Pesta demokrasi Pemilihan Umum 2024 baru saja usai. Rakyat sudah mencoblos dan memilih presiden serta anggota legislatif untuk lima tahun ke depan. Meski KPU masih menghitung perolehan suara resmi, pasangan calon nomor 2 Prabowo-Gibran diperkirakan memenangkan kontestasi. Banyak serba-serbi cerita yang terjadi di bilik suara maupun selama proses perhitungan suara di TPS.
Di Jawa Timur, kertas suara untuk calon legislatif di coret-coret oleh seorang pemilih. “KORUP SEMUA CAPE ASLI,” begitu isi coretannya yang memenuhi kolom pencoblosan. Tulisan “KORUPTOR :)” juga terdapat di kertas suara TPS wilayah Bedahan, Kecamatan Sawangan, Depok. Sementara itu, di tingkat DPD, nama komedian Alfiansyah Bustami alias Komeng merajai perolehan suara di daerah pemilihan Jawa Barat. Saban kali nama Komeng dicoblos dalam perhitungan suara, serentak orang-orang sekitar TPS berteriak “UHUUUII,” yang menjadi ciri khas Komeng ketika membawakan acara komedi Spontan. Itulah sekelumit kejadian unik pada pemilu tahun ini.
Pada Pemilu 1955, insiden yang menggelitik bahkan sudah terjadi sebelum pemilu dihelat. Namun, peristiwa ini berbau tidak sedap. Bukan coretan, tapi kotoran berupa tinja dijadikan alat perang urat syaraf. Seperti itulah yang terjadi di Kampung Tanah Sereal, Kelurahan Krukut, Jakarta Barat. Di kawasan itu, alat-alat peraga kampanye berseliweran menghiasi jalanan. Kebanyakan adalah gambar lambang partai yang ditempel di sana-sini.
Baca juga: Jakarta Kota Tinja
Sekali waktu, kedapatanlah bahwa salah satu tanda gambar partai dilumuri tahi oleh orang-orang nakal bin culas. Perbuatan itu dilakukan pada malam hari dan baru ketahuan waktu pagi kemudian. Tentu saja para pengikut dari partai yang tanda gambarnya dilempari kotoran menjadi marah. Tapi, mereka hanya bisa mengelus dada. Tidak diketahui siapa orang yang berbuat kurang ajar demikian.
Jengkel sudah kepalang. Namun, orang yang diburu tak kunjung tampak batang hidungnya. Kemarahan lantas ditimpakan kepada partai lain yang tanda lambangnya ditempel berdekatan dengan gambar partai yang dilumuri tahi. Jadilah tanda gambar partai kompetitor itu penuh kotoran juga. Para pengikutnya pun ikut meradang.
Masyarakat sekitar jadi penasaran. Dalam waktu berdekatan dua tanda gambar partai yang menjadi alat peraga kampanye sama-sama berlumuran tahi. Karena dilakukan pada malam buta, sulit mengungkap siapa orang di balik aksi ugal-ugalan itu. Teknologi untuk memantau seperti CCTV pada saat itu belum ada.
Baca juga: Tafsiran dan Ejekan Lambang Partai
Seperti bersiap-siap mau perang, para pengikut partai yang bersangkutan lantas melakukan ronda. Pada malam hari, mereka mondar-mandir di tempat tempelan gambar partai yang belum kelumuran najis. Ronda malam ini dimaksudkan supaya alat peraga kampanye mereka tidak dilumuri kotoran lagi. Begitu pula dengan pengikut partai yang satunya lagi. Mereka juga merasa berkewajiban membela tanda gambar partai mereka dari ulah orang-orang usil. Maka terjadilah ronda kontra ronda. Antar-pengikut partai saling mengintai saru sama lain.
Namun, karena masing-masing menjaga dan dijaga, lantas tiada lagi yang berani main lempar-lemparan tahi. Maka selamatlah alat peraga kampanye mereka yang ditempel di tembok-tembok, tiang-tiang jalan, dan sudut-sudut gang. Semua itu berkat kesungguhan para pengikut partai yang saban malam melakukan ronda istimewa. Peristiwa ini pun jadi ada hikmahnya.
“Dan karena perondaan terus-menerus itu, kampung tersebut menjadi aman, tidak ada maling yang berani masuk ke sana! Gara-gara tanda gambar partai,” demikian diberitakan Majalah Minggu Pagi, No.47, 20 Februari 1955.
Baca juga:
Insiden Menghebohkan di Stasiun Kroya
Pemilu 1955 berlangsung di bulan September. PNI, Masyumi, NU, dan PKI jadi partai pemenang pemilu dengan raupan suara terbanyak. Secara umum, pemilu pertama di Indonesia ini berjalan aman, lancar, dan damai. Kendati terselip pula sekelumit insiden saling sikut seperti kasus di Tanah Sereal tadi, turut mewarnai jalannya pemilu.