DI Bandara Ezeiza, Buenos Aires, Presiden Arturo Frondizi melepas keberangkatan Presiden Sukarno. Dari Argentina, Bung Karno meneruskan perjalanan ke Meksiko pada 26 Mei 1959. Setibanya di Mexico City, ibu kota Meksiko, Presiden Adolfo Lopez Mateos menyambut rombongan Bung Karno di lapangan terbang. Dia gembira atas kunjungan perdana Bung Karno ke Meksiko.
“Presiden Sukarno dalam sambutannya menyatakan, bahwa kedatangannya di Meksiko membawa salam dari rakyat Indonesia kepada rakyat Meksiko guna mempererat persahabatan kedua bangsa. Selesai upacara penyambutan di lapangan terbang Mexico City, kedua kepala negara kemudian menuju ke Hotel Belgrado,” demikian dilansir Harian Umum, 29 Mei 1959.
Meksiko menjadi negara terakhir yang dikunjungi Bung Karno dalam lawatannya ke negara-negara Amerika Latin. Presiden Lopez Mateos bersama pejabat tinggi seperti Menteri Luar Negeri Manuel Tello dan Menteri Dalam Negeri Diaz Ordaz turut langsung menjemput Bung Karno. Bunh Karno dan Lopez Mateos berjabat tangan erat saat keduanya bertemu. Pembicaraan mereka tampak cair layaknya sepasang teman lama yang sudah lama tidak bertemu. Di sepanjang jalan dari bandara menuju hotel, Bung Karno dan Presiden Lopez disambut anggota-anggota tantara dan rakyat Meksiko. Lagu kebangsaan “Indonesia Raya” begitu digemari warga Meksiko yang kental dengan kultur seninya.
Baca juga: Bung Karno, Presiden Asia Pertama ke Amerika Latin
Dibandingkan Argentina dan Brazil, menurut mingguan Istimewa edisi 31 Mei 1959, sambutan rakyat Meksiko paling hangat menyambut kunjungan Bung Karno. “Dari perlawatan Presiden Sukarno ke Latin Amerika, Brazilia, Argentina, dan Meksiko, adalah di Meksiko yang kelihatan pengertian rakyatnya mendalam akibat adanya duta kita di sana sejak beberapa tahun lampau,” sebut Istimewa.
Indonesia secara resmi membuka hubungan diplomatik dengan Meksiko pada 6 April 1953. Meski demikian, Indonesia masih belum memiliki perwakilan tetap di Meksiko. Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Meksiko baru dibuka pada Juli 1956.
Dalam kunjungan perdananya ke Meksiko, menurut diplomat Sigit Aris Prasetyo, Bung Karno punya beberapa kepentingan strategis. Selain untuk meningkatkan hubungan bilateral, Bung Karno ingin mengubah posisi Meksiko yang pada paruh pertama 1950 kurang bersahabat dengan Indonesia. Dalam forum internasional seperti PBB, Meksiko lebih mendudukung Belanda daripada Indonesia terkait masalah Irian Barat. Meksiko bahkan –seperti Amerika Serikat (AS)– terang-terangan bersimpati serta memihak kepada pemberontakan PRRI-Permesta pada 1958.
“Indonesia berkepentingan untuk merangkul Meksiko. Salah satu alasannya yaitu karena Meksiko dianggap penting dan sebagai pemimpinnya negara-negara Amerika Latin. Saat itu, selain kurang mengenal Indonesia Meksiko juga kerap berseberangan posisi dengan Indonesia di PBB. Sebagai contohnya, Meksiko cenderung mendukung posisi Belanda yang ingin tetap menguasai wilayah Irian Barat,” catat Sigit dalam Dunia dalam Genggaman Bung Karno.
Baca juga: Bung Karno di Rio de Janeiro
Sikap dingin pemerintah Meksiko masih terasa menjelang kedatangan Bung Karno. Menlu Manuel Tello menyatakan bahwa Meksiko punya hubungan persahabatan yang sangat baik dengan Belanda. Namun, sikap itu mencair setelah Bung Karno menginjakkan kaki di Meksiko.
Hadi Thayeb, kuasa usaha RI untuk Meksiko saat itu, seperti dikutip Sigit dalam Catatan 50 Tahun Hubungan Diplomatik Indonesia-Meksiko, menggambarkan pertemuan Bung Karno dengan Lopez Mateos berjalan sangat akrab dan bersahabat. Lopez Mateos ternyata terlihat sangat menyukai Bung Karno. Menurut Hadi Thayeb, tiada sama sekali tanda-tanda antipati pemerintah Meksiko terhadap Indonesia. Presiden Lopez Mateos bahkan memberi kehormatan bagi Bung Karno untuk berpidato di depan Parlemen Meksiko.
Dalam pidatonya di hadapan anggota parlemen Meksiko, Bung Karno mengutip nama tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan Meksiko. Antara lain Jose Mariano Jimenez, Francisco Xaviermina, Jenderal Ignacio Zaragoza, dan Emiliano Zapata. Penyebutan nama-nama pahlawan Meksiko itu untuk membangkitkan persamaan-persamaan antara kedua negara. Seperti Meksiko yang dijajah Spanyol, bangsa Indonesia juga memperjuangkan kemerdekaannya dari penjajahan Belanda. Di akhir pidatonya, Bung Karno menyebut Indonesia dan Meksiko merupakan satu kesatuan kendati letak geografisnya berjauhan. Anggota parlemen Meksiko pun takjub. Salah satu dari mereka celetuk begini, Meksiko memerlukan pemimpin seperti Sukarno untuk memimpin bangsa Amerika Latin.
Baca juga: Bung Karno di Negeri Tango
Selama lima hari di Meksiko, Bung Karno melakukan lawatan ke berbagai tempat. Salah satunya ke permukiman rakyat kumuh di wilayah Tacuba. Di kesempatan lain, Bung Karno mendatangi sekolah dasar Negeri M-1560 (Matutino-1560) dan V-1602 (Vespertino-1602). Kedua kepala sekolah kemudian mengusulkan mengganti nama sekolah itu menjadi “Escula de la Republica Indonesia” (Sekolah Republik Indonesia) yang disetujui Bung Karno. Sekolah ini kemudian diresmikan pada 17 Agustus 1959, bertepatan dengan ulang tahun kemerdekaan RI ke-14.
Setelah menyelesaikan lawatannya di Meksiko, Bung Karno bertolak menuju Los Angeles, AS. Harian Umum, 3 Juni 1959 mengabarkan rombongan Bung Karno sampai harus mengganti pesawat Pan American Clipper yang dipakai sewaktu datang di Meksiko. Karena kelebihan muatan yang mencapai 8000 kg berupa barang-barang hadiah dari pimpinan negara-negara Amerika Latin maupun yang dibeli sendiri, pesawat Bung Karno ditukar dengan Boeing 377 Stratocruiser. Pesawat itu lebih besar untuk meneruskan perjalanan dengan keamanan lebih terjamin serta dapat membawa muatan lebih banyak.
Sejak kunjungan Bung Karno ke Meksiko, hubungan diplomatik kedua negara terus meningkat. Bung Karno berkunjung dua kali lagi ke Meksiko, yaitu pada 1960 dan 1961. Sementara itu, Presiden Lopez Mateo mengadakan kunjungan balasan ke Indonesia pada 1962. Saat berkunjung ke Indonesia, Presiden Lopez Mateo terpesona dengan keindahan bunga anggrek Indonesia. Sampai saat ini, sekolah Indonesia di Meksiko masih beroperasi. Pada 2019, pemerintah Meksiko mendirikan patung Sukarno yang berlokasi di Taman Sukarno, AV 18, Ignacio Zaragoza, Venustiano Ciudad de Mexico. Ini membuktikan kian eratnya hubungan Indonesia dan Meksiko.
Baca juga: Bung Karno Meninjau Ibukota Brasilia