Masuk Daftar
My Getplus

Komandan Polisi Istimewa Digebuki Anggota Laskar Naga Terbang

Mas Kadiran dijebak saat hendak mendamaikan dua kelompok laskar bersenjata. Dihajar sampai pingsan dan senjata pasukannya dilucuti oleh anak buah Timur Pane

Oleh: Martin Sitompul | 07 Mei 2024
Mas Kadiran, Inspektur Mobile Brigade (kini Brimob) Sumatra Utara dan Aceh tahun 1960. (Repro Sejarah Perjuangan Mobile Brigade RI Sumatra Utara/Aceh 1945-1961 karya Mas Kadiran).

LASKAR Naga Terbang lebih cenderung sebagai gerombolan pengacau ketimbang berjuang di medan tempur. Pemimpinnya bernama Timur Pane, seorang tokoh laskar yang terkenal beringas. Konon katanya, Timur Pane adalah seorang mantan copet di Medan yang kemudian ambil bagian dalam Perang Kemerdekaan di Sumatra Utara.

“Ia seorang figur yang terkenal dan menggelisahkan di Sumatra Timur, mungkin juga sangat ditakuti, karena tindakannya kerap kali radikal, dan musuhnya yang ditangkapnya terus dipotong saja,” kata Mohammad Radjab, wartawan Antara yang pernah mewawancari Timur Pane di Parapat pada 15 Juli 1947, seperti dituturkannya dalam reportase Tjatatan di Sumatra (1947).

Menurut Kementerian Penerangan, Timur Pane mengumpulkan beberapa barisan laskar dalam satu kesatuan pasukan yang besar. Dalam sekejap, Timur Pane mendaulat diri sebagai jenderal mayor sekaligus mengangkat serta anak buahnya menempati jabatan kolonel dan setara opsir. Selain mengklaim diri sendiri dan beberapa anak buahnya sebagai perwira, Timur Pane juga menyatakan pasukannya telah menjadi bagian dari TNI. Mulai dari Timur Pane hingga anggota rendahan pasukannya dipakaikan tanda pangkat militer dadakan.

Advertising
Advertising

“Pimpinan Tentara Divisi X Sumatra maupun Komandemen Sumatra tidak dapat berbuat apa-apa,” demikian dicatat Kementerian Penerangan dalam Republik Indonesia: Provinsi Sumatra Utara (1950).

Baca juga: Timur Pane Si Jenderal Bohongan

Salah satu yang pernah merasakan kebrutalan anak-anak Laskar Naga Terbang adalah Mas Kadiran, komandan Barisan Istimewa Polisi Karesidenan Tapanuli. Pada 1947, Mas Kadiran bersama pasukannya hijrah dari Sibolga ke Sumatra Timur. Perpindahan ini seturut dengan hasil Perundingan Linggadjati yang menugaskan pasukan Kadiran sebagai polisi keamanan di garis demarkasi. Pasukan Mas Kadiran bertugas di garis depan pos pertempuran di Tanjung Morawa. Sesekali, pertempuran dengan tentara Belanda tidak terhindarkan.  

Sekali waktu, Mas Kadiran menuju kantor polisi umum Lubuk Pakam untuk berunding mendamaikan Ksatria Pesindo dan Naga Terbang yang baru saja terlibat baku tembak. Mas Kadiran didampingi oleh Asisten Wedana Jafar Sidik, Kapten Nanti Sitorus dari Brigade XII TNI, dan masing-masing pentolan laskar yang bertikai. Di tengah jalan, mobil mereka dicegat oleh sekelompok pasukan Naga Terbang. Semua penumpang disuruh turun lalu diboyong ke markas Naga Terbang di Kuala Namu.

Baca juga: Timur Pane: Lakon Sang Bandit

Setibanya di markas Naga Terbang, Mas Kadiran digelandang ke dalam kamar pemeriksaan. Tanpa basa-basi dan tanya-jawab, anak-anak Naga Terbang yang ada di sana langsung melayangkan pukulan bertubi-tubi kepada Mas Kadiran. Hantaman popor senapan akhirnya membuat Mas Kadiran pingsan. Setelahnya, Mas Kadiran digelandang lagi ke dalam kamar tahanan bekas kakus.

Perintah penggebukan Mas Kadiran berasal dari Sakti Lubis, pimpinan Naga Terbang Lubuk Pakam. Menurut Mas Kadiran, Sakti Lubis pernah ditangkap oleh pasukan Barisan Istimewa Polisi Karesidenan Tapanuli karena mengacau namun berhasil melarikan diri dari tahanan. Sakti Lubis ternyata masih menyimpan dendam terhadap Mas Kadiran yang memimpin pasukan waktu meringkusnya. Akibat penyiksaan itu, Mas Kadiran mengalami luka berat dan cedera tulang belikat. Rusuk sebelah kanannya patah serta beberapa luka ringan pada bagian tubuh yang lain.

Sesudah siuman, Mas Kadiran dibawa menghadap Ketua Umum Napindo Jakob Siregar dan komandan tertinggi Naga Terbang Timur Pane. Kedua tokoh ini memaksa Mas Kadiran menghubungi pasukannya via telepon ke kantor polisi Lubuk Pakam untuk menjemputnya di Kuala Namu lengkap dengan persenjataan. Mas Kadiran menolaknya karena itu akal-akalan Naga Terbang untuk meringkus pasukannya dan melucuti senjata mereka. Gara-gara membangkang, Mas Kadiran kembali dihajar sampai pingsan.

Baca juga: Kisah Polisi Kombatan di Balik Panggung Sejarah

Tak habis akal, Sakti Lubis dengan meniru suara dan memakai nama Mas Kadiran terhubung dengan Inspektur Polisi Kelas II Phelemon Simanjuntak, komandan seksi II Pasukan Barisan Istimewa Polisi Karesidenan Tapanuli. Siasat penyamaran itu terbukti ampuh juga. Inspektur Phelemon bersama satu seksi pasukannya berangkat ke markas Naga Terbang di Kuala Namu.

“Setibanya di Kuala Namu, pasukan disambut dengan baik, malah terlalu baik sehingga barisan ini sama sekali tidak sadar bahwa mereka berada di sarang serigala yang bertopengkan kulit anjing,” kenang Mas Kadiran dalam Sejarah Perjuangan Mobile Brigade Polisi RI Sumatra Utara/Aceh 1945-1961.

Sewaktu pasukan polisi istimewa itu lagi asyik menyantap jamuan, tiba-tiba moncong ujung laras senapan pasukan Naga Terbang menodong muka mereka. “Menyerah, menyerah, jika tidak akan kami tembak mati,” suara anggota Laskar Naga Terbang ramai meneror. Dari penyergapan penuh tipu-tipu itu, Naga Terbang berhasil menyita 1 pucuk senjata otomatis Brengun, 2 pucuk senjata semi-otomatis Thompson, 27 pucuk senapan karabin Jhonson U.S., dan 2 pucuk pistol model Vickers.        

Baca juga: Kapten Matheus Sihombing, Jago Revolusi dari Tapanuli

Sementara itu, nyawa Mas Kadiran tertolong oleh Matheus Sihombing, pimpinan Naga Terbang Sungai Putih Tebing Tinggi. Setelah mengetahui Mas Kadiran ditahan di Kuala Namu, Matheus Sihombing meminta agar komandan polisi istimewa itu dipindahkan ke basisnya di Sungai Putih. Selain Timur Pane, Matheus Sihombing alias “Si Mitraliur” juga merupakan pentolan Naga Terbang yang cukup disegani.

Di markas Matheus Sihombing, Mas Kadiran ditahan dengan aman. Namun, Matheus Sihombing baru bisa membebaskan Mas Kadiran tiga atau empat hari lagi. Dia juga berjanji bakal mengantarkan Mas Kadiran sampai Tebing Tinggi. Meskipun Matheus Sihombing dikenal sebagai tokoh laskar berangasan yang suka meludahi pistolnya, ia tak ingkar janji. Setelah empat hari, Mas Kadiran dilepaskan. Matheus memerintahkan anak buahnya bernama Jabegu untuk mengantar Mas Kadiran ke Tebing Tinggi. Dari Tebing Tinggi, Mas Kadiran sampai di kediaman kepala Polisi Karesidenan Sumatra Timur pada tengah malam

“Bantuan Matheus Sihombing ini dikarenakan dalam pertempuran Medan Area, Mas Kadiran banyak membantu senjata dan amunisi kepada Matheus Sihombing,” ungkap H. Hadiman dalam Lintasan Perjalanan Kepolisian RI Sejak Proklamasi--1950.

Baca juga: Alkisah Senjata Berludah

Mas Kadiran akhirnya selamat dari pengalaman berurusan dengan Laskar Naga Terbang yang hampir menyebabkannya kehilangan nyawa. Selama dua pekan, dia menghabiskan waktu untuk berobat dan dirawat di Pematang Siantar. Anggotanya yang diringkus juga dibebaskan tanpa ada korban gugur. Hanya saja, senjata pasukannya yang dilucuti Laskar Naga Terbang itu tak kembali, menyisakan pilu di hati Mas Kadiran. Senjata-senjata itu diperoleh dengan susah payah termasuk sisa-sisa milik serdadu Jepang yang diambil dari dasar laut. 

Setelah perang berakhir, Mas Kadiran terus berkarier di kepolisian. Terakhir ia menjabat sebagai komandan Mobile Brigade Daerah V Sumatra Utara dan Aceh. Mas Kadiran pensiun pada 1962 dengan pangkal kolonel polisi. Atas kiprah dan perjuangannya di masa revolusi mempertahankan kemerdekaan, Mas Kadiran dikenal dengan julukan “Singa dari Tapanuli”.*

TAG

laskar polisi matheus sihombing timur pane

ARTIKEL TERKAIT

Westerling Nyaris Tewas di Tangan Hendrik Sihite Kisah Polisi Kombatan di Balik Panggung Sejarah Perang Saudara di Tapanuli Kapolri Pertama Itu Bernama Soekanto Bandit Medan Berjuang dalam Perang Kemerdekaan Soedarsono "Kudeta 3 Juli": Dari Komisaris ke Komisaris Lagi Kapolri Diselamatkan Mobil Mogok Pamer Kemewahan Hasil Jarahan Slamet Sarojo, Polisi Jadi Pengusaha Bapaknya Indro Warkop Jenderal Intel