Masuk Daftar
My Getplus

Kasus Crossdressing yang Menghebohkan Eropa

Publik Prancis dan Inggris dibuat geger oleh kasus crossdressing Chevalier d’Eon. Spion Raja Louis XV ini menyamar menjadi wanita ketika menjalankan misi. Baru diketahui pria setelah ia meninggal dunia.

Oleh: Amanda Rachmadita | 24 Jul 2024
Lukisan Mademoiselle de Beaumont atau Chevalier d'Eon. Kasus crossdressing-nya menghebohkan publik Inggris dan Prancis di akhir abad ke-18. (The Chevalier D'Eon and His Worlds: Gender, Espionage and Politics in the Eighteenth Century).

SEJUMLAH orang berkumpul di kediaman Nyonya Cole di London pada Mei 1810. Orang-orang dari berbagai profesi itu –seorang profesor anatomi, dua ahli bedah, seorang pengacara, dan seorang jurnalis– bermaksud untuk memeriksa jasad Chevaliere d’Eon, teman sekamar Nyonya Cole yang telah tinggal bersamanya selama empat belas tahun. Hasil pemeriksaan sungguh mengejutkan. Sebab, d’Eon yang selama ini dikira wanita ternyata pria.

Teka-teki mengenai jenis kelamin d’Eon telah menjadi perdebatan publik di Inggris dan Prancis sejak akhir abad ke-18. Pasalnya, sebelum tutup usia, dia kerap mengenakan pakaian wanita, padahal di masa mudanya ia berpakaian pria dan aktif dalam kegiatan militer Prancis.

Chevalier d’Eon, yang bernama lengkap Charles Genevieve Louise Auguste André Thimothée d'Eon, lahir dari keluarga aristokrat di Tonerre, Prancis pada 5 Oktober 1728. Menurut Vern L. Bullough dan Bonnie Bullogh dalam Cross Dressing, Sex, and Gender, ketika berusia dua belas tahun, d’Eon dikirim ke Paris untuk menyelesaikan pendidikannya di College de Mazarin. Setelah meraih gelar doktor hukum perdata dan hukum kanonik, ia dipanggil ke Bar of the Parlement, di mana ia menjabat sebagai sekretaris M. Bertier de Sauvigny, seorang intendant atau administrator untuk distrik Paris.

Advertising
Advertising

Baca juga: 

Marie Antoinette dan Skandal Kalung Berlian yang Menyulut Revolusi Prancis (Bagian I)

Melalui koneksinya dengan de Sauvigny, d’Eon kenal dengan Louis Francois Bourbon, Pangeran de Conti (1717–1776), seorang tokoh militer penting dan pelindung bagi banyak sastrawan Prancis, termasuk Jean-Jacques Rousseau. Pangeran de Conti ditunjuk Louis XV untuk memimpin Le secret du Roi, sebuah dinas rahasia raja yang terpisah dari fungsi-fungsi pemerintahan lainnya. Kagum dengan bakat khusus d’Eon, Pangeran de Conti merekomendasikannya kepada Louis XV untuk menjalankan misi rahasia ke Rusia.

“Tujuan dari misi rahasia ini adalah untuk melobi Ekaterina Elizabeth agar menobatkan Pangeran de Conti sebagai raja Polandia, sebuah kebijakan yang secara resmi ditentang oleh pemerintah Prancis, tetapi didukung oleh Louis XV,” tulis Vern dan Bonnie.

Chevalier d’Eon menjalankan misi rahasia itu pada 1750-an. Ia diperkenalkan kepada Ekaterina Elizabeth sebagai perempuan muda, keponakan dari utusan raja. Dengan demikian, ia diterima dalam perkumpulan pelayan kehormatan, di mana ia berhasil memberikan surat pribadi dari Louis XV kepada Ekaterina. Kendati tidak berhasil mengangkat Pangeran de Conti sebagai raja Polandia, Ekaterina menyambut baik upaya pemulihan hubungan diplomatik. Pernyataan itu kemudian disampaikan d’Eon kepada Louis XV.

Lukisan tampak samping Mademoiselle de Beaumont atau Chevalier d'Eon. (Stephen Brogan, A ‘monster of metamorphosis’: Reassessing the Chevalier/Chevalière d’Eon’s Change of Gender/The Chevalier D'Eon and His Worlds: Gender, Espionage and Politics in the Eighteenth Century).

Sejak tahun 1757 hingga 1760, d’Eon menjadi sekretaris duta besar Prancis untuk Rusia. Setahun berselang, ia ambil bagian dalam Perang Tujuh Tahun melawan Inggris (1756–1763). Pada 1763, ia dicalonkan sebagai sekretaris pertama duta besar untuk Inggris yang baru. Dalam kapasitas ini, ia bersama Duc de Nivernais terlibat dalam negosiasi yang mengarah pada Perjanjian Paris, yang dipandang dapat mengakhiri perang. Kinerjanya yang memuaskan diganjar dengan hadiah uang sebesar 6.000 livre dari kas kerajaan. Selain itu, ia juga dianugerahi Ordo Santo Louis dan gelar chevalier.

Sekembalinya ke Prancis, d’Eon kembali mendapat sebuah misi rahasia. Ia diminta kembali ke London sebagai perwakilan Prancis dan chargé d’affaires serta agen rahasia raja. Sayangnya, duta besar yang merupakan kawan d’Eon telah meninggalkan London. Kondisi ini membuatnya diangkat menjadi menteri berkuasa penuh hingga diangkatnya duta besar yang baru.

Karier cemerlang d’Eon mulai mendapat tantangan ketika Comte de Guerchy (Claude Louis Francois Regnier) diangkat menjadi duta besar untuk Inggris. Perselisihan terjadi karena duta besar tak tahu bahwa d’Eon tengah menjalankan misi rahasia dari raja. Ia bahkan meminta d’Eon ditarik kembali.

Baca juga: 

Marie Antoinette dan Skandal Kalung Berlian yang Menyulut Revolusi Prancis (Bagian II)

“Ketika d’Eon menolak untuk meninggalkan London, hubungannya dengan duta besar yang baru semakin panas. Merasa dirinya berada di dalam bahaya, ia mengancam akan menerbitkan korespondensi rahasia yang berhubungan dengan rencana Prancis untuk Inggris,” tulis Vern dan Bonnie. Ancaman d’Eon membuatnya dipecat. Louis XV, yang selama ini menjadi pelindungnya, juga marah besar sehingga membuat d’Eon tidak memiliki sekutu.

Menurut Wendy Doniger dalam The Woman Who Pretended to Be Who She Was: Myths of Self-Imitation, tak lama setelah pertengkaran itu, desas-desus yang menyebut d’Eon sesungguhnya adalah wanita dan bukan seorang pria mulai beredar di Prancis dan Inggris pada 1770-an. Rumor ini mengejutkan publik dan membangkitkan rasa ingin tahu yang besar. Bursa Efek London bahkan mengorganisasi sebuah taruhan terkenal tentang jenis kelamin d’Eon yang sesungguhnya.

Setelah Louis XV meninggal dunia dan dinas intelijennya berakhir, d’Eon mencari perlindungan kepada pemerintahan baru yang dipimpin Raja Louis XVI. Ia meminta bantuan Pierre Augustin Caron yang lebih dikenal dengan Beaumarchais, orang Prancis yang tinggal di Inggris, untuk memastikan bahwa dirinya adalah wanita.

Lukisan karya Charles Jean Robineau ini menggambarkan duel anggar antara Chevalier d'Eon melawan Chevalier de Saint-Georges yang berlangsung di tahun 1787. (Stephen Brogan, A ‘monster of metamorphosis’: Reassessing the Chevalier/Chevalière d’Eon’s Change of Gender/The Chevalier D'Eon and His Worlds: Gender, Espionage and Politics in the Eighteenth Century).

“Beaumarchais tidak hanya menganggap d’Eon sebagai seorang wanita, tetapi juga menyebarkan desas-desus bahwa ia dan d’Eon sedang jatuh cinta dan memiliki rencana untuk menikah. Yang paling penting, Beaumarchais mengatur sebuah dokumen di mana Louis XVI mengakui bahwa d’Eon adalah seorang wanita,” tulis Doniger.

Seiring dengan pengakuan Louis XVI, d’Eon yang telah kembali ke Prancis diminta untuk konsisten berperilaku dan berpakaian sebagai perempuan. Menurut Peter McNeil dalam Who's Who in Gay and Lesbian History Vol.1: From Antiquity to the Mid-Twentieth Century, kewajiban itu sesungguhnya dikeluhkan oleh d’Eon yang merasa tidak nyaman dan keberatan karena harus mengeluarkan biaya tak sedikit untuk membeli pakaian. Ia pun sempat mencoba untuk bergabung dengan tentara sebagai seorang wanita pada 1778. Namun, di tahun berikutnya ia ditangkap dan dipenjara karena dianggap tidak mematuhi perintah raja karena kembali mengenakan seragam pria.

Baca juga: 

Napoléon Sang Pahlawan Revolusi Prancis

Keterbatasan yang dirasakan ketika hidup sebagai seorang wanita di Prancis membuat d’Eon kembali ke Inggris pada 1785. Ia diizinkan pergi selama tak berniat untuk kembali menjadi pria. Ia mendapat tunjangan pensiun dari kerajaan Prancis untuk memenuhi kebutuhannya. Namun, saat tunjangan berkurang dan terhenti imbas Revolusi Prancis, d’Eon mencari penghasilan dengan mengikuti turnamen dan membuka kelas pelatihan anggar. Ketenarannya membuat d’Eon memiliki banyak murid dan mengikuti berbagai pertandingan. Namun, pada 1796, ketika d’Eon terluka parah saat mengikuti kompetisi anggar, ia tak lagi mampu menghidupi dirinya. Ia pun bertahan hidup dari belas kasihan teman-temannya.

“Ia meninggal dalam kemiskinan pada 1810. Ketika jenazahnya bersiap untuk dimakamkan, terbukti secara meyakinkan bahwa d’Eon adalah seorang pria. Sebuah fakta yang mengejutkan bagi wanita (Nyonya Cole, red.) yang telah merawat dan tinggal bersamanya selama empat belas tahun terakhir hidupnya,” tulis Vern dan Bonnie.

Begitu populernya kasus Chevalier d’Eon pada akhir abad ke-18 membuat Havelock Ellis (1859–1939), seorang pemikir yang mengkaji seksualitas manusia, menciptakan istilah eonisme yang diadopsi dari nama d’Eon. Istilah ini digunakan untuk menjelaskan sebuah fenomena yang menunjukkan kecenderungan untuk mengadopsi perilaku maupun penampilan lawan jenis.*

TAG

crossdressing prancis

ARTIKEL TERKAIT

Akhir Tragis Sahabat Marie Antoinette Marie Antoinette, Let Them Eat Cake, dan Revolusi Prancis Marie Antoinette, Ratu Prancis yang Mati Tragis Pencemaran Sungai Seine yang Mengkhawatirkan Satu Abad Olimpiade Paris Saat Sungai Seine Berwarna Merah Marie Antoinette dan Skandal Kalung Berlian yang Menyulut Revolusi Prancis (Bagian II) Marie Antoinette dan Skandal Kalung Berlian yang Menyulut Revolusi Prancis (Bagian I) Mata Hari di Jawa Tepung Seharga Nyawa