GUA kapur di Leang Karampuang, Maros-Pangkep, Sulawesi Selatan menyimpan harta karun peninggalan masa pra-sejarah tertua di bumi Nusantara. Di sana, ditemukan lukisan gua (cadas) bergambar tiga figur menyerupai manusia yang sedang berinteraksi dengan seekor babi hutan. Lukisan tersebut diperkirakan berasal dari 51.200 tahun lalu.
Demikianlah temuan yang diriset oleh tim peneliti kerjasama antara Griffith University, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan Southern Cross University. Hasil penelitian itu dipublikasikan dalam jurnal sains multidisiplin terkemuka dunia, Nature, pada 4 Juli 2024, dengan judul “Narative cave art in Indonesia by 51.200 years ago”. Tim peneliti mengaplikasikan metode analisis mutakhir melalui laser U-series (LA-U-series) untuk mendapatkan pertanggalan akurat pada lapisan tipis kalsium karbonat di atas cadas.
“Kolaborasi ini telah berlangsung lebih dari sepuluh tahun. Yang menarik dari publikasi tentang gambar cadas yang terbaru di jurnal Nature ialah perkembangan metodenya. Sekarang menggunakan laser LA-U-series, jadi (daya teropongnya) sekitar 40 mikron atau 40 kali lebih kecil dari rambut kita,” jelas Adhi Agus Oktaviana, ahli seni cadas Indonesia dari BRIN sekaligus ketua tim peneliti, dalam konferensi pers “Perspektif Baru dari Gambar Cadas Bernarasi Tertua di Indonesia” yang diselenggarakan BRIN (5/7).
Baca juga: Gambar Cadas Tertua Ditemukan di Sulawesi Selatan
Metode analisis LA-U-series ini dikembangkan oleh Maxime Aubert, arkeolog dari Griffith Center for Social and Cultural Research (GCSCR) bersama koleganya dari Southern Cross University, Renaud Joannes-Boyau, ahli arkeogeokimia Geoarchaeology and Archaeometry Research Group (GARG). Mereka menganalisis delapan sampel dari dua situs, yaitu Leang Bulu’ Simpong 4 dan Leang Karampuang. Kedua situs ini sama-sama berlokasi di Kabupaten Maros-Pangkep.
“Kami sebelumnya telah menggunakan metode berbasis uranium untuk mencari umur seni cadas di wilayah Sulawesi dan Kalimantan, namun teknik LA-U-series ini menghasilkan data yang lebih akurat karena mampu mendeteksi umur lapisan kalsium karbonat dengan sangat rinci hingga mendekati masa pembuatan seni hias tersebut. Penemuan ini akan merevolusi metode analisis pertanggalan seni cadas,” terang Profesor Aubert.
Penemuan cadas di Leang Karampuang ini menetapkannya sebagai gambar hias gua tertua di dunia. Ia sekaligus menjadi wujud narasi seni paling awal yang pernah ditemukan dan diteliti hingga saat ini. Temuan ini mengindikasikan bahwa lukisan gua yang bersifat naratif merupakan bagian penting dalam budaya seni manusia awal Indonesia zaman pra-sejarah.
Baca juga: Gambar Cadas Tertua di Dunia Ada di Kalimantan Timur
Menurut Adhi Agus Oktaviana, hasil riset tentang lukisan gua di Leang Karampuang cukup mengejutkan. Kecuali pada beberapa temuan kontroversial di Spanyol, belum ada karya seni dari Zaman Es Eropa yang terkenal yang umurnya mendekati lukisan gua Sulawesi. Penemuan ini merupakan seni cadas pertama di Indonesia yang umurnya melampaui 50.000 tahun.
“Pada dasarnya manusia sudah memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dalam bentuk cerita sejak lebih dari 51.200 tahun, namun karena kata-kata tidak bisa menjadi fosil batu maka yang tertinggal hanyalah penggambaran dalam bentuk seni. Temuan di Sulawesi ini adalah bukti tertua yang bisa diketahui dari sudut pandang arkelogi,” pungkas Adhi.
Sementara itu, Bupati Maros H.A.S Chaidir Syam turut bungah dengan temuan situs pra-sejarah tertua di wilayahnya. Menurutnya lukisan gua ini adalah bukti awal kemampuan lompatan pengetahuan leluhur manusia Indonesia di masa lalu. Temuan ini sangat bernilai bagi pengetahuan arkeologi dan pembelajaran kearifan lokal daerahnya.
Baca juga: Seni Cadas Tertua di Dunia Rusak Akibat Perubahan Iklim
Adapun publikasi ilmiah tentang lukisan gua di Leang Karampuang di jurnal Nature, Chaidir mengungkapkannya sebagai kado terindah bertepatan dengan ulang tahun Kabupaten Maros ke-65 pada 4 Juli kemarin. Chaidir berharap semua gua yang terletak pada perbukitan karst di Maros tetap lestari dan harmonis dengan alam. Tempat itulah yang menjadi rumah para leluhur di masa lampau yang masih menyimpan jejak-jejak peninggalan.
“Temuan ini menjadi sangat penting untuk dijaga dan dirawat oleh kita semua agar terus menjadi saksi masa lampau yang mendorong kita menuju masa depan bangsa kita sebagai bangsa Indonesia yang besar,” ujar Chaidir secara virtual.
Lokasi ekskavasi tempat ditemukannya situs cadas di Leang Karampuang saat ini tertutup bagi masyarakat umum. Selain menjadi kawasan konservasi dan preservasi, sangat sulit untuk menjamahnya yang berada di dalam lereng gua. Namun, kolaborasi BRIN dan Google Arts & Culture memungkinkan publik untuk mengaksesnya secara digital dengan resolusi tinggi. Inovasi itu memuat informasi detil tentang situs cadas, mulai dari navigasi lokasi, gambar hingga narasi.
Baca juga: Utamakan Nilai Ekonomi, Ancaman Bagi Situs Bersejarah
“Kita mendukung riset ini, bagaimana mendigitasi memastikan informasi tentang cadas yang umurnya merentang dari 40.000-51.200 tahun yang lalu ini bisa diakses lebih mudah dari mana saja dan kapan saja,” papar Arianne Santoso, manajer Urusan Kebijakan Publik dan Pemerintah Google Indonesia, “Agar bisa lebih banyak orang yang menikmati, apalagi ini sesuatu pencapaian yang luar biasa bukan hanya skala nasional atau regional, tapi global.”