SAMBIL melompat-lompat dan hilir-mudik di atas panggung, pemuda berkemeja hitam motif polkadot itu membawakan lagu “Glow Like Dat” miliknya. Penonton bergemuruh dan ikut bernyanyi. Dengan dukungan personil 88 Rising, Rich Chigga, penyanyi rap itu, begitu enerjik. Di konser Djakarta Warehouse Project 2017 itu sang rapper tampil memukau.
Rich merupakan fenomena baru dalam belantika musik rap. Pemuda 18 tahun kelahiran Jakarta itu menggegerkan dunia musik rap internasional setelah menjadi artis Asia pertama yang menduduki peringkat satu iTunes untuk musik hip-hop. Popularitasnya kian meroket setelah dia diundang ke “Late Late Show”-nya James Corden dan tampil mengesankan.
Rapper yang kini mengganti nama panggung menjadi Rich Brian dan tinggal di Los Angeles itu melanjutkan tongkat estafet penyanyi rap tanah air. Meski tak sepopuler rock apalagi pop, rap telah lama bertumbuh-kembang di Indonesia.
Rap berasal dari Amerika Serikat (AS). Genre musik yang sering disebut hip-hop itu identik dengan Afro-Amerika yang menciptakan dan mempopulerkannya. Menurut Thomas Hale dalam Griots and Griottes: Masters of Words and Music, rap berakar dari tradisi griot di Afrika Barat. “Tradisi griot berasal dari kawasan Mande, sebuah area di Afrika Barat –Kekaisaran Mali di utara Guinea dan baratdaya Mali,” tulis Aija Polkane-Daumke mengutip Hale di African Diasporas: Afro-German Literature in the Context of the African.
Tradisi griot merupakan kegiatan bercerita yang disampaikan secara berirama –biasanya dilakukan dengan iringan drum dan alat musik tradisional lain– oleh seorang griot. “Seorang griot merupakan anggota keturunan kasta penyanyi pujian, penyair, genealogis, pencerita, musisi, sekaligus sejarawan oral di masyarakat Afrika Barat,” tulis Encyclopedia of African American History Vol. 3. Tiap klan biasanya punya seorang griot, yang tak hanya multitalenta tapi juga cerdas dan kaya wawasan. Semasa Kekaisaran Mali, griot merupakan penasehat raja.
Tradisi griot ikut masuk ke Amerika bersamaan dengan migrasi budak-budak Afrika ke benua itu. Lewat misa interaktif gereja-gereja kulit hitam, “battle” –merupakan balas-berbalas lirik yang disampaikan secara berirama seperti berbalas pantun di Melayu– yang populer di lingkungan-lingkungan Afro-Amerika, dan “toast” –pesta ala Jamaika yang memuat musik dan pertunjukan seni verbal; dibawa oleh DJ Kool Herc asal Jamaika– yang dipopulerkan para imigran Afro-Karibia tradisi griot mampu bertahan dan berkembang. Ia akhirnya bertransformasi menjadi rap.
Sebagaimana griot di Afrika, rap menjadi medium kritik sosial kalangan Afro-Amerika. Lirik-liriknya biasa mengungkapkan fenomena sosial, mulai sex hingga diskriminasi politik. Rap merupakan bagian verbal dari budaya hiphop yang muncul akibat kelumpuhan ekonomi New York pada 1970-an. “Hip-hop adalah satu ekspresi kreatif, sensibilitas, dan estetis yang muncul pertamakali dalam komunitas Afro-Amerika, Afro-Karibia, dan Latin di Bronx dan kemudian meluas sampai Harlem dan wilayah-wilayah lain New York di awal 1970-an,” tulis Dawn M Norfleet dalam “Hip-Hop and Rap”, termuat di African American Music: An Introduction.
“Hip-hop mencakup berbagai ekspresi: seni aerosol (graffiti); b-boying/girling (break dance); DJ-ing, atau seni memainkan turntable, vinyl, dan mixing sebagai alat musik; dan MC-ing (rapping), seni ekspresi musik verbal. Komponen musik hip-hop paling terkenal adalah musik rap. Musik dansa yang berorientasi pada kaum muda ini menekankan penyampaian kata-kata secara stylish dengan penyampaian yang tergesa-gesa.”
Setelah masuk label, popularitas rap terus meningkat. Meredupnya disko pada paruh pertama 1980-an membuat rap jadi tumpuan kaum muda, tak sebatas di kalangan Afro-Amerika saja, mengekspresikan hasrat seni sekaligus sosial hingga politik. Rap pun mendunia.
Di Indonesia, rap sebetulnya telah lama dihadirkan Benyamin S –hal yang kemudian membuatnya digelari “Bapak Rap Indonesia”. Hits-hits Benyamin macam “Badminton”, Cintaku Diblokir”, “Nyari Kutu” punya nuansa rap yang kental: lirik dibawakan seperti orang bicara cepat, berirama, dan berrima. “Gaya menyanyi seperti rapper yang sudah dilakukannya sejak tahun ’60-an, dilakukan karena banyak pesan yang ingin disampaikan lewat lagu, tapi terbatas pada not-not lagu. Akhirnya jadi ngedumel,” tulis Wahyuni dalam Kompor Mleduk Benyamin S: Perjalanan Karya Legenda Pop Indonesia. Namun, Benyamin tak pernah menyebut lagu-lagunya sebagai lagu rap. “Kita nggak tau, kalau dulu namanya ngedumel aje,” ujar Benyamin sebagaimana dikutip Wahyuni.
Rap baru benar-benar populer pada awal 1990-an. Lewat hits “Bebas”, Iwa Kusuma atau yang beken dipanggil Iwa K –yang sejak muda mengagumi Benyamin– mempopulerkan rap sekaligus mematri dirinya sebagai ikon musik rap tanahair. Hitsnya kemudian, “Nombok Dong”, makin memperkuat pengaruh rap di belantika musik nasional.
“Nombok Dong” muncul berbarengan dengan meningkatnya popularitas bolabasket yang dipromosikan trio Ary-Sudarsono-Reinhard Tawas-Helmi Yahya lewat siaran NBA di sebuah stasiun TV. Kompetisi bolabasket terpopuler di dunia itu lekat dengan musik rap, salah satu video promonya menggunakan lagu “U Can’t Touch This” milik rapper MC Hamer sebagai jingle.
Di kota-kota besar tanahair pun rap jadi identik dengan anak basket. Mereka biasa menyetel lagu-lagu rap populer di tengah di sela-sela pertandingan yang mereka mainkan atau saat nongkrong. Raper-raper baru pun bermunculan, tak terkecuali dari kaum hawa seperti Denada.
Muda-muda menjadikan rap sebagai tak sebatas sebagai bebunyian penyemangat tapi sekaligus sebagai media ekspresi kreatif bahkan kritik terhadap realitas yang ada. Selain lagu “DMMT” milik Iwa K, “Anak Gedongan” milik Sound Da’Clan, “Borju” milik Neo, atau “Cewek Matre”-nya Black Skin merupakan hits populer yang jelas merupakan kritik sosial.
Telinga penguasa pun dibuat panas oleh rap. Menjelang diadakannya Festival Rap Nasional pada 1995, Menristek BJ Habibie berkomentar bahwa musik rap tidak berseni dan liriknya kasar. “Dia keberatan dengan rencana mengadakan festival rap nasional di Jakarta,” tulis buku Indonesian Idioms and Expressions: Colloquial Indonesian Art Work yang dieditori Christopher Torchia dan Lely Djuhari. “Tapi rap berkembang selama pemerintahan otoriter Indonesia itu.”
Jauh setelah penguasa Orde Baru runtuh, rap tetap eksis di tanah air dengan artis-artis dan lagu-lagu baru yang terus bermunculan. Rich Brian seorang bintang rap yang menjadi penjaga eksistensi musik rap Indonesia terkini.