Simbol Profesi Medis
Pentungan dan ular yang melilit menjadi simbol profesi medis. Asclepius, seorang ahli pengobatan pada masa Yunani kuno, adalah sang empunya pentungan dan ular keramat itu. Atas kemampuannya di dunia medis, dia menjadi dewa pengobatan dan penyembuhan dalam mitologi Yunani. Orang mulai memujanya sebagai dewa sejak abad ke-5 SM.
Ular keramat yang meliliti pentungannya selalu dia bawa ketika melakukan pengobatan dan penyembuhan. Untuk mengenang apa yang dilakukan Asclepius, pentungan dan ular kini jadi simbol profesi medis.
Baca juga: Pekerjaan Paling Buruk di Dunia
Awal Mula Apotek
Ini bermula dari pendirian sekolah farmasi pertama di Baghdad pada abad ke-8. Sekolah ini mencetak apoteker, sebuah profesi baru yang masih berkelindan dengan dokter. Tapi tak seperti dokter, apoteker dibekali kemampuan meracik obat, mengetahui efek obat sederhana atau campuran, dan menakar komposisi dosis.
Memasuki abad ke-9, apoteker menjadi profesi terpisah dari dokter. Sebagian dari mereka kemudian mendirikan apotek. Pemerintah Abbasiyah, penguasa Baghdad, juga merekrut mereka untuk bekerja di rumah sakit membantu para dokter. Pemerintah lalu mendirikan apotek di tiap rumah sakit. Untuk menjamin mutu obat yang diproduksi apotek maka dibentuk Al-Muhtasib, badan pengawas obat. Setelah itu, apotek mulai dikenal di Eropa pada abad ke-14.
Baca juga: Pengobatan Tradisional di Nusantara
Larangan Eksperimen Bedah Hewan
Tidak seperti daftar panjang kejahatannya terhadap kemanusiaan, rezim Nazi Jerman menjadi negara pertama di dunia yang secara legal melarang eksperimen bedah hewan. Pelarangan total dijalankan sejak April 1933, tak lama setelah Nazi berkuasa. Tidak hanya itu, rezim Nazi gencar mengkampanyekan kebijakan konservasi. Tahun 1935, undang-undang konservasi hewan dirilis untuk melindungi spesies satwa asli Jerman.
Memang banyak petinggi Nazi dikenal sebagai enviromentalis. Adolf Hitler seorang vegetarian. Heinrich Himmler penentang kegiatan berburu satwa liar. Hermann Goring seorang konservasionis dan dia menegaskan posisinya sebagai penentang eksperimen bedah hewan. “Pelakunya akan dikirim ke kamp konsentrasi sebagai hukuman jika tertangkap,” tuturnya dalam siaran radio pada 28 Agustus 1933 di Prussia. [Rahadian Rundjan].
Baca juga: Hermann Goering, Sang Tiran Angkasa Nazi Jerman
Inseminasi Buatan pada Manusia
Inseminasi buatan merupakan penempatan sperma ke dalam uterus melalui bantuan manusia. Semula praktik ini hanya diterapkan pada hewan.
Menurut R.H. Foote dari Program Studi Peternakan New York State College of Agriculture and Life Sciences, Cornell University, dalam “The History of Artificial Insemination”, ada kisah masyhur tentang seorang Arab yang menempatkan sperma seekor kuda jantan ke dalam uterus kuda betinanya pada abad ke-14. Hasilnya kuda betina itu bunting dan melahirkan. Tapi kisah ini tak punya sandaran data yang sahih.
Foote menyebut catatan tertulis mengenai inseminasi buatan berasal dari abad ke-18. Kala itu Spallanzani, ahli fisiologi berkebangsaan Italia, berhasil menempatkan sperma anjing jantan dalam uterus anjing betina. Setelah 62 hari, anjing betina itu melahirkan tiga anak anjing. Setelah itu, teknologi inseminasi berkembang pesat. Ini mendorong John Hunter, ilmuwan Inggris, menerapkannya pada manusia pada 1800-an. Usahanya berhasil meski menuai kecaman. [Hendaru Tri Hanggoro].
Baca juga: Robert G Edwards Bapak Bayi Tabung
Orang Berani Mencangkok Jantung
Ini hasil keputusan berani dari dokter Christiaan Barnard dan pasiennya, Louis Washkansky, pada 3 Desember 1967. Padahal banyak orang meragukan pencangkokan jantung, yang sebelumnya hanya dilakukan pada binatang, dipelopori Norman Shumway pada 1958. Operasi itulah yang akhirnya mendorong Barnard untuk mengujinya pada manusia.
Washkansky menjadi pasien pertamanya. Mulanya dia ragu. Tapi penjelasan Barnard membuatnya luluh. Operasi pun digelar di Cape Town, Afrika Selatan. Untuk pencangkokan, Barnard mengambil jantung seorang perempuan muda yang tewas karena kecelakaan. Jantung itu bekerja dengan baik di tubuh Washkansky. Media setempat menyebut ini sebagai keberhasilan. Kekhawatiran banyak orang pun terpatahkan.
Baca juga: Nasib Tragis Dokter Pembawa Metode Bedah
Sistem Golongan Darah Bermula
Sejak berabad-abad lalu manusia mencari kemungkinan transfusi darah dari satu orang ke orang lain. Alih-alih menyelematkan nyawa, kematian menghampiri lantaran butiran darah menjadi pecah atau menggumpal.
Seorang ilmuwan Austria, Karl Landsteiner dan rekan-rekannya di akhir abad ke-19 menemukan jawaban atas “kecocokan dan ketidakcocokan” reaksi darah satu orang dengan orang lainnya. Penelitian inilah yang membawa Karl Landsteiner menciptakan sistem golongan darah ABO pada 1900-an. Setelah itu ditemukan pula sistem golongan darah lain.
Dengan adanya sistem golongan darah kita tak perlu khawatir ketika melakukan transfusi. Kecocokan kini dapat terdefinisikan dan terdeteksi.
Baca juga: Sukarno dan Donor Darah Haram