Masuk Daftar
My Getplus

Kisah Sintong dengan Mortirnya

Melakukan kealpaan saat berupaya menembakkan mortir dalam debut tempurnya, Sintong mesti berkilah pada anak buahnya agar tak kehilangan muka.

Oleh: M.F. Mukthi | 15 Agt 2020
Sintong Panjaitan bersalaman dengan Menhankam/Pangab Jenderal M. Jusuf. (Repro Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando).

Pada 16 Agustus 1964, Letda Sintong Panjaitan (di kemudian hari menjadi penasihat militer Presiden BJ Habibie) melaporkan kedatangannya kepada Dan Yonif 321/Galuh Taruna Mayor Mochtar. Sintong, yang belum setahun lulus dari AMN, ditugaskan ke Sulawesi Selatan untuk membantu Operasi Kilat menumpas gerakan Kahar Muzakar.

“Pada pertengahan Agustus 1965, 15 orang di antara 120 orang perwira alumni AMN angkatan 1963, ditugaskan di Sulawesi Selatan dan Tenggara untuk memperoleh pengalaman tempur,” tulis Hendro Subroto dalam Sintong Panjaitan: Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando.

Di sana, Sintong di-BP (Bawah Perintah)-kan ke dalam Yonif 321/Galuh Taruna Brigif 13/Galuh Kodam IV/Siliwangi. Yonif 321 dikirim Kodam IV/Siliwangi untuk membantu Kodam XIV/Hasanuddin dalam menumpas gerakan Kahar. Pelibatan Siliwangi itu atas permintaan Pangdam Hasanuddin Kolonel M. Jusuf, yang ke Jakarta menghadap Menpangad Letjen A. Yani sehari setelah selamat dari penyergapan Andi Selle.  

Advertising
Advertising

Baca juga: Kala M. Jusuf Nyaris Direnggut Maut

“Jusuf kemudian meminta Kolonel Solihin GP dari Divisi Siliwangi diangkat sebagai Kepala Staf Operasi Militer yang akan dilancarkan terhadap Andi Selle dan terutama sekali terhadap Kahar Muzakkar, tulis Syafaruddin Usman Mhd dalam Tragedi Patriot dan Pemberontak Kahar Muzakkar.

Siliwangi menjadi kodam yang paling banyak mengirim anggotanya dalam operasi lintas matra itu. “Pasukan Siliwangi, yang diterjunkan untuk memerangi Kahar, mula-mula dihadapkan kepada Andi Selle,” tulis Barbara Sillars Harvey dalam Pemberontakan Kahar Muzakkar: Dari Tradisi ke DI/TII.

Maka usai diterima laporannya, Sintong ke baraknya yang bersebelahan dengan markas batalyon di kota kecil Barakka. Malam harinya, gerombolan Kahar menyerang markas batalyon itu hingga menewaskan seorang anggota. Serangan itu menyadarkan Sintong bahwa tugas pertamanya ini bukan sembarang tugas. Dia yang ditugaskan menjadi komandan Pleton 1 mesti banyak belajar kepada bawahannya karena umumnya mereka kenyang pengalaman tempur.

Benar saja. Beberapa waktu kemudian, malam usai Pleton 1 mendirikan bivak di Talangrilau, mereka diserang gerombolan DI/TII Kahar pimpinan Syamsuddin. Ketika pertempuran usai, mereka masih terus diganggu dengan tembakan tunggal lawan yang datang saban setengah jam hingga pukul 04 pagi.

Baca juga: Pemberontakan Kahar Muzakkar

Meski tembakan gangguan berkurang di siang, pleton Sintong kembali diserang pada malamnya. Pertempuran sengit pun terjadi hingga tiga hari lamanya. Di hari ketiga, pleton Sintong mulai kehabisan peluru. Janji kiriman peluru yang mereka terima batal jadi kenyataan lantaran helikopter yang akan digunakan untuk mengangkut mengalami kerusakan.

Pada hari keempat, Sintong memerintahkan Koptu Jaya membersihkan mortir 5 (50mm) karena kurang bersih sehingga dikhawatirkan macet ketika digunakan. Beruntung pembersihan telah rampung ketika pada pukul 04 gerombolan lawan kembali menyerang dari bukit-bukit di dekat bivak. Sintong segera memerintahkan Jaya menembakkan mortir yang baru dibersihkan itu. Namun, peluru mortir gagal meluncur meski picu telah ditarik. Hal itu membuat Sintong kesal sehingga memarahi Jaya agar kembali membersihkan mortir tersebut.

Setelah mortir dibersihkan, Sintong mengambil alih posisi Jaya sebagai penembak mortir. Peluru mortir pun dimasukkannya ke dalam laras. Namun, peluru itu kembali gagal meluncur. Sintong pun menumpahkan kekesalannya dengan kembali memarahi Jaya.

“Letnan belum menarik picunya,” kata Koptu Jaya menjawab perkataan Sintong, dikutip Hendro.

Meski tak dikatakannya, perkataan Jaya menyadarkan Sintong bahwa dia memang salah karena Mortir 5 yang digunakannya merupakan mortir lama peninggalan Jepang yang mesti ditarik picunya untuk bisa menembakkan peluru. Alhasil demi menjaga wibawanya di hadapan anak buah, Sintong pun berkilah.

“Picu sudah saya tarik, tetapi mortir tetap macet,” kata Sintong.

TAG

sintong panjaitan m jusuf kahar muzakkar di tii

ARTIKEL TERKAIT

Simpanan Senjata Brigjen Frans Karangan Pemberontakan Kahar Muzakkar Daripada Soeharto, Ramadhan Pilih Anak Kisah Mata Hari Merah yang Bikin Repot Amerika Hukuman Penculik Anak Gadis Pengawal Raja Charles Masuk KNIL Masa Kecil Sesepuh Potlot Cerita Tak Biasa Mata-mata Nazi Kriminalitas Kecil-kecilan Sekitar Serangan Umum 1 Maret Dokter Soetomo Dokter Gadungan