Masuk Daftar
My Getplus

Indonesia Belajar Pemilu ke Australia dan India

Untuk mempersiapkan pemilu nasional pertama, Indonesia mengirim delegasi ke Australia dan India guna mempelajari pelaksanaan pemilu.

Oleh: Amanda Rachmadita | 19 Jan 2024
Delegasi Indonesia yang ditugaskan mempelajari pemilu di India (Foto K.P.P/Mimbar Penerangan).

RENCANA menyelenggarakan pemilu nasional telah diumumkan pada 5 Oktober 1945, tak lama setelah Indonesia merdeka. Di tengah perang kemerdekaan, pemilu dalam lingkup daerah berhasil digelar di Keresidenan Kediri dan Surakarta pada 1946. Undang-undang pemilu pun telah disusun sejak tahun 1948. Namun, pemilu nasional belum kunjung dilaksanakan.

Memasuki tahun 1950-an, menurut Herbert Feith dalam Pemilihan Umum 1955 di Indonesia, janji-janji penyelenggaraan pemilu nasional kerap digaungkan oleh berbagai kabinet. Sayangnya, langkah-langkah nyata untuk menyelenggarakan pemilu terhambat oleh sejumlah faktor, salah satunya gerakan menentang pemilu yang dilancarkan oleh sejumlah partai dan kelompok-kelompok anggota parlemen sementara.

Kabinet Sukiman-Suwirjo kemudian menyelenggarakan pemilu lokal dengan sistem pemilihan berbeda-beda. Pemilu langsung di Sangir Talaud dan Minahasa pada Juni 1951, pemilu tidak langsung di Yogyakarta pada Agustus dan Oktober 1951, serta di Makassar pada Februari 1952.

Advertising
Advertising

Kantor Pemilihan Pusat (KPP) kemudian mengirim sejumlah anggota ke Minahasa dan Yogyakarta untuk meninjau dan mempelajari penyelenggaraan pemilu di kedua wilayah tersebut. Tak hanya di dalam negeri, KPP juga mengutus delegasi ke luar negeri untuk studi banding pelaksanaan pemilu di Australia dan India. Surat kabar Indische courant voor Nederland, 2 Mei 1951, melaporkan salah seorang delegasi yang dikirim ke Australia adalah Mr. Soebagio Reksodipoero. Sekretaris KPP itu dijadwalkan mengunjungi Sydney, Brisbane, dan Canberra.

Dalam Indonesia Memilih susunan Panitia Pemilihan Indonesia disebutkan Soebagio dikirim ke Australia untuk meninjau seperti apa proses administrasi dalam pemilihan anggota parlemen di sana. Selain Soebagio, Moenadir juga dikirim ke Australia untuk tujuan yang sama, di mana dia akan tinggal selama empat bulan dalam lingkungan Colombo Plan. Colombo Plan adalah organisasi antarpemerintah untuk memajukan pembangunan ekonomi dan sosial negara-negara di kawasan Asia dan Pasifik.

Baca juga: 

Siapa Dia Ketua Pemilu 1955?

Selama meninjau pelaksanaan pemilu di Australia, surat kabar Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 11 Mei 1951, melaporkan Soebagio Reksodipoero terkesan dengan sistem pemilu di Negeri Kangguru, khususnya “pemungutan suara lewat pos” dan “pemungutan suara tanpa hadir” atau absentee vote. “Dr. Soebagio mengatakan bahwa segera setelah dia kembali ke Jakarta, dia akan melaporkan hasil pengamatannya kepada parlemen. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa Indonesia mungkin akan mengadakan pemilihan umum pertama pada 1952,” tulis surat kabar tersebut.

Sesudah mempelajari seluk-beluk penyelenggaraan pemilu di Australia, Soebagio bersama empat anggota delegasi terbang ke India pada 30 Desember 1951. Mereka ditugaskan mempelajari sistem dan memperdalam pengetahuan tentang pemilu di India. Selain itu, mereka juga mengikuti jalannya pemilu untuk memilih anggota House of the People (Majelis Rendah Pusat) dan State Legislative Assemblies (Majelis Rendah Daerah) India yang berlangsung sejak November 1951 hingga Februari 1952.

Australia dan India dipilih sebagai tujuan mempelajari pelaksanaan pemilu karena, menurut Marian Sawer, ilmuwan politik Australia, selama abad ke-19, koloni-koloni Australia memainkan peran utama dalam memperkenalkan jenis administrasi pemilu yang terstandarisasi, profesional, dan nonpartisan yang menopang kepercayaan terhadap demokrasi perwakilan.

“Dengan tidak adanya otoritas lokal yang kuat, kelembagaan yang kuat, atau kekuatan preseden, para pembaharu Australia mampu menciptakan pemilihan massal dan memperkenalkan praktik-praktik baru untuk memastikan pelaksanaan pemilu yang efisien dan tidak memihak,” tulis Sawer dalam Elections: Full, Free & Fair.

Australia tidak hanya memiliki sistem pemungutan suara wajib atau compulsory voting yang sudah lama ada, tapi juga memiliki sistem “paling efisien” di dunia. Selain itu, Australia juga dipandang sebagai pelopor bilik suara keliling dan pengenalan pemungutan suara di hari Sabtu. Sementara India, seperti halnya Indonesia, dihadapkan pada dorongan untuk mengadakan pemilu nasional pertama.

Baca juga: 

Lagu-lagu Pemilu

Irene Tinker dan Mil Walker dalam “The First General Elections in India and Indonesia”, termuat di Far Eastern Survey, Vol. 25, No. 7 (Juli 1956), menyebut rencana menyelenggarakan pemilu nasional pertama telah menjadi pembahasan segera setelah India merdeka pada 15 Agustus 1947. Sesudah parlemen membentuk Komisi Pemilihan Umum independen pada Januari 1950 yang bertugas mengawasi pemilu di negara bagian dan pusat, persiapan pelaksanaan pemilu nasional gencar dilakukan. Hal ini tentu akan menjadi objek kajian yang sangat membantu bagi Indonesia.

Berdasarkan hal itu, menurut Alfitra Salamm dalam “Pemilihan Umum dalam Persepektif Sejarah: Pengalaman 1955”, termuat di Menggugat Pemilihan Umum Orde Baru: Sebuah Bunga Rampai, studi banding ke Australia dan India secara tidak langsung memengaruhi sistem pemilu tahun 1955. Meski tidak secara keseluruhan sama tapi dalam bebeberapa aspek Indonesia mengadopsi unsur sistem pemilu distrik di India dan Australia.

Dalam konteks panitia pelaksana pemilu, walau panitia ditetapkan oleh pemerintah namun mereka otonom dan independen karena tidak ada campur tangan pemerintah. Meskipun dalam beberapa hal menteri dalam negeri dan menteri kehakiman masih terlibat, tapi keterlibatannya masih dalam bentuk formal. Sementara untuk teknis pelaksanaan pemilu banyak ditentukan oleh panitia pelaksana pemilu.

“Dengan kata lain, panitia pelaksana pemilu tidak banyak dipengaruhi oleh pemerintah. Meskipun demikian, seluruh biaya pemilu yang berjumlah 301 juta rupiah itu, tentunya berasal dari anggaran belanja negara,” tulis Alfitra.

Hasil peninjauan pelaksanaan pemilu di Minahasa dan Yogyakarta, serta laporan pengamatan delegasi Indonesia di Australia dan India digunakan sebagai bahan untuk menyusun rancangan undang-undang pemilu baru yang diajukan Kabinet Wilopo pada November 1952.

“Dalam bentuk yang sudah diubah sana-sini, rancangan itu menjadi undang-undang empat setengah bulan kemudian,” tulis Feith.*

TAG

pemilu pemiludalamsejarah pemilu-1955

ARTIKEL TERKAIT

Serangkaian Harapan dari Mahkamah Rakyat Mahkamah Rakyat sebagai Gerakan Moral Mencari Keadilan Eks Pemilih PKI Pilih Golkar Kematian-kematian Sekitar Pemilu 1971 PPP Partai Islam Impian Orde Baru Sudharmono Bukan PKI Ketika Komedian Mencalonkan Diri Jadi Presiden Suami-Istri Cerai Gara-gara Beda Partai Gambar Partai Dilumuri Tahi Lika-liku Quick Count yang Krusial