Masuk Daftar
My Getplus

Docmart, Sepatu Dr. Martens

Dr. Klaus Maertens membuat sepatu setelah kakinya patah. Awalnya dipakai tentara dan wanita tua, Docmart kemudian dipopulerkan musisi dan disukai muda-mudi.

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 16 Mei 2022
Orang memakai sepatu Docmart atau Dr. Martens. (Kilian Seiler/Unsplash).

Docmart trending topic setelah akun twitter nayla !!!!@mlkyIatte mencuit pada 14 Mei 2022: “buat orang yg bilang docmart sepatu nyaman pls STOP LYING”. Cuitan ini menarik perhatian banyak warganet bahkan sampai menjadi bahan keributan. Memang apa saja bisa jadi bahan war di twitter. Kali ini sepatu Docmart.

Docmart, disebut juga Dr. Martens, Doc Martens, Docs atau DM, merupakan merek sepatu yang belakangan sedang tren di kalangan perempuan muda. Sepatu ini diciptakan oleh Klaus Maertens, dokter tentara Nazi-Jerman selama Perang Dunia II. Setelah perang pada 1945, ketika dia berusia 25 tahun, kakinya patah saat bermain ski. Karena sepatu bot tentara Jerman tidak nyaman dipakai saat kakinya dalam masa penyembuhan, dia membuat sepatu botnya sendiri, meniru sepatu bot tentara dengan menggunakan karet dari ban truk untuk solnya (alas sepatu).

Baca juga: Perjalanan Sepatu dari Zaman Batu

Advertising
Advertising

Dalam situs drmartens.com disebutkan, saat dalam masa pemulihan dari patah kaki, Maertens menciptakan sol berbantalan udara yang unik (bukan sol kulit keras tradisional) untuk membantu pemulihannya. Dia membuat prototipe sepatu dan menunjukkannya kepada seorang teman lama di universitas dan insinyur mesin, Dr. Herbert Funck.

Sementara menurut Margo DeMello dalam Feet and Footwear: A Cultural Encyclopedia, karena sepatu buatannya masih belum cukup nyaman untuk dipakai berjalan, Maertens meminta bantuan seorang teman lama tentara dan seorang insinyur bernama Herbert Funck. Funck menggunakan PVC yang dicetak sedemikian rupa sehingga udara tertahan di kantong karet. Penemuan Funck kemudian dilekatkan pada sepatu menggunakan proses di mana satu sol dijahit ke sepatu, dan sol kedua disegel panas ke lapisan pertama.

Dr. Klaus Maertens (kanan) bermain ski dan prototipe sepatu buatannya. (drmartens.com).

Dipakai Wanita Tua

Maertens dan Funck menilai sepatunya potensial dijual. Mereka menjalin kemitraan dengan menggunakan perlengkapan militer bekas untuk memproduksi sepatu uniknya. Mereka mulai menjual sepatu dengan nama Dr. Maertens pada 1947.

“Pelanggan awal adalah tentara Jerman yang terluka dalam perang, diikuti oleh ibu rumah tangga,” tulis DeMello. Drmartens.com menambahkan, dalam satu dekade bisnis mereka berkembang pesat, kebanyakan menjual sepatu kepada wanita tua. Sol yang nyaman disukai ibu rumah tangga, sehingga 80% penjualan dalam dekade pertama kepada wanita di atas usia 40 tahun.

Dalam Kreativitas dalam Public Relations, Andy Green mengatakan bahwa temuan-temuan hebat sering kali berasal dari keberuntungan, bukan dari ide besar. Temuan disempurnakan oleh perbaikan selangkah demi selangkah, dan tiap langkah itu sendiri merupakan penemuan.

“Coca-Cola awalnya merupakan obat penghilang pengaruh alkohol di pagi hari. Sedangkan sepatu bot Dr. Martens awalnya dipandang sebagai sepatu ortopedik bagi wanita-wanita tua Jerman,” tulis Green.

Baca juga: Kisah Coca-Cola di Bawah Panji Nazi

Dr. Klaus Maertens (kanan) dan iklan sepatu Dr. Martens AirWair yang diproduksi R. Griggs & Company dari Northamptonshire, Inggris. (drmartens.com). 

Pada 1952, Maertens dan Funck membuka pabrik di Munich untuk melayani pasar Jerman yang sedang berkembang. Tujuh tahun kemudian, mereka mengiklankan penemuan sepatu revolusionernya di majalah luar negeri untuk memperluas distribusi. Akhirnya, mereka dihubungi oleh produsen sepatu R. Griggs & Company dari Northamptonshire, Inggris.

“Griggs pernah membuat sepatu bulldog yang dipakai oleh tentara Inggris,” tulis DeMello.

Saat itu, perusahaan Griggs dijalankan oleh generasi ketiga, yaitu Bill bersama saudara laki-lakinya, Ray dan Colin dan putranya Max. “Saat memindai halaman-halaman majalah perdagangan sepatu, mata Bill terpikat oleh iklan Jerman untuk sol bantalan udara yang inovatif,” tulis drmartens.com.

Baca juga: Siong Vo, Legenda Sepatu Bola di Indonesia

Griggs memperoleh lisensi eksklusif dan melakukan beberapa perubahan penting, termasuk perubahan tumit, bagian atas yang bulat namun sederhana, jahitan bilur kuning yang khas, tepi sol beralur dua warna, dan pola sol yang unik. Sepatu bot itu diberi merek “AirWair” dengan slogan “With Bouncing Soles”.

Griggs merilis sepatu pertama yang diberi nama 1460 karena diproduksi pada 1 April 1960. 1460 adalah Docmart yang ikonik; sepatu bot kulit merah atau hitam dengan jahitan kuning di sekitar sol karet.

“Griggs mengubah nama dari Dr. Maertens menjadi Dr. Martens,” tulis DeMello.

Dr. Klaus Maertens dan temannya sedang membuat sepatu pada 1945. (drmartens.com).

Sepatu Kelas Pekerja

Sepatu bot Docmart lahir pada dekade gelombang perubahan yang belum pernah terjadi sebelumnya, ide-ide baru, pergolakan budaya, dan revolusi sosial.

Awalnya sepatu Docmart dipakai oleh tukang pos dan pekerja pabrik. Beberapa tahun pertama keberadaannya sangat mirip dengan sepatu bot pekerja seharga £2. “Kemudian sesuatu yang luar biasa mulai terjadi,” tulis drmartens.com.

Docmart tiba-tiba dipakai oleh para skinhead yang dengan bangga memperjuangkan gaya kelas pekerja Inggris.

“Pada 1960-an, para punk dan skinhead Inggris mulai memakai sepatu bot, menyukai penampilan militer dengan sepatu bot hitam 1460. Mod Inggris, di sisi lain, mengenakan sepatu bot merah,” tulis DeMello. Mod adalah subkultur dalam musik dan mode yang dimulai di London dan menyebar ke seluruh Inggris Raya dan tempat lain.

Baca juga: Skinny Jeans, Punk, dan Rock & Roll

Musisi Pete Townshend menjadi orang pertama dari kalangan atas yang memakai sepatu Docmart. (drmartens.com).

Tak lama setelah itu, musisi Pete Townshend dari The Who menjadi orang pertama dari kalangan atas yang memakai Docmart sebagai simbol kebanggaan kelas pekerja dan sikap pemberontakannya. “Dengan begitu, skinhead generasi pertama dan Townshend mengubah arah sejarah merek, mengubah bot pekerja fungsional ini menjadi subkultur penting,” tulis drmartens.com.

Docmart kemudian dipakai oleh banyak musisi paling terkenal pada zamannya, seperti Sid Vicious, Billy Bragg, Joe Strummer, dan Morrissey, kemudian Sinead O’Connor, Cyndi Lauper, dan Kurt Cobain.

Baca juga: Kurt Cobain, Montase Seorang Ikon

Menurut DeMello, karena terhubung dengan skinhead, banyak orang mengasosiasikan Docmart dengan kekerasan, pemberontakan, dan anarki, meskipun polisi, pekerja pabrik, dan pekerja pos menyukainya. “Bahkan Paus Yohanes Paulus II mengenakan Docmart putih,” tulis DeMello.

Pada dekade berikutnya, muncul subkultur baru seperti glam, punk, two tone (genre musik), dan goth (dikembangkan oleh penggemar rock gothic). Docmart tetap menjadi pilihan bagi sebagian besar gerakan anti-kemapanan. “Sepatu bot telah menjadi simbol ekspresi diri di jantung budaya pemuda Inggris,” tulis drmartens.com.

Baca juga: Semarak Konser Musik Rock di Indonesia

DeMello mencatat, selama tahun 1980-an, Docmart menyebar dari kancah musik punk ke new wave, kemudian ke grunge, dan dari sana ke budaya arus utama. Docmart banyak dipakai oleh orang-orang muda, pria dan wanita, terutama di Amerika Serikat, dan salah satu sepatu uniseks (tidak terkait jenis kelamin tertentu) pertama tahun 1980-an. Sepatu itu juga populer di kalangan lesbian.

Docmart masuk ke Amerika pada 1980-an setelah musisi hardcore yang melakukan tur ke Inggris pulang membawa Docmart, sehingga secara tidak sengaja subkultur Amerika mulai mengadopsinya.

Sepatu Docmart identik dengan festival musik. (drmartens.com).

Docmart dan Musik

Ketika muncul genre musik baru, seperti nu-metal dan emo, juga mengadopsi bot. Merek Docmart pun menjadi identik dengan budaya festival musik. “Tanpa musik, Docmart akan tetap menjadi sepatu pekerja,” tulis drmartens.com.

Menyadari dunia musik yang membesarkan Docmart, perusahaan pun bekerja sama dengan musisi merilis CD kompilasi pada 1995 yang menampilkan lagu-lagu band New Order, Suede, dan Blur. Album selanjutnya menyusul. Perusahaan juga mensponsori acara festival musik seperti Lollapolooza sepanjang tahun 1990-an. Pada 1999, Docmart merilis sepatu bot 1460 khusus dengan logo band ska Madness.

Baca juga: Para Penyemir Sepatu Cilik

Pada 1990-an, perusahaan menambahkan warna dan gaya baru pada Docmart, termasuk motif bunga, polkadot, dan warna neon.

Tak lama setelah ulang tahun merek yang ke-40, penjualan Docmart turun secara dramatis, sehingga semua pabrik kecuali satu pabrik di Inggris harus ditutup untuk mencegah kebangkrutan.

DeMello menyebut bahwa perusahaan menutup pabriknya di Inggris pada 2003 dan mengalihkan produksinya ke Cina dan Thailand. Docmart masih diproduksi oleh Griggs dan sekarang dipasarkan hanya melalui anak perusahaannya, AirWair.

Baca juga: Awal Mula Demam Sepatu Roda

Saat ini, Docmart dibuat dalam berbagai gaya, termasuk sepatu kets, sepatu hak tinggi, dan sepatu bot setinggi lutut, tetapi 1460 masih menyumbang setengah dari penjualan perusahaan.

“Sementara Docmart tetap menjadi sepatu bot remaja di mana-mana, setelah memengaruhi perkembangan sepatu bot lain seperti Timberlands, Docmart tidak pernah mendapatkan kembali popularitas yang dicapai dari tahun 1960-an hingga 1990-an,” tulis DeMello.

Docmart mulai tren di Indonesia pada 1990-an dan kini kembali digandrungi muda-mudi.

TAG

sepatu

ARTIKEL TERKAIT

Adidas dan Kemenangan Jerman Barat di Piala Dunia 1954 Perjalanan Sepatu dari Zaman Batu Para Penyemir Cilik 12 Sepatu Bola yang Hilang Langkah Stiletto Genderuwo yang Suka Menakut-nakuti Maqluba Tak Sekadar Hidangan Khas Palestina Eric Carmen dan "All By Myself" Warrior, Prahara di Pecinan Rasa Bruce Lee Yusman Sang Maestro Patung dari Pasaman