Masuk Daftar
My Getplus

Satu Episode Tim Garuda di Olimpiade

Tim Garuda Muda tengah “menyala”. Harapan kembali ke pentas olimpiade terbuka lebar setelah absen nyaris tujuh dekade di cabang sepakbola.

Oleh: Randy Wirayudha | 29 Apr 2024
Tim Garuda Muda (Indonesia U-23) yang bikin gempar persepakbolaan Asia di AFC Cup U-23 (the-afc.com)

TIM Nasional Indonesia U-23 tengah menggila. Skuad “Garuda Muda” yang ditukangi Shin Tae-yong (STY) melibas lawan-lawan yang selama ini jadi momok di ajang AFC Cup U-23 2024 demi berebut tiket ke Olimpiade Paris 2024.

Sebelumnya, Witan Sulaeman cs. lolos dari babak penyisihan sebagai runner-up Grup A hasil menang atas Australia U-23 (1-0) dan Yordania U-23 (4-1). Lantas di perempatfinal, setelah melalui laga sengit kontra Korsel U-23 pada Kamis (25/4/2024), Garuda Muda sukses memulangkan negeri asal STY itu lewat kemenangan adu penalti, 11-10, usai imbang 2-2 di waktu normal.

Pada semifinal, Garuda Muda ditantang tim besar lain, Uzbekistan U-23, pada Senin (29/4/2024). Laga ini tentu menjadi penentu menuju Olimpade Paris 2024.

Advertising
Advertising

Tim Garuda Muda punya kans besar mewakili kontingen Indonesia di cabang sepakbola putra Olimpiade Paris 2024 dengan tiga skenario. Skenario pertama menang atas Uzbekistan di semifinal. Jika kalah di semifinal, maka skenario kedua mesti menang di laga perebutan juara ketiga. Seandainya kalah juga, maka skenario ketiga adalah wajib memenangkan laga play-off antar-konfederasi kontra Guinea yang merupakan juara keempat atau semifinalis Piala Afrika U-23 2023.

Baca juga: Medali Emas SEA Games 32 Tahun Lalu

Terlepas dari tiga skenario itu, Garuda Muda punya kesempatan emas mengulang sejarah. Pasalnya timnas Indonesia tercatat hanya sekali pernah mengikuti olimpiade, yakni di eranya Maulwi Saelan dkk. yang tampil di Olimpiade Melbourne 1956.

“Dahulu di Olimpiade 1948 ditolak (keikutsertaannya) karena masalah paspor dan kedaulatan. Lalu di Olimpiade Helsinki (1952) tidak lolos. Pada (Olimpide Melbourne) 1956 lolos dulu kipernya Maulwi Saelan,” tutur pengamat sejarah sepakbola Rojil Nugroho Bayu Aji dalam diskusi daring ANRI, “Jejak Langkah Sepak Bola Indonesia: Mulai Era Sukarno hingga Tantanganya Saat Ini” via video konferensi Zoom dan kanal Youtube Arsip Nasional RI, Senin (29/4/2024) pagi.

Laga sengit Timnas Indonesia U-23 kontra Australia (kiri) & Korea Selatan di AFC Cup U-23 (the-afc.com)

Laga yang Menggemparkan Dunia

Bicara olimpiade, sudah sejak lama Indonesia sekadar bertabur prestasi di cabang selain sepakbola. Padahal, menurut Rojil, sepakbola sejak era Sukarno sudah menjadi alat diplomasi di panggung internasional.

“Indonesia selalu menjadi perhatian ketika dalam konteks bulutangkis. Dulu (raihan medali) pertama (Olimpiade Seoul 1986) dari cabang panahan. Lalu yang sampai sekarang ada angkat besi dan sekarang semoga sepakbola (kembali) menjadi salah satu kekuatan dan semoga ini bisa berlangsung,” lanjut akademisi dan dosen sejarah Universitas Negeri Surabaya (Unesa) tersebut.

Perhatian Bung Karno terhadap sepakbola melalui PSSI terlihat dari tiga era ketua umumnya, R. Maladi (1950-1959), Abdul Wahab Djojojadikoesoemo (1960-1964), dan Maulwi Saelan (1964-1967). Maladi memulainya dengan memasukkan ideologi Sukarno dalam sepakbola.

“Lalu di zaman Abdul Wahab mendatangkan banyak tim dari luar negeri agar kita tidak menjadi katak dalam tempurung. Di era Pak Maulwi dimulai era pembangunan usia muda. Ini menarik karena timnas kerangkanya sudah terbentuk tapi kan harus ditopang pemain-pemain muda (sebagai penerus),” sambung Rojil.

Baca juga: Paman Choo, Pelatih Asing Pertama Timnas Indonesia

Kedekatan Bung Karno dengan negara-negara Eropa Timur yang kala itu mendominasi sepakbola dunia menjadi keuntungan tersendiri. Faktor itu membuat Indonesia mendatangkan Antun ‘Toni’ Pogačnik dari Yugoslavia. Pogačnik datang menggantikan Choo Seng Quee, pelatih asing pertama yang membesut timnas Indonesia periode 1951-1953.

“Dulu awalnya ada pelatih asing Choo Seng Quee dari Singapura yang kurang berhasil ya. Karena itu kemudian mendatangkan Pogačnik dari Yugoslavia dan dia yang meletakkan dasar sepakbola modern di Indonesia dan terkenal disiplin. Seperti STY juga kan, menurut dia disiplin itu penting. Jadi ada kesamaan walau tidak sama persis dan ada pola-pola yang bisa kita bandingkan,” tambahnya.

Di era Pogačnik, timnas Indonesia perlahan tapi pasti mulai dikenal sebagai “Macan Asia”. Dengan skuad berisi Ramang, Tan Liong Houw, Kiat Sek, Djamiat Dalhar, Ramlan Yatim, dan Maulwi Saelan, Pogačnik membawa sejumlah prestasi buat Indonesia selama melatih (1954-1960). Selain semifinalis Asian Games 1954, ada perempatfinalis Olimpiade 1956, medali perunggu Asian Games 1958, hingga runner-up Turnamen Merdeka 1957.

Partai perempatfinal Olimpiade 1956 antara Uni Soviet vs Indonesia yang berkesudahan 0-0 (nla.gov.au)

Di Olimpiade 1956, timnas Indonesia faktanya memang menang walk out (WO) di babak kualifikasi. Akan tetapi tetap saja di Melbourne Ramang dkk. bikin gempar kancah persepakbolaan dunia.

Olimpiade 1956 sendiri memberi Asia jatah enam spot yang diperebutkan 12 tim, termasuk Indonesia. Indonesia mestinya bersua Republik China alias Taiwan di fase kualifikasi. Namun, ada “hambatan” politik karena Presiden Sukarno mengakui Republik Rakyat China.

“Komite (olimpiade cabang sepakbola, red.) menangani permintaan Indonesia bahwa bendera nasionalis (republik) China tidak dikibarkan di laga penyisihan karena khawatir unjuk rasa besar. Komite memerintahkan (republik) China nasionalis harus bermain di bawah bendera FIFA. Jika menolak, Indonesia yang akan diberikan (kemenangan) walkover,” tulis suratkabar The Singapore Free Press edisi 30 Mei 1956.

Baca juga: Maulwi Saelan yang Saya Kenal

Taiwan menolaknya. Alhasil Ramang cs. lolos ke Olimpiade Melbourne 1956 tanpa keringat. Saat itu cabang sepakbola hanya diikuti 11 tim dan oleh karenanya formatnya langsung berupa sistem gugur (knockout stage). Kebetulan pula di babak pertama, Indonesia terundi mendapatkan bye sehingga tinggal menunggu lawan dari babak lain antara timnas Jerman Bersatu kontra Uni Soviet. Laga tersebut akhirnya berkesudahan 2-1 untuk Soviet.

Indonesia pun bersua Soviet di babak perempatfinal yang dimainkan di Stadion Olympic Park, Melbourne pada 29 November 1956. Laga yang dipimpin wasit Shigemaru Takenokoshi asal Jepang itu tak pernah lekang dalam ingatan Maulwi yang mengawal mistar Indonesia.

“Saya di gawang sini. Dia (Yashin) di gawang sana,” kenang Maulwi kepada Historia beberapa tahun lalu, melukiskan gawang lawannya dijaga si “laba-laba” Lev Yashin.

Tanpa diduga, di laga itu Maulwi cs. tampil gemilang dalam dua babak yang sengit. Kegemparan pun terjadi karena tiada yang menyangka tim sebesar Soviet bisa ditahan imbang 0-0 oleh Indonesia yang saat itu masih dianggap tim semenjana di level dunia.

“Kekuatan sepakbola dunia saat itu Rusia (Uni Soviet), Yugoslavia, dan tim-tim Eropa Timur ya. Tetapi yang menarik pertandingan itu menjadi berita internasional. (Suratkabar The Sun) menuliskan, ‘Miracle defence holds Russia to scoreless draw’. Dunia gempar dengan sepakbola Indonesia,” tambah Rojil.

Pelatih Shin Tae-yong yang berjanji membawa Indonesia kembali ke pentas olimpiade (the-afc.com)

Namun lantaran saat itu belum ada aturan laga harus dilanjutkan ke babak perpanjangan waktu jika hasilnya imbang, maka partai perempatfinal Uni Soviet vs. Indonesia mesti diulang keesokan harinya di tempat yang sama dengan wasit berbeda. Sial bagi Indonesia, di laga ulang yang Reginald Lund dari Selandia Baru itu Indonesia bak kehabisan bensin setelah kalah 0-4. Berturut-turut gawang Indonesia empat kali dijebol Valentin Ivanov, Igor Netto, serta dwigol Sergei Salnikov

Terlepas dari hasil itu, apa yang ditorehkan Maulwi Saelan cs. tetap jadi salah satu bab sejarah yang paling dibanggakan publik sepakbola Indonesia hingga sekarang. Terlebih harapan untuk skuad STY menyetarakan diri dengan generasi 1956 itu terbuka lebar, tak peduli skuad Timnas Indonesia U-23 kini berhias pemain naturalisasi.

“Saya mendengar terakhir (Indonesia) berlaga di Olimpiade Melbourne 68 tahun lalu. Ini waktunya bagi Indonesia untuk berpartisipasi di panggung Olimpiade lagi. Saya tak merasa ini sebagai tekanan besar. Saya menikmati momen dan tangangan ini. Ini adalah momen bahagia untuk para pemain. Kali ini saya akan membuat Indonesia ke olimpiade lagi,” tukas STY menawarkan janjinya, disitat dari laman resmi PSSI, Minggu (28/4/2024).

Baca juga: Medali Sepakbola Asian Games yang Dirindukan

TAG

timnas indonesia timnas-indonesia afc-cup olimpiade sepakbola

ARTIKEL TERKAIT

Di Balik Rekor Eropa Real Madrid Johny Pardede dari Sepakbola hingga Agama Jatuh Bangun Como 1907 Comeback ke Serie A Bata Selain Pabrik Sepatu Empat Hal Tentang Sepakbola Meneer Belanda Pengawal Mistar Indonesia Serba-serbi Aturan Offside dalam Sepakbola Rossoblù Jawara dari Masa Lalu Lima Jersey Sepakbola Kontroversial Philippe Troussier si Dukun Putih