Masuk Daftar
My Getplus

Mereka yang Menuntut Keadilan

Satu dekade sudah mereka mencari keadilan. Walaupun belum ada titik terang, mereka tetap teguh berjuang setiap Kamis sore di seberang Istana.

Oleh: Fernando Randy | 29 Sep 2019
Primanda Ridho, musisi yang ikut berorasi tentang keluarganya yang terkepung asap di Riau. (Fernando Randy/Historia).

Tanpa terasa Aksi Kamisan sudah menginjak gelaran ke-603. Sejak digelar pada tahun 2007, Aksi Kamisan tetap teguh berjuang untuk meraih keadilan. Peserta Aksi Kamisan berhimpun dalam Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK). Mereka berpakaian dan membawa payung serba hitam.  Mereka berdiri di seberang Istana Negara, Jakarta.

Kiri: Maria Sumarsih, ibunda dari Wawan, korban Tragedi Semanggi. Kanan: gambar Wawan yang selalu melekat di kaos sang Ibunda. (Fernando Randy/Historia).

Aksi Kamisan merupakan aksi untuk menuntut pengungkapan kasus pembunuhan massal setelah G30S 1965, Tragedi Tanjung Priok (1984), hilangnya aktivis Reformasi 1998 seperti Wiji Thukul, Tragedi Trisakti 1998, Semanggi I (1998) dan II (1999), dan pembunuhan Munir. Bentuk aksinya berdiri di seberang Istana Negara, Jakarta, tiap hari Kamis sore selama beberapa lama. Tak kenal lelah.

Massa aksi Kamisan dengan ciri khas mereka baju dan payung hitam. (Fernando Randy/Historia).
Kiri: Pesan kemanusiaan di baju salah satu peserta Aksi Kamisan. Kanan: Peserta Aksi Kamisan yang menuntut adanya keadilan. (Fernando Randy/Historia).


Salah satu penggagas Aksi Kamisan adalan Maria Sumarsih. Dia adalah ibu dari Bernardinus Realino Norma Irmawan alias Wawan, korban penembakan saat Tragedi Semanggi I pada 11-13 November 1998. 
Lebih dari satu dekade berlalu, Aksi Kamisan ternyata tidak pernah padam. Ia terus nyala. Peserta aksi sebermula hanya puluhan, kini bertambah banyak. Banyak anak muda turut serta dalam aksi ini. 

Advertising
Advertising
Hingga kini massa Aksi Kamisan terus berlipat ganda, mereka terdiri dari relawan, mahasiswa hingga siswa SMA. (Fernando Randy/Historia).
Kiri: Pesan di salah satu kaos massa Aksi Kamisan. Kanan: Salah seorang massa Aksi kamisan yang menuntut keadilan. (Fernando Randy/Historia).

Kamis 26 September 2019, Aksi Kamisan mengambil tema peringatan 20 Tahun Tragedi Semanggi II. Dalam tragedi ini, beberapa mahasiswa tewas ditembak ketika berdemonstrasi menolak RUU Keadaan Bahaya pada 24 September 1999. JSKK meminta Presiden Jokowi untuk serius menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu. 

Ekspresi salah satu peserta Aksi Kamisan di Istana Negara. (Fernando Randy/Historia).

Beberapa peserta aksi menyampaikan orasi tentang keresahan dan kepedihan mereka. Tak hanya soal isu masa lalu, melainkan juga isu kemanusiaan belakangan ini. Ari Kriting (34), komedian asal Wakatobi, tidak sedang melucu saat menggenggam mic. Dia berteriak lantang menanggapi gejolak di Papua. “Berhenti membunuh orang Papua!" katanya.

Kasus pembunuhan Munir Thalib yang tidak pernah benar-benar terungkap hingga saat ini. (Fernando Randy/Historia).
Ibunda Wawan, Maria Sumarsih tak kenal lelah menanti keadilan bagi keluarganya. (Fernando Randy/Historia).

Lalu ada pula musisi Primanda Ridho (28). Pria asal Riau ini berorasi tentang kampung halamannya yang penuh asap akibat kebakaran hutan dan lahan di Sumatra. "Sudah berbulan-bulan kampung halaman saya penuh asap, tapi gubernur malah kabur ke Thailand.”

Musisi Primanda Ridho berorasi tentang keluarganya di Riau yang terjebak asap. (Fernando Randy/Historia).
Usut tuntas Tragedi Semanggi salah satu tuntutan mereka untuk pemerintah. (Fernando Randy/Historia).

12 tahun sudah aksi ini berjalan. Selama itu pula mereka terus berharap adanya titik terang akan keadilan. Walaupun berat, mereka akan tetap mengupayakan pencarian kebenaran. 

Pesan damai di salah satu topi peserta Aksi Kamisan. (Fernando Randy/Historia).

 

TAG

aksikamisan hakasasimanusia jakarta

ARTIKEL TERKAIT

Kata DKP Prabowo Bersalah Samsi Maela Pejuang Jakarta Ketika Hujan Es Melanda Jakarta Sri Nasti Mencoba Melepas Trauma 1965 dengan Suara Ketika Perayaan HUT RI Marak Lagi di Jakarta Buah dan Susu di Duren Tiga Menikmati Pameran “Para Sekutu Yang Tidak Bisa Berkata Tidak” Tempat Jin Buang Anak Jejak Bung Karno di Jakarta Saksi Bisu Kerusuhan Mei 1998 di Glodok