Masuk Daftar
My Getplus

Medali Emas SEA Games 32 Tahun Lalu

Kerja keras timnas berhasil meraih medali emas setelah mengalahkan Thailand. Menyempurnakan posisi Indonesia sebagai juara umum SEA Games Manila.

Oleh: Randy Wirayudha | 17 Mei 2023
Timnas Indonesia meraih medali emas SEA Games 1991 di Manila, Filipina. (Repro IGK Manila: Panglima Gajah, Manajer Juara).

TIMNAS Indonesia berhasil meraih medali emas SEA Games 2023 di Kamboja setelah mengalahkan Thailand. Medali emas SEA Games terakhir direbut timnas Indonesia 32 tahun lalu di Filipina. Menariknya, emas itu diraih di Manila dan timnas Indonesia dipimpin IGK Manila sebagai manajer dengan pelatih Anatoli Fyodorich Polosin asal Rusia.

Dalam biografinya, IGK Manila: Panglima Gajah, Manajer Juara karya Hardy R. Hermawan dan Edy Budiyarso, disebutkan persiapan timnas digenjot selama empat bulan sebelum SEA Games, 24 November-3 Desember 1991. Hasilnya, 18 pemain terbaik dipilih dari 57 pemain yang diseleksi.

Sebagai suntikan semangat, di awal kepemimpinannya sebagai manajer menggantikan Acub Zainal, Manila menawarkan program asupan nutrisi lebih baik. Selain itu, para pemain juga digaji Rp350 ribu per bulan dan THR Lebaran Rp500 ribu per pemain.

Advertising
Advertising

Sementara itu pelatih Polosin masih pada tahap pengenalan dengan gaya para pemain, sehingga belum menggeber pola latihan yang sesungguhnya. Sempat muncul kendala kiper utama Edy Harto nyaris tak bisa bergabung lantaran klubnya, Krama Yudha Tiga Berlian (KTB), enggan melepaskannya demi Piala Winners Asia.

“Waktu itu sebenarnya ada komunikasi yang kurang baik antara pengurus PSSI dengan Pak Sjarnoebi Said, pemilik KTB. Setelah (komunikasi) diperbaiki, Edy bisa masuk tim,” kata Manila.

Baca juga: Ada Apa dengan Ricky Yakob

Timnas lantas menjalani dua uji coba, yakni tur ke Hong Kong dan Piala Presiden di Seoul. Hasilnya? Jeblok. Musababnya pada laga di Seoul, Manila mencoret nama Ricky Yakob.

Keputusan Manila ditentang Ketum Umum PSSI Kardono. Kardono heran kenapa pilar penting itu dicoret Manila. Keputusan Manila jelas menambah beban di pundak Kardono, yang di pengujung masa jabatan keduanya itu diberi misi khusus oleh Presiden Soeharto.

Dalam Selamat Jalan Pak Harto: Dokumen Kepergian Pemimpin Bangsa, Soegiono M.P. menyebut Kardono mestinya sudah melepas jabatannya pascatimnas Indonesia meraih emas SEA Games 1987. Namun, Soeharto belum berkenan Kardono meninggalkan PSSI.

“Prestasi itu (emas SEA Games 1987, red.) cukup menjadi alasan Soeharto memperpanjang masa jabatan Kardono. Ternyata keinginan Soeharto untuk mempertahankan Kardono satu periode lagi, empat tahun ke depan, juga disepakati Kongres PSSI,” sebut Soegiono.

Namun, Manila tetap pada keputusannya bahkan mengancam mundur jika Kardono memaksanya untuk memasukkan Ricky Yakob ke tim. “Saya tidak melamar posisi manajer tim. Tapi saya bekerja sungguh-sungguh. Nama saya dan bapak dipertaruhkan. Saya tidak main-main,” kata Manila pada Kardono.

Shadow Football dan Latihan Militer

Ricky Yakob bukan satu-satunya bintang yang terpental dari seleksi Manila dan Polosin. Gelandang/sayap Mustaqim terdepak dari tim karena cedera. Fachri Husaini dan Jaya Hartono juga angkat koper sepulang dari uji coba di Hong Kong dan Seoul. Keduanya protes terhadap pola latihan Polosin yang menggenjot fisik pemain dengan beragam latihan ekstrem dan pola latihan shadow football. Fachri dan Jaya merajuk lantaran latihannya lebih mirip latihan militer ketimbang latihan sepakbola.

Protes itu membuat Manila geram. “Kalau kalian ragu, silakan tinggalkan tim,” katanya.

Dari sisa tiga bulan masa persiapan SEA Games, dua bulan di antaranya digunakan Polosin untuk menggenjot latihan shadow football. Porsi latihan ditambah dari biasanya dua kali sehari menjadi tiga kali sehari. Pola latihan itu diterapkan selalu tanpa bola.

“Bola imajiner ditunjuk pelatih. Ke mana tangan menunjuk, ke sana pemain harus bergerak. Metode ini juga diterapkan di pantai dan kolam renang,” tulis Hardy dan Edy.

Baca juga: Ketika Robby Darwis Dikerjai Malaysia Jelang SEA Games

Metode itu dilanjutkan dengan latihan bermain tanpa arahan Polosin. Asistennya, Urin, ditugasi mencatat hitungan sentuhan bola per pemain. Polosin menekankan pentingnya sentuhan bola dan memonitor pemain mana saja yang malas mengejar bola.

Gaya latihan itu kembali bikin sejumlah pemain terpental dari tim. Kini giliran Mecky Tata, Singgih Pitono, Eryono Kasiba, dan Ansyari Lubis. Keempatnya dicoret lantaran tak tahan dikuras fisik lewat pelatihan ala militer pada sebulan terakhir.

​IGK Manila turun menemani sesi latihan timnas jelang SEA Games 1991. (Repro IGK Manila: Panglima Gajah, Manajer Juara).

Latihan ala militer itu dilakukan Manila dengan mengirim tim ke Pusdik POM Cimahi untuk dilatih lebih keras. Latihan fisik ditambah lari jarak jauh naik turun bukit dan gunung. Latihan berat itu membuat banyak pemain keteteran.

“Sudirman sampai mulas-mulas dengan latihan tersebut. Terpaksa ketika berlari, Sudirman buang hajat di rerumputan bukit. Sudirman akhirnya mengaku dirinya mencret selama digojlok Polosin,” tulis Hardy dan Edy.

Dari latihan ekstra berat sebulan penuh itu terpilihlah 18 anggota skuad SEA Games yang diragukan banyak pihak lantaran tak diperkuat sejumlah pemain bintang. Di mistar gawang ada Edy Harto dan Erick Ibrahim. Beknya Robby Darwis, Ferril Hattu (kapten), Sudirman, Aji Santoso, Salahuddi Abdul Rachman, Herry Setyawan. Lini tengah diisi Toyo Hartono, Maman Suryaman, Heriansyah, Kashartadi, dan Yusuf Ekodono. Barisan depannya Widodo Cahyono Putro, Peri Sandria, Hanafing, Rochi Putiray, dan Bambang Nurdiansyah.

Bambang jadi yang tertua di tim, berusia 32 tahun. Ia dimasukkan terakhir atas permintaan Manila sehingga tak digojlok sebagaimana para juniornya. Manila punya misi lain mengikutsertakannya.

Baca juga: IGK Manila Sigap Menangkal Babi-Babi Suap

Jelang keberangkatan, muncul keluhan sejumlah pemain soal rupiah. Diwakili kapten tim Ferril Hattu, mereka menyatakan kerisauan soal iming-iming bonus. Tim dijanjikan bonus Rp3 juta, padahal di SEA Games 1989 mereka diguyur bonus Rp1,5 juta per pemain setiap kali menang.

Manila pun menyikapinya dengan kepala dingin. Kendati terkesan “mata duitan”, Manila sadar “neraka” seperti apa yang sudah mereka alami demi bisa lolos seleksi sejak April hingga November 1991. Oleh karena itu, Manila lalu mendatangi jajaran pengurus PSSI Kardono dan pemilik klub Arseto Sigit Harjojudanto. “Saya juga ikut dimintai uang, harus patungan,” ujar Sekjen PSSI Nugraha Besoes, dikutip Hardy dan Edy.

Setelah “modal” dianggap cukup, Manila menjanjikan bonus yang lebih baik. Jelang laga pembuka Grup B kontra Malaysia, 26 November 1991, Manila mengiming-imingi bonus US$100 per pemain (kurs 1991, US$1 = Rp1.900).

Hasil Tak Mengkhianati Kerja Keras

Kerja keras tim dan iming-iming bonus menggiurkan membuat para pemain seperti “kesetanan”. Dari empat laga di Grup B, Indonesia tak pernah kalah. Malaysia, Vietnam, dan tuan rumah Filipina dibuat tak berdaya.

Di semifinal dan final, Indonesia baru mendapat ujian sesungguhnya. Di semifinal, 2 Desember 1991, Singapura sudah menunggu. Singapura sarat pemain berpengalaman dengan skill di atas rata-rata pemain Indonesia. Namun Indonesia unggul fisik dan disiplin. Alhasil dari dua babak, kedua tim bermain sama kuat tanpa gol. Pun dengan dua babak perpanjangan waktu, hingga pemenang mesti ditentukan lewat adu penalti.

Dewi fortuna memihak Tim Garuda, menang 4-2 di babak tos-tosan. Publik Singapura menangis. The Strait Times, 3 Desember 1991, sampai menurunkan berita dengan judul di halaman muka: Penalty shoot-out agony for Lions.

Di final yang dimainkan di Rizal Memorial Stadium, 4 November 1991, Indonesia menghadapi Thailand. Ferril Hattu cs. Kembali menahan lawan tanpa gol di dua babak dan perpanjangan waktu. Publik tanah air yang menyaksikannya lewat TVRI, berharap kembali dihampiri dewi fortuna.​

Baca juga: Galatama Tempat Profesional Berlaga

Drama adu penalti itu amat mendebarkan. Saat kedudukan sudah 3-3, Polosin menunjuk Sudirman untuk jadi penentu. “Sudirman baru 21 tahun. Tapi ia punya mental dan karakter yang tegas. Teman-temannya menjuluki dia jenderal, seperti nama Jenderal Besar Sudirman di masa revolusi,” sambung Hardy dan Edy.

Sementara itu Manila punya cara lain untuk menyuntik spirit para pemain. Manila memperlihatkan batu aji yang dikalunginya lalu memerintahkan semua pemain menyentuh batu yang disebutnya bertuah itu. Para pemain manut. Manila lalu komat-kamit dan membakar semangat dengan seruan “Indonesia Juara”. “Padahal (komat-kamit) itu cuma acting,” kata Manila mengenang.

Yang pasti, hasilnya sepakan Sudirman merobek jala gawang Thailand. Skor akhir 4-3. Indonesia pun menyempurnakan posisi juara umum SEA Games dengan tambahan satu emas di cabang paling bergengsi.

Saat para pemain dan ofisial bereuforia, Manila menangis saking bahagianya. Sepulangnya ke Jakarta, tim dijamu Presiden Soeharto di kediamannya, Jalan Cendana. Para pemain diganjar bonus US$2.000 per kepala. Manila pun lantas melepas jabatannya dan kembali bertugas di CPM.*

TAG

sepakbola timnas indonesia sea games

ARTIKEL TERKAIT

Cerita dari Stadion Kridosono (Bagian II – Habis) Cerita dari Stadion Kridosono (Bagian I) Pengungsi Basque yang Memetik Bintang di Negeri Tirai Besi Riwayat NEC Nijmegen yang Menembus Imej Semenjana Geliat Tim Naga di Panggung Sepakbola Mula Bahrain Mengenal Sepakbola Enam Momen Pemain jadi Kiper Dadakan Memori Manis Johan Neeskens Kenapa Australia Menyebutnya Soccer ketimbang Football? Kakak dan Adik Beda Timnas di Sepakbola Dunia