Masuk Daftar
My Getplus

Gonta-ganti Partai, Soebandrio Mentok jadi Menteri

Mengawali kiprah politiknya sebagai kader PSI, pindah ke PNI, dan kemudian coba menggandeng PKI.

Oleh: Martin Sitompul | 05 Sep 2023
Menteri Luar Negeri Soebandrio di pengadilan Mahmilub, 25 Oktober 1966. Sumber: Nationaal Archief

Calon presiden Anies Baswedan resmi mendeklarasikan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar sebagai calon wakil presiden yang akan mendampinginya dalam pemilu 2024 mendatang. Keputusan ini mengejutkan partai-partai penyokong dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan. Terlebih bagi Partai Demokrat, yang menggadang-gadang ketua umumnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), sebagai wakil presiden pendamping Anies. Pecah kongsi dalam tubuh koalisi pun terjadi. Partai Demokrat menyatakan keluar dari koalisi. Anies disebut-sebut telah mengkhianati piagam.

“Rentetan peristiwa yang terjadi merupakan bentuk pengkhianatan terhadap semangat perubahan; pengkhianatan terhadap Piagam Koalisi yang telah disepakati oleh ketiga Parpol; juga pengkhianatan terhadap apa yang telah disampaikan sendiri oleh Capres Anies Baswedan, yang telah diberikan mandat untuk memimpin Koalisi Perubahan,” kata Sekjen Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya dalam siaran persnya (31/8).

Jika politik itu dinamis dan yang abadi hanyalah kepentingan, maka istilah khianat bisa jadi bias. Menilik rekam jejaknya, kiprah politik Anies terbilang cukup dinamis meski mendaku dirinya sebagai politisi non-partisan. Anies mulai menggeluti politik setelah dirinya bergabung dalam Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat pada 2013. Pencapaian tertingginya adalah ketika menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (2014-2016) dalam Kabinet Kerja pada periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Advertising
Advertising

Baca juga: Sudjojono Dipecat PKI

Pada pemilihan presiden 2014, Anies berperan sebagai juru bicara tim kampanye pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Setelah dicopot dari jabatan menteri, Anies sukses melaju dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta, diusung oleh PKS dan Partai Gerindra. Kini, Anies maju sebagai calon presiden yang diusung Partai Nasional Demokrat, bersaing dengan Prabowo Subianto (Gerindra) dan Ganjar Pranowo (PDIP).

Di masa lalu, banyak juga politisi Indonesia yang gonta-ganti kendaraan partai untuk mencapai kedudukan tertinggi. Salah satunya Soebandrio, menteri luar negeri periode 1957-1966. Karier diplomatiknya bermula ketika ditunjuk sebagai duta besar Indonesia yang pertama untuk Kerajaan Inggris pada periode 1949—1954. Setelah Inggris, Soebandrio menjadi duta besar Indonesia yang pertama untuk Uni Soviet (1954-1956).

Sementara itu, karier politiknya diawali sebagai kader Partai Sosialis Indonesia (PSI). Soebandrio telah menjadi anggota PSI sejak masa revolusi kemerdekaan. Namun, afiliasi politiknya kemudian berubah. Sepulangnya dari luar negeri usai menyelesaikan tugas duta besar, Soebandrio melihat PSI tak cukup bagus untuk menjadi pijakan karier politiknya. Dia lantas melirik kepada PNI, partai nasionalis yang memenangkan pemilihan umum 1955.         

“Bandrio melihat, sebagai anggota PSI – partai yang dicurigai memberi angin kepada beberapa pemberontakan di daerah– ia tidak mungkin leluasa berkembang. Dan ia pun melompat ke PNI,” seperti disebut dalam Apa dan Siapa Sejumlah Orang Indonesia 1983—1984.

Baca juga: Beda Cara PSI dan Masjumi

Menurut Rosihan Anwar, Soebandrio telah menjadi pengikut Sutan Sjahrir pada tahun 1945. Waktu itu, partainya masih bernama Partai Sosialis. Sedangkan Soebandrio bergiat di luar negeri sebagai Kepala Perwakilan Indonesia di London. Untuk memenuhi ambisi politiknya, Soebandrio kemudian berbalik dan menjelma sebagai lawan politik Sjahrir.

“Soebandrio merapatkan dirinya kepada Sukarno. Ia masuk PNI. Sukarno menganugerahi Soebandrio dengan beberapa jabatan, seperti menteri luar negeri dan kepala intelijen,” ungkap Rosihan Anwar dalam Sutan Sjahrir: Negarawan Humanis, Demokrat Sejati yang Mendahului Zamannya.

Gerakan “kutu loncat” Soebandrio juga diamati oleh kelompok militer, seperti Soehario Padmodiwirio. Pada periode 1959—1965, Soehario atau lebih dikenal dengan nama Hario Kecik menjabat sebagai Panglima Kodam IX Mulawarman di Kalimantan Timur.  Semasa zaman pendudukan Jepang, Soehario dan Soebandrio sama-sama mahasiswa kedokteran di Jakarta.

 “Soebandrio dimusuhi oleh PSI sejak masuk PNI dan mulai mendapat kedudukan dalam pemerintah,” kata Soehario dalam Pemikiran Militer 2: Sepanjang Masa Bangsa Indonesia.

Baca juga: Jenderal Hario "Tundukkan" Subandrio

Di luar posisi menteri, Soebandrio mengepalai Badan Pusat Intelijen (BPI). Presiden Sukarno sekaligus menunjuknya sebagai Wakil Perdana Menteri (Waperdam) I. Dalam kedudukannya sebagai Waperdam I, Soebandrio menyandang pangkat tituler marsekal Angkatan Udara.

Sepanjang paruh pertama 1960, Soebandrio termasuk pejabat tinggi negara yang paling berpengaruh. Nama Soebandrio menonjol dalam perundingan penyelesaian sengketa Irian Barat tahun 1962. Dia memimpin delegasi Indonesia yang menerima penyerahan Irian Barat kepada Indonesia dalam Perjanjian New York.

Duta Besar Amerika Marshall Green yang bertugas di Indonesia pada 1965, mengenang Soebandrio sebagai orang paling berkuasa dalam politik Indonesia, setelah Sukarno. Soebandrio merupakan pelaku politik yang cerdik, pandai, dan penuh liku, serta mempunya banyak pengalaman di arena luar negeri. Kekuatannya terletak pada hubungannya dengan Sukarno, membuat dirinya berguna bagi Sukarno, serta melihat dirinya sebagai pengganti Sukarno.

“Ia pun merayu PKI, yang memperkuat hubungannya dengan Sukarno, tetapi yang membuatnya makin tidak disenangi oleh Angkatan Darat,” catat Green dalam memoarnya Dari Sukarno ke Soeharto: G30S-PKI dari Kacamata Seorang Duta Besar.

Baca juga: Kala Dubes Amerika Nyaris Digebuk Jenderal Moersjid

Banyak yang menilai Soebandrio –terutama dari kalangan militer– merapat ke PKI karena basis massanya yang besar. Panglima Kostrad periode 1967—1969 Kemal Idris mengatakan, Soebandrio bermaksud menjadi tokoh politik yang besar. Sedangkan satu-satunya cara yang bisa menjadikan dia tokoh politik hanya melalui PKI.

“Tapi, apakah dia seratus persen PKI? Buat saya sebenarnya dia hanya ikut-ikutan saja,” kata Kemal dalam otobiografinya Bertarung dalam Revolusi.

Karier politik yang dibangun Soebandrio rontok setelah peristiwa Gerakan 30 September (G30S) 1965. Soebandrio termasuk salah satu dari 15 menteri yang ditangkap menyusul terbitnya Surat Perintah 11 Maret 1966. Dia dianggap terlibat dan bertanggung jawab dalam gerakan pemberontakan yang menurut pemerintah Orde Baru didalangi oleh PKI itu.

Baca juga: Memburu Soebandrio

Pengadilan Mahkamah Militer Tinggi menjatuhi Soebandrio vonis hukuman mati. Hukuman itu kemudian diubah menjadi seumur hidup. Setelah 30 tahun mendekam dalam penjara, Soebandrio dibebaskan pada 1995. Setelah bebas, Soebandrio sempat menuliskan memoarnya pada 2001, ketika rezim Orde Baru sudah tumbang.

Dalam memoarnya berjudul Kesaksianku tentang G30S, Soebandrio mengakui dirinya memang pernah aktif di PSI. Tapi, Soebandrio menolak tudingan yang menyebutkan dirinya PKI. Simpatisan pun bukan.

“Saya memang pernah aktif dalam organisasi politik tapi di PSI (Partai Sosialis Indonesia). Kalau di PKI, saya sama sekali bukan anggota atau simpatisan, walaupun pada saat saya masih di puncak kekuasaan dengan merangkap tiga jabatan sangat penting, orang-orang PKI banyak mendekati saya,” katanya.

Baca juga: Rencana Pembunuhan Sukarno, Yani, dan Soebandrio

Namun, karena isinya sarat kontroversi, memoar Soebandrio ditarik dari peredaran. Selain itu, terdapat beberapa kekeliruan data kronik di dalamnya. Mengingat Soebandrio menuliskannya ketika sudah usia lanjut, tentu banyak ingatan yang sudah pudar. Soebandrio wafat pada 3 Juli 2004, dalam usia 89 tahun.

TAG

pemilu soebandrio partai politik

ARTIKEL TERKAIT

Serangkaian Harapan dari Mahkamah Rakyat Mahkamah Rakyat sebagai Gerakan Moral Mencari Keadilan Eks Pemilih PKI Pilih Golkar Kematian-kematian Sekitar Pemilu 1971 PPP Partai Islam Impian Orde Baru Sudharmono Bukan PKI Ketika Komedian Mencalonkan Diri Jadi Presiden Suami-Istri Cerai Gara-gara Beda Partai Gambar Partai Dilumuri Tahi Lika-liku Quick Count yang Krusial