Masuk Daftar
My Getplus

Mengecup Hidung, Salam Khas Orang Sawu

Dengan hidung, manusia bernapas. Orang Sawu saling melekatkan hidung mereka sebagai tanda keakraban.

Oleh: Martin Sitompul | 10 Feb 2016
Peter A. Rohi (kanan) melakukan "cium hidung" atau "cium Sawu", salam khas orang Sawu, Nusa Tenggara Timur. (Nugroho Sejati/Historia).

Di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan, perkumpulan orang Sawu sedang menggelar seremoni tabur bunga. Mereka sedang memperingati 83 tahun gugurnya Martijn Paradja, pelaut asal Sawu, dan 21 awak Indonesia, dalam  peristiwa pemberontakan Kapal Tujuh (De Zeven Provincien). Bagi masyarakat Sawu, Martijn dianggap sebagai pahlawan perintis kemerdekaan. Sawu adalah kepulauan yang terletak di bagian selatan Nusa Tenggara Timur.

Dalam perhelatan itu, mereka bertegur sapa dengan cara yang tidak biasa dan unik. Bukan bersalaman ataupun cipika-cipiki sebagaimana lazimnya. Namun sepasang insan yang bertemu, saling mendaratkan kecupan ke hidung satu sama lain. Sekira lima detik dengan tatapan yang lekat, ritual itu berlangsung. Tiap orang Sawu, laki-laki, perempuan, tua, muda tiada terkecuali menjalankan ritual “kecup” itu. Suasana pertemuan pun menjadi hangat dengan rasa kekeluargaan, meski baru kali pertama bersua.

“Itu adat istiadat orang pulau Sawu,” kata sejarawan Peter A. Rohi (1942-2020), yang berasal dari Sawu. Menurut Peter, tradisi cium hidung itu sudah menjadi tradisi turun-temurun sejak lama. Mencium hidung adalah tanda ramah tamah dan persaudaraan. “Sekarang lebih populer dengan istilah ‘cium Sawu’,” kata Peter.

Advertising
Advertising

Baca juga: Cerita Menarik di Balik Pembentukan Provinsi NTT

Mengenai hidung sebagai bagian tubuh yang dikecup, Peter menerangkan bahwa hidung berarti kehidupan. Satu dari panca indra manusia yang digunakan untuk bernapas. Cium Sawu bisa dilakukan oleh siapa saja diantara sesama orang Sawu, tidak mengenal strata sosial, umur, dan jenis kelamin.

“Sekalipun laki-laki dan perempuan bersentuhan (hidung), tak ada kontak seksual di sana,” ujar Peter.

Selain sebagai tanda persaudaraan, mencium hidung juga dimaknai sebagai ungkapan kejujuran dan penghormatan dari muda kepada yang tua.

“Waktu cium hidung itu, mata harus bertemu mata. Tidak boleh mengabaikan pandangan. Mata yang terbuka berarti kejujuran. Dan siapa yang lebih muda dia harus bangun lebih dahulu, mencium yang lebih tua,” kata Barnabas Lois Rame, 67 tahun, Ketua Perkumpulan Sosial Masyarakat Sawu se-Jabodetabek.

Baca juga: Penumpasan PKI di NTT dalam Dokumen Rahasia AS

Dalam konteks sosial yang lebih luas, mencium hidung menjadi indikasi penyelesaian konflik diantara orang Sawu. Bagi orang Sawu, mencium hidung adalah bentuk lain dari permintaan maaf. 

“Dengan mencium hidung sebagai cara untuk pengakuan bersalah maka semua masalah akan dianggap selesai,” kata Peter.

“Tapi kalau orang yang bersalah minta mencium hidung, dan orang bersangkutan membuang muka, artinya permintaan maaf tersebut tidak diterima,” tutup Barnabas.

Sampai sekarang, tradisi mencium hidung masih tetap dilestarikan masyarakat Sawu. Fungsinya saat ini menjadi penanda identitas bagi orang Sawu yang telah banyak berdiaspora.

TAG

ntt

ARTIKEL TERKAIT

Komodo-komodo Hadiah Presiden Soeharto Perjalanan Habitat Ora atau Komodo Menjadi Tempat Wisata Sejarah dalam Pakaian Adat Sawu Penumpasan PKI di NTT dalam Dokumen Rahasia AS Andi Azis, Tambora, dan Hutan Nasib Pelukis Kesayangan Sukarno Setelah 1965 Riwayat Jackson Record Pawang Hujan dalam Pernikahan Anak Presiden Soeharto Mata Hari di Jawa Menjegal Multatuli