Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meresmikan penjenamaan atau rebranding logo “Rumah Sehat untuk Jakarta” di RSUD Cengkareng, Jakarta Barat, Rabu (3/8). Gagasan ini dicanangkan sejak 2019. Namun, tertunda lantaran pandemi Covid-19. Tujuannya untuk mengubah mindset dan orientasi setiap orang ketika datang ke Rumah Sakit bukan sekadar untuk berobat tapi untuk lebih sehat.
Anies menjelaskan bahwa “Rumah Sehat untuk Jakarta” hadir agar orang tidak hanya datang pada saat kondisi sakit saja, namun juga dalam menjaga kualitas kesehatan. Selama ini Rumah Sakit hanya berorientasi pada pelayanan kuratif dan rehabilitatif, sehingga orang datang ke rumah sakit hanya untuk sembuh.
“Saya ingin agar Rumah Sehat menjalankan pelayanan preventif dan promotif dalam menjaga dan meningkatkan kualitas kesehatan,” kata Anies dikutip dari dinkes.jakarta.go.id.
Baca juga: Mula Rumah Sakit untuk Pribumi
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, dr. Widyastuti menambahkan bahwa “Rumah Sehat untuk Jakarta” merupakan sebuah penjenamaan layanan kesehatan milik Pemprov DKI Jakarta, yang sebelumnya 31 RSUD memiliki logo berbeda-beda menjadi satu logo yang sama. Pencanangan ini dilakukan serentak di lima wilayah termasuk Kepulauan Seribu.
Dari 31 RSUD di bawah Pemprov DKI Jakarta, RSUD manakah yang pertama?
Pada akhir penjajahan Belanda tahun 1942, hanya ada tiga balai pengobatan (poliklinik) di Jakarta. Di bawah pendudukan Jepang kemudian didirikan poliklinik baru. Pada 1943, jumlahnya bertambah menjadi enam poliklinik.
“Rumah sakit belum ada di bawah DKK (Djawatan Kesehatan Kota),” sebut buku Kotapradja Djakarta Raya terbitan Departemen Penerangan tahun 1953.
Sementara itu, rumah sakit yang ada milik perkumpulan atau misi, seperti Rumah Sakit Budi Kemuliaan. Selain menangani perempuan melahirkan, rumah sakit ini juga menyelenggarakan pendidikan kebidanan.
Setelah Indonesia merdeka pada 1945, di Jakarta terdapat delapan poliklinik, satu terpaksa ditutup karena rusak akibat pertempuran. Pasukan Sekutu juga mendirikan poliklinik-poliklinik darurat.
Baca juga: Akar Historis Penyakit Sifilis
Selain itu, Sekutu juga mendirikan rumah sakit khusus penyakit VD (venereal diseases) karena banyak tentaranya kena penyakit kelamin. Rumah sakit khusus ini didirikan di Mangga Besar (Taman Sari, Jakarta Barat) dan Asem Baru (kini daerah Jalan Sam Ratulangi, Menteng, Jakarta Pusat). Penderita penyakit kelamin juga ditangani oleh poliklinik di bawah DKK. Obat-obatannya berasal dari Sekutu, tenaga kesehatannya dari DKK.
Pertempuran mengakibatkan jatuhnya korban para pejuang. Maka dibentuklah pos-pos P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan) yang bekerja sama dengan Palang Merah. Di Jakarta terdapat 83 pos P3K. Salah satunya pos P3K di Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta Tumur, yang menjadi cikal bakal RSUD Pasar Rebo sebagaimana disebut dalam rsudpasarrebo.jakarta.go.id.
Baca juga: Membesuk Sejarah Rumah Sakit Fatmawati
Buku Kotapradja Djakarta Raya menyebut DKK baru mempunyai sebuah Rumah Sakit Rakyat yang mempunyai kapasitas 150 tempat tidur didirikan di Bidara Cina, Jatinegara pada 1947. Rumah sakit ini khusus disediakan untuk orang-orang miskin tanpa dipungut biaya. “Rumah Sakit Rakyat di Bidara Cina banyak pula jasanya dalam menampung pasien-pasien yang tidak termuat lagi di RSPT.”
RSPT adalah Rumah Sakit Perguruan Tinggi di Salemba, dulunya Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting (CBZ), dan kini menjadi RSUPN (Rumah Sakit Umum Pusat Nasional) dr. Cipto Mangunkusumo.
Pada 1953, DKK merencanakan akan mendirikan rumah sakit di Tanjung Priok dan sepuluh rumah sakit tambahan dengan kapasitas 100 tempat tidur di tiap-tiap kawedanaan (distrik). Kini, menurut dinkes.jakarta.go.id, Provinsi DKI Jakarta memiliki 31 RSUD yang tersebar di seluruh wilayah.*