SETELAH sembilan bulan melakukan serangkaian tes, sekelompok ilmuwan di Prancis akhirnya berhasil mengidentifikasikan kepala mendiang Raja Prancis, Henry IV. Hasil riset itu dipublikasikan online dalam jurnal medis British Medical Journal, 15 Desember lalu. Selama ini kepala yang dilansir sebagai kepala Henry IV itu berpindah tangan dari satu kolektor ke kolektor lain, setelah menghilang pada 1793.
Henry IV dikuburkan di Basilica St. Denis dekat Paris. Ketika revolusi Prancis mencapai puncaknya, pemakaman kerajaan itu digali dan kelompok revolusioner memotong kepala Henry dan kemudian mencurinya.
“Kasus ini diperlakukan dengan cara sama seperti kasus-kasus forensik terbaru,” ujar Phillipe Charlier, peniliti forensik di University Hospital R Poincare di Garches, Prancis, yang memimpin penyelidikan itu.
Charlier dan 19 anggota timnya menjalankan serangkaian tes forensik pada kepala Henry IV.
Henry IV adalah Raja Prancis pertama dari dinasti Bourbon dan kakek dari Raja Louis XIV. Dia juga salah satu raja yang paling dicintai rakyat, dan mendapat julukan “Henry yang Baik”.
Pada 1598, sembilan tahun setelah bertahta, Henry IV memberlakukan Maklumat Nantes yang memungkinkan kebebasan beragama bagi orang Protestan dan mengakhiri perselisihan yang telah berlangsung selama 30 tahun antara masyarakat Protestan dan Katolik di Prancis.
Henry IV juga menjadi pionir pembangunan ekonomi Prancis sekaligus mendirikan banyak bangunan bersejarah di Paris, termasuk Jembatan Pont Neuf dan Taman Place des Vosges. Henry IV dibunuh di Paris pada 1610 di usia 57 tahun oleh seorang pemeluk Katolik fanatik, Francois Ravaillac.
Dalam pemeriksaan, para ilmuwan menemukan banyak ciri khusus yang kerap ditemukan dalam potret sang raja, termasuk luka berwarna gelap di atas lubang hidung sebelah kanan dan telinga kiri yang ditindik. Mereka juga menemukan bekas patahan tulang yang telah sembuh di bagian rahang sebelah kiri atas. Ini cocok dengan bekas luka tusuk yang didapat sang raja saat percobaan pembunuhannya pada 1594.
Tes radio karbon memastikan bahwa kepala itu berasal dari abad ke-17. Charlier dan anggota timnya juga membandingkan kepala yang telah dibalsem itu dengan sebuah laporan otopsi yang menjabarkan proses pembalseman jasad para raja Prancis yang ditulis oleh dokter kerajaan. Para ahli parfum dilibatkan dalam tim. Dengan penciuman mereka yang terlatih, mereka mengenali zat-zat pembalseman khusus yang dimasukkan di bagian mulut untuk menyamarkan bau tak sedap dari jenazah.
Para peneliti Prancis juga melakukan rekonstruksi wajah secara digital dan pemindaian tomografi dengan menggunakan komputer yang menunjukkan hasil konsisten dengan semua gambar Henry IV dan cetakan wajah yang dibuat tak lama setelah kematiannya.
Frank Ruehli, dari University of Zurich dan Swiss Mummy Project mengatakan bahwa hasil riset itu cukup bisa dipercaya tapi akan makin memenuhi syarat jika para ilmuwan Prancis berhasil menemukan DNA-nya.
“Mereka sudah memenuhi beberapa langkah yang diperlukan (untuk pembuktian) dan kemungkinan besar kepala itu memang kepala Henry IV,” ujarnya. “Tapi tanpa bukti DNA, agak sulit memastikan identitas kepala itu,” ujar Ruehli dalam sebuah wawancara dengan Associated Press. Ruehli tak termasuk dalam tim riset.
Namun Ruehli megatakan, para ilmuwan Prancis telah melakukan langkah lain yang juga sama baiknya, yaitu mencocokkan bukti berupa luka di wajah Henry IV dengan catatan sejarah tentang ciri-ciri wajah sang raja.
Tahun ini, tepat 400 tahun setelah sang raja terbunuh, pemerintah Prancis menetapkan sebagai Tahun Raja Henry IV.
Tahun depan, Prancis akan mengadakan misa massal dan pemakaman kembali kepala Henry IV, yang akan dikuburkan bersama-sama dengan jasad para raja dan ratu Prancis lainnya, di Basilica Saint Denis. [AP/Reuters]