menjadi suami.
Selain harus memilih laki-laki baik, kata Mangkunegara IV dalam tipsnya, perempuan jangan memilih laki-laki yang dicela sesama masyarakat. Orang yang seperti itu biasanya memiliki tabiat buruk. Mangkunegara IV tidak akan membiarkan putrinya dilamar oleh orang dengan tabiat buruk.
“Sungguh hina perempuan yang menikah dengan orang yang tabiatnya jelek tersebut, lebih baik pepohonan yang tidak memiliki anak cucu, begitulah,” tulis Mangkunegara IV.
Baca juga: Empat Tipe Perempuan Jawa Kuno
Baik laki-laki maupun perempuan apabila sudah mantap hati untuk menikah, wajib menjaga hawa nafsu. Jangan sampai melanggar ilmu syariat, membuang harga diri, dan mengabaikan keselamatan.
“Jangan sampai ngawur sehingga menyesal di kemudian hari,” tulis Mangkunegara IV.
Setiap orang di dunia ini memiliki harapan baik yang ingin dicapai. Pada akhirnya, memilih pasangan itu pilihan pribadi, tidak dapat dimusyawarahkan oleh orang lain. Jangan lupa dengan bobot, berasal dari keturunan yang baik, dan dapat memiliki keturunan yang baik pula.
Demikian nasihat-nasihat Mangkunegara IV untuk memilih jodoh. Tertarik mencoba?