Pada 10 Juni 1980 pukul satu dini hari. Pasukan Fretilin, yang menginginkan Timor Timur merdeka penuh, menduduki studio TVRI di Kota Dili. Mereka menembaki pos polisi.
Suara tembakan itu membangunkan Jusuf Manggabarani, Komandan Brimob di Marcado, Kota Dili. Dia langsung mengambil senjata dan memberikan pistol kepada istrinya, Sumiati, yang juga seorang polisi wanita dan baru melahirkan.
Jusuf mengumpulkan 16 anggota untuk merebut studio TVRI dan mengamankan anggotanya di pos penjagaan. Dia menaksir pasukan Fretilin berjumlah 32 orang.
Jarak antara asrama Brimob dengan studio TVRI tidak jauh, namun jalannya berkelok-kelok karena perbukitan. Jusuf dan anak buahnya berangkat dengan mobil Datsun tua. Fretilin menembaki mobil itu.
“Maju terus pantang mundur. Awasi segala arah dengan sigap. Awas, jangan ada yang menembak. Selama bersama saya yakinlah tak akan kena peluru. Maju saja. Lurus. Terus,” kata Jusuf dalam biografinya, Cahaya Bhayangkara.
Baca juga: Awal Mula Pemerintah Mengenalkan Televisi
Setelah mobil berhenti. Jusuf memerintahkan anggotanya naik ke atas untuk memberikan bantuan kepada pos polisi yang diserang. Jusuf terus memantaunya.
Tiba-tiba. Seorang anak buahnya berteriak, “Sial komandan…”
“Sial kenapa?”
“Senjata kita diguna-guna!”
“Diguna-guna?”
“Tidak bisa meletus!”
Jusuf merayap dan mendekati anak buahnya itu. Dia mengambil senjatanya. “Sial apa? Mana magasinnya? Belum dipasang ini!” bentak Jusuf. Magasin belum dipasang mungkin karena buru-buru.
“Siap salah komandan, belum dipasang,” kata anak buahnya yang segera mengambil magasin dari ransel dan memasangnya.
“Apanya yang diguna-guna? Magasin belum dipasang,” kata Jusuf kepada anggotanya. Sambil tersenyum, mereka pun segera memeriksa senjatanya jangan sampai magasinnya belum dipasang.
Pertempuran berlangsung sampai ayam berkokok. Seiring matahari terbit, Fretilin mundur. TVRI bisa dikuasai. Namun, beberapa anggotanya di pos penjagaan terluka, dua di antaranya, Kelau Nahak dan Marzuki, terluka parah.
Jusuf memangku Kelau Nahak. “Bapak Bot (Bapak Besar). Maafkan saya komandante. Saya tidak bisa melindungi Komandante Polis Komando,” kata polisi asal Timor Timur itu.
“Sudah begini kamu masih mikirin Komandan. Bertahanlah Kaonahak, kami berikan bantuan,” kata Jusuf. Namun, Kelau Nahak dan Marzuki tidak tertolong. Jusuf sedih karena istri Kelau Nahak belum lama melahirkan. Dia baru saja menjadi seorang bapak.
Baca juga: Baku Tembak karena Kaget
Keberhasilan merebut TVRI dari Fretilin membuat Jusuf ditawari kenaikan pangkat kehormatan. Namun, dia menolak dan sempat diprotes anak buahnya. Namun, Jusuf meminta dia dan anak buahnya diberikan kesempatan sekolah.
Jusuf bertugas di Brimob selama sepuluh tahun dari Dansat Brimob Polda Sulsera sampai Danmen II Korps Brimob Polri. Kariernya terus naik dengan menjabat Kapoltabes di Ujung Pandang kemudian Kapolwiltabes Bandung. Polisi spesialis daerah konflik ini kemudian menjabat Wakapolda Sulsel, Dankor Brimob Mabes Polri-Kapolda Aceh, dan terakhir menjabat Wakapolri.