Masuk Daftar
My Getplus

Dolly Salim, Penyanyi Indonesia Raya Pertama di Kongres Pemuda

Dalam kumandang perdananya, lagu kebangsaan Indonesia Raya dinyanyikan seorang gadis remaja.

Oleh: Martin Sitompul | 28 Okt 2015
Theodora Athia Salim (Dolly). (Majalah Pertiwi, 19 Oktober-1 November 1987).

Dolly Salim tak menyangka tanggal 28 Oktober 1928 akan menjadi hari bersejarah dalam hidupnya. Bersama Johana Tumbuan, rekannya dari Minahasa, mereka adalah segelintir pemudi yang menghadiri Kongres Pemuda II di Jalan Kramat Raya No 106 Jakarta. Dolly yang bernama lengkap Theodora Athia Salim masih remaja berusia lima belas tahun kala itu. Dia lahir pada 26 Juli 1913.

“Semula saya menolak ajakan mereka. Maklumlah, kami belum memenuhi persyaratan dalam usia sebagai pemuda. Tetapi beberapa teman memaksa saya. Akhirnya saya pun ikut bersama-sama ke Kramat,” tutur Dolly, dikutip majalah Pertiwi, 19 Oktober-1 November 1987.

Meski bukan sebagai anggota kongres, Dolly mewakili organisasi kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij). Natipij berada di bawah naungan Persatuan Pemuda Islam atau Jong Islamieten Bond (JIB), di mana ayah Dolly, Haji Agus Salim berkedudukan sebagai penasihat.

Advertising
Advertising

Baca juga: Jalan Panjang Indonesia Raya

 

Kongres Pemuda II menghasilkan ikrar Sumpah Pemuda. Dalam perhelatan itu, para pemuda anggota kongres yang diutus dari penjuru Hindia Belanda mengikat janji bersatu: bertanah air Indonesia; berbangsa Indonesia; berbahasa Indonesia.

Suasana penuh khidmat itu mendekati akhir. Kongres ditutup dengan memperdengarkan lagu Indonesia Raya karya Wage Rudolf Supratman. Dengan menggesek biolanya sendiri, Supratman memukau seluruh peserta kongres.

“Hadirin segera senang dengan lagu itu dan minta diulang. Dolly, salah satu gadis remaja, putri sulung Haji Agus Salim, menyanyikan lirik lagu tersebut,” tulis Rosihan Anwar dalam Sejarah Kecil Petite Historie Indonesia Jilid 2.

Menurut Dolly Salim, setelah kongres selesai, seseorang memperingatkan pembawa acara supaya ada yang menyanyikan lagu Indonesia Raya. “Saya pun tak mengerti kok pilihan itu tiba-tiba jatuh ke diri saya. Mungkin karena saya kebetulan duduk di barisan terdepan,” kata Dolly.

Baca juga: Indonesia Raya Setelah Sumpah Pemuda

Meski mengaku terkejut, Dolly bersedia melagukan Indonesia Raya. Ada kebanggan dalam dirinya sebagai orang pertama yang menyanyikan lagu tersebut di muka publik.

“Karena tidak ada panggung, saya diberdirikan di atas kursi supaya terlihat oleh seluruh hadirin,” kenang Dolly dalam majalah Tiara, No. 03, Oktober 1982.

Pada momen itu, tutur Dolly, untuk pertama kalinya lagu Indonesia Raya diperbolehkan dengan catatan tanpa perkataan: “Merdeka…Merdeka”. Ancaman represi dari pemerintah kolonial Belanda menyebabkan Supratman harus menggubah lirik asli yang mencantumkan kata “merdeka.”

“Saudara-saudara, lagu ini kita ucapkan dengan perkataan mulia, walau kita tahu sama tahu soal ini,” ujar Supratman sebagaimana diungkapkan Dolly.

Maka dengan suara lantang Dolly berseru: “Indones…Indones…mulia…mulia!” Dia melafalkan lirik lagu itu di luar kepala. Usai Dolly menyanyikan Indonesia Raya, tepuk tangan menggemuruh memenuhi gedung yang bersejarah itu.

Baca juga: Indonees Indonees bukan Indonesia Raya

Sejak itu, nama Dolly disebut-sebut sebagai penyanyi pertama lagu Indonesia Raya. “Itu mungkin karena Pak Sunario (tokoh Sumpah Pemuda). Setiap memperkenalkan saya, beliau selalu menyebutkan: inilah penyanyi lagu kebangsaan Indonesia Raya pada tahun 1928,” kata Dolly.

Dolly tetap bergiat dalam wadah kepanduannya, Natipij. Hingga pada 1932 keluarganya hijrah ke Yogyakarta. Di kota itu, Dolly bertemu tambatan hati, Mr. Soedjono Hardjosoediro yang kelak menjadi rektor Universitas Islam Indonesia Jakarta. Mereka menikah pada 1935 dan dikarunia empat orang anak.

Setelah menjadi Nyonya Soedjono, Dolly aktif dalam Wanita Persahi (Persatuan Sarjana Hukum Indonesia) dan Women’s International Club. Dia meninggal di Jakarta pada 24 Juli 1990.

TAG

sumpah pemuda agus salim

ARTIKEL TERKAIT

Mata Hari di Jawa Menjegal Multatuli Nobar Film Terlarang di Rangkasbitung Genderuwo yang Suka Menakut-nakuti Maqluba Tak Sekadar Hidangan Khas Palestina Eric Carmen dan "All By Myself" Warrior, Prahara di Pecinan Rasa Bruce Lee Yusman Sang Maestro Patung dari Pasaman Menengok Tradisi Sadran di Dua Desa Exhuma dan Sisi Lain Pendudukan Jepang di Korea