Masuk Daftar
My Getplus

Minyak Mujarab Resep Rahasia Keraton Sumbawa

Minyak Sumbawa sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Karena keampuhannya banyak beredar minyak Sumbawa yang diduga palsu di Batavia.

Oleh: Buyung Sutan Muhlis | 29 Agt 2023
Pejabat keraton Sumbawa. (Tropenmuseum).

SETIAP kembali ke Jakarta, ada tiga jenis oleh-oleh yang dibawa H. Alimuddin HZ (72). Lelaki asal Sumbawa ini pernah tinggal 20 tahun di ibu kota. “Kalau saya mudik, teman atau kenalan selalu ingatkan membawa minyak Sumbawa, madu, dan susu kuda liar,” kata Alimuddin yang sempat bekerja beberapa tahun di Kantor PAB (Pemberitaan Angkatan Bersenjata).

Suatu hari di akhir 1980-an, Menkopolkam Sudomo mengeluh sakit. Kakinya bengkak, sehingga tidak bisa berjalan. “Lalu, Pak Ronald, salah seorang kepercayaannya, karena tahu saya orang Sumbawa, bertanya apakah saya punya minyak Sumbawa,” tuturnya.

Alimuddin tidak ada menyimpan minyak tersebut. Ia lalu menghubungi Muhammad Umar, kenalannya, sama-sama dari Sumbawa. Kebetulan ia memikinya. Mereka bertiga berangkat ke kediaman Sudomo di Pondok Indah. “Kami berdua diajak masuk. Pak Domo sedang duduk di ruang tengah. Kakinya seperti kena bura (semacam ilmu santet di Sumbawa). Umar mengeluarkan botol kecil, meneteskan isinya di kaki Pak Domo, lalu memijatnya pelan-pelan,” katanya.

Advertising
Advertising

Konon, kaki menteri yang sangat dekat dengan penguasa Orde Baru itu, hari itu juga pulih.

Baca juga: Konsep Sakit dan Sehat dalam Primbon

Kabar manjurnya minyak Sumbawa –disebut juga minyak Samawa, salah satu etnis di Pulau Sumbawa– sudah lama tersiar hingga Jakarta. Bahkan jauh sebelum komoditas madu dan susu kuda liar Sumbawa populer di pasaran.

“Minjak Sumbawa tak terkalahkan mudjarabnja terhadap sakit keseleo, salah urat, atau patah tulang,” tulis majalah Selecta tahun 1968.

Ramuan ini kemungkinan mulai dikenal luas sejak ahli botani Heinrich Zollinger mengunjungi Sumbawa pada 1847. Dalam Verslag van eene reis naar Bima en Soembawa, en naar eenige plaatsen op Celebes, Saleijer en Floris, gedurende de maanden Mei tot December 1847, disebutkan beberapa varian minyak Sumbawa.

“Minyak itu adalah minyak kelapa, yang dicampur dengan banyak macam zat. Ada jenis yang memiliki kandungan gizi yang membuat orang cepat gemuk. Ini sangat populer, banyak yang mencampurnya dengan nasi atau kue,” tulis Zollinger.

David Reboul, warga Prancis, membantu mengupas kelapa untuk bahan minyak Sumbawa di Desa Muer, Plampang, Sumbawa. (Buyung Sutan Muhlis/Historia.ID).

Varian lainnya bernama minyak pelor, yang bisa dengan cepat menyembuhkan luka sayatan dan tusukan. Ada pula minyak besi yang berkhasiat mengatasi luka memar.

Karena informasinya dibuat dari banyak campuran, Dr. Cornelis Leendert van der Burg, mencurigai ramuan yang banyak dijual di Batavia, yang diklaim minyak Sumbawa. Minyak tersebut warnanya bening dan tidak beraroma.

“Minyak ini sangat banyak digunakan secara eksternal sebagai obat gosok dan untuk bisul. Ini dikonsumsi dalam jumlah yang cukup besar di Batavia. Namun, mungkin minyak yang dijual di Batavia dengan nama minyak Sumbawa tidak lebih dari minyak kelapa murni,” tulisnya dalam De Geneesheer in Nederlandsch-Indie.

Pengajar Sekolah Dokter Jawa di Batavia itu lalu menghubungi kenalannya, J. Broers, kontrolir di Sumbawa. Ia dibawakan sampel minyak Sumbawa asli sekaligus beberapa keterangan penting terkait proses pembuatannya. Bahwa minyak Sumbawa asli dibuat di ibu kota Sumbawa. “Rahasia pembuatannya hanya diketahui para tetua dan kepala kampung di Sumbawa,” katanya.

Baca juga: Sejarah Pengobatan Nusantara

Menurut Van der Burg, selain menggunakan tumbuhan herbal, ada jenis burung kecil yang menjadi campuran penting dalam produksi minyak Sumbawa. Unggas itu mirip burung berkik. Setelah dibersihkan, burung ini ditumbuk, lalu dimasukkan ke dalam minyak kelapa yang sedang diolah di atas api.

Ramuan itu dibiarkan mengendap, kemudian dengan hati-hati dituang ke dalam wadah penyimpanan. Karena sebagian besar bahannya langka, hasilnya pun sangat terbatas, hanya untuk kalangan sendiri. Jadi, masuk akal Van der Burg curiga, setelah mengetahui berliter-liter minyak Sumbawa muncul di pasar Batavia.

Sebelumnya, buku Onze Tijd yang terbit tahun 1870 bahkan menyebut minyak Sumbawa tidak untuk dijual. Pembuatannya menggunakan 32 jenis tumbuhan, yang sangat manjur untuk luka dan rematik.

Santan kelapa yang siap diracik menjadi minyak Sumbawa. (Buyung Sutan Muhlis/Historia.ID).

Belakangan, di tahun 1895, Van A.G. Vorderman, Inspektur Layanan Medis Sipil Jawa dan Madura, menyusun katalog obat-obatan yang beredar di Batavia. Minyak Sumbawa berada di urutan 89 dari 130 produk. “Minyak kelapa dari cocos nucifera L, diperkaya dengan berbagai zat nabati dan hewani, menurut resep rahasia di keraton Sumbawa,” sebut Vorderman dalam De verzameling Bataviaasche Geneesmiddelen.

Di kelompok minyak ramuan, juga disebutkan antara lain minyak Makassar, minyak tengkakang Pontianak, dan minyak getah kemenyan Palembang. Minyak Sumbawa dan ramuan-ramuan alternatif tersebut layak dikonsumsi dan direkomendasikan karena telah diuji di laboratorium farmakologis di Buitenzorg dan Harleem. Semuanya dapat ditemukan di toko-toko obat di Batavia, umumnya dijual pedagang Tionghoa.

Minyak Sumbawa juga menjadi salah satu topik dalam Pharmaceutisch Weekblad voor Nederland, mingguan para dokter dan apoteker Belanda, edisi 18 Januari 1913.

Baca juga: Obat Batuk Tradisional ala Jawa

Demikian pula dalam Volksalmanak edisi berbahasa Sunda yang mencantumkan minyak Sumbawa sebagai campuran ramuan untuk penderita panas beuteung (panas perut). Dalam tata cara pemakaiannya diisebutkan: “Bako, menjan bodas djeung minjak Soembawa tapokkeun kana boedjal (tembakau, nasi putih, dan minyak Sumbawa ditaruh di atas pusar).”

Proses pembuatan minyak Sumbawa hanya melibatkan kaum lelaki. Beberapa varian menggunakan kulit dan akar kayu, di antaranya akar pohon asam, kayu bungir, meriga, dan jenis pohon yang disebut kayu ular.

Alkisah, ada sekawanan ular memamah kulit kayu tersebut untuk seekor ular yang terluka parah. Lalu satu persatu ular itu membaluri tubuh kawan mereka. Dalam sekejap, kulit ular yang terluka itu kembali seperti semula. Legenda kayu tersebut lalu ditulis Ratsu, sastrawan Sumbawa, dalam cerita “Kayu Ular”. Cerita yang ada sangkut pautnya dengan keahlian para sandro (tabib) mengobati patah tulang dan luka-luka.

Itu sebabnya, banyak warga Sumbawa tak khawatir anak-anak mereka menjadi joki dalam main jaran (pacuan kuda tradisional Sumbawa, tradisi yang kini diperdebatkan). “Mereka meyakini keampuhan ramuan leluhur Tana (tanah) Samawa. Luka dan tulang patah akibat terjatuh bukan sesuatu yang harus dicemaskan. Juga banyak sandro yang bisa membantu penyembuhannya," kata Rusdi Darmawansyah, penghobi main jaran.

Minyak Lala Taranam, salah satu varian minyak Sumbawa. (Buyung Sutan Muhlis/Historia.ID).

Minyak Sumbawa juga disinggung dalam kisah perjuangan Baham dari Batu Lante, Sumbawa, ketika memberontak terhadap Belanda tahun 1923. Menurut sejarawan Helius Sjamsuddin dalam “Perubahan Politik dan Sosial di Pulau Sumbawa: Kesultanan Bima dan Kesultanan Sumbawa (1815–1950)”, Baham sebelumnya dibuang ke Palembang. Ia terlibat kerusuhan menolak registrasi, membayar pajak, dan kerja paksa. Di Palembang, ia dijatuhi hukuman sebagai pekerja paksa yang dirantai selama beberapa tahun.

Ketika kembali ke Sumbawa, Baham yang semakin antipenjajah, mendapatkan sejumlah pengikut. “Menurut Belanda, di pengasingannya ia mendapat pengaruh dari Sarekat Abang. Kemudian Baham dianggap sebagai groot doekoen yang memiliki bovennatuurlijke macht (kekuatan supranatural) sehingga dapat memengaruhi sejumlah pengikutnya untuk melakukan perlawanan,” kata Helius Sjamsuddin.

Baca juga: Mengobati Penyakit pada Zaman Kuno

Salah seorang murid Baham bernama Acin, lelaki dari Ropang, Sumbawa. Acin mempropagandakan minyak Sumbawa yang membuat tubuh licin dan kebal terhadap senjata. Cerita kedahsyatan ramuan ini sangat efektif dalam perekrutan ratusan pengikut Baham.

Di kediamannya di Lombok, David Reboul, ekspatriat asal Prancis, tersedia sebotol kecil minyak Sumbawa. Ia menyimpannya bukan lantaran pernah bisul atau tertembak. Tapi gara-gara sebuah insiden saat ia hendak menuju air terjun di Muer, Plampang, Sumbawa. Di suatu ketinggian ia terpeset, jatuh berguling-guling. Warga menolongnya. Seseorang mengolesi minyak Sumbawa di lutut, siku, dan bagian-bagian tubuhnya yang lecet dan memar. Ia mengakui khasiat minyak itu, karena setelah istirahat beberapa jam, nyeri di tubuhnya berangsur hilang.

David Reboul lalu tertarik menyaksikan proses pembuatan ramuan herbal tersebut. Ia bahkan dipersilakan ikut terlibat. Setelah kelar, ia kebagian minyak multimanfaat itu. *

TAG

kesehatan sumbawa

ARTIKEL TERKAIT

Ketika Insinyur Jadi Menteri Kesehatan Al-Shifa, dari Barak Inggris hingga Rumah Sakit Terbesar di Gaza Di Balik Peringatan Hari Kesehatan Mental Sedunia RSUD Pertama di Jakarta Enam Hal Terkait Medis Melihat Kehidupan Orang Romawi Lewat Lubang Jamban Vaksin Wabah Penyakit Boentaran Martoatmodjo, Menteri Kesehatan Pertama Republik Indonesia Sulitnya Menghadapi Wabah Natural History, Ilmu yang Mendorong Penjelajahan Bangsa Eropa