Masuk Daftar
My Getplus

Ketika Pele Dimaki Suporter Indonesia

Maha bintang sepak bola asal Brazil itu bertandang ke Stadion Utama Senayan untuk menjajal tim nasional PSSI. Alih-alih menuai pujian, Pele diumpat penonton karena tidak menampilkan permainan indah khas negeri Samba.

Oleh: Martin Sitompul | 27 Jun 2024
Pele bersama Anwar Ujang dalam pertandingan persahabatan PSSI vs Santos FC di Stadion Utama Senayan. (Dok. Keluarga Anwar Ujang)

LEBIH dari 100.000 penonton memadati Stadion Utama Senayan (kini Gelora Bung Karno) pada Rabu petang, 21 Juni 1972. Mulai dari jelata hingga pejabat tinggi sipil dan militer tumpah ruah di sana, termasuk Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin. Mata mereka tertuju pada pemain nomor punggung 10 berseragam Klub Santos FC. Hari itu digelar laga persahabatan antara Timnas Indonesia (PSSI) menghadapi klub Brazil Santos FC. Pele, si pemain terbaik dunia, memperkuat tim Santos dan dimainkan sejak menit pertama.

“Pele si raja bola tampak tidak banyak bergerak. Tetapi dengan demikian ia berhasil membuka pertahanan barisan belakang PSSI,” diwartakan Harian Kami, 22 Juni 1972.

Meski laga persahabatan, Santos FC tampil dengan pemain-pemain intinya. Dua penyerang sayap Jader da Silva (Jader) dan Jonas Eduardo Americo (Edu) jadi tandem Pele di lini depan. Sementara itu, Timnas Indonesia juga turun dengan skuad terbaiknya yang diambil dari klub-klub papan atas seperti PSMS Medan, Persija, Persebaya, dan PSM Makassar. Mulai dari kiper Ronny Paslah, Juswardi, Sunarto, Muljadi, Anwar Ujang, Suaeb Rizal, Abdul Kadir, Moh. Basri, Jacob Sihasale, Risdijanto, dan Iswadi diturunkan untuk menghadapi Pele dan kawan-kawannya. Di bawah asuhan pelatih Endang Witarsa, Timnas PSSI memainkan strategi bermain dalam tempo tinggi untuk menekan Santos.

Advertising
Advertising

Pele tentu menjadi magnet bagi para penonton dalam pertandingan itu. Namanya kesohor seantero dunia karena membawa Brazil menjuarai Piala Dunia 1958, 1962, dan 1970. Macam-macam julukan melekat pada diri Pele. Mulai dari “kaki emas emas dari Brazil", “mutiara hitam”, hingga “si raja bola”. Itulah sebabnya manusia-manusia di tribun Stadion Utama Senayan menanti-nantikan aksi Pele di lapangan hijau. Biar Timnas kalah telak, yang penting melihat Pele menampilkan permainan indahnya menggocek bola. Begitu kira-kira harapan penonton.  

Baca juga: Pele Datang ke Indonesia

Tapi, ekspektasi tinggi penonton akan pertandingan yang memanjakan mata jauh dari kenyataan. Santos memang mendominasi jalannya pertandingan sepanjang babak pertama. Ketika pertandingan baru dimulai, Jader lewat sontekannya menjebloskan bola ke dalam gawang Ronny Paslah. Pada menit ke-14, Edu menyambar bola muntah dari tendangan Pele yang gagal diamankan Ronny Paslah. Gol, skor 2-0 untuk Santos. Pele baru mencetak skor di menit 30 dari titik penalti setelah Edu dijatuhkan pemain belakang PSSI. Risdijanto memperkecil ketinggalan setelah memanfaatkan peluang dari sepak pojok Abdul Kadir. Babak pertama berakhir dengan skor 3-1.

Menurut otobiografi Pele yang ditulis Orlando Duarte dan Alex Bellos, Pele The Autobiography, gol yang dicetak Pele dalam laga menghadapi PSSI merupakan golnya yang ke-1122. Sementara itu, dalam reportase Harian Kami, Pele lebih berperan sebagai pembagi bola bagi rekannya ketimbang pemburu gol. Pele bahkan seperti terlihat tidak bernafsu untuk mencetak gol. Penonton agak kecewa tapi masih berharap untuk babak kedua.

“Dengan permainan keras dan cepat dalam babak kedua PSSI dapat mengimbangi permainan Santos yang terdiri dari pemain-pemain yang tegap dengan ball dan body control yang sempurna,” sebut Harian Kami, 22 Juni 1972.

Baca juga: Final Fenomenal di Senayan

Babak kedua, PSSI lebih mampu memberikan perlawanan. Pemain Santos sebentar-sebentar tergeletak demi melambatkan tempo permainan. Sementara itu PSSI terus menyerang. Pada menit ke-70, tendangan pojok Ronny Pattinasarani diterima oleh Jacob Sihasale yang meneruskannya kepada Risdijanto. Dengan suatu tendangan voli yang indah, bola sepakan bomber Persija itu bersarang ke gawang Santos. Skor 3-2 bertahan hingga peluit tanda pertandaingan berakhir dibunyikan wasit R. Hatta. Santos FC menang tipis atas PSSI.

Pele gagal menambah pundi-pundi golnya. Penampilannya kurang menggit. Selama pertandingan, Pele hanya melakukan empat kali tendangan langsung dengan hasil nihil kecuali satu-satunya penalti yang dikonversi jadi gol. Tak banyak pula aksi individu yang ditampilkannya. Kontrol bolanya tak selalu sempurna, umpannya pun kadang-kadang meleset.

Dibanding rekan setimnya, Pele tidak lebih menonjol dari Edu yang aktif menyisir sayap kiri maupun Jader yang gesit di kanan. Atau bahkan Orlando, benteng kokoh di jantung pertahanan Santos. Pele bahkan sempat bersitegang dengan gelandang Iswadi Idris yang sempat memicu keributan di lapangan pada menit ke-65.

Baca juga: Tentang Anjay dan Kata-kata Umpatan

Di tribun, penonton bersorak-sorak. Tapi, bukan untuk mengelu-elukan Pele. Mereka mengumpat Pele yang tidak menampilkan permainan terbaiknya. Harian Kami, 24 Juni 1972, menuliskan judul berita menohok yang secara khusus ditujukan kepada pemain bintang Brazil itu: “Permainan Pele Cuma Sepele?”

“Dan mampuslah Pele petang itu bagi penonton-penonton dibagian ini. ‘Diamput!’ ‘Maknya dikipe!’, ‘Goblog!’, ‘Pejajaran!’, dan serentetan kata-kata indah dari dunia comberan muncrat dari mulut penonton-penonton yang merasa kecewa dengan presentasi penampilan Pele,” demikian reporter Harian Kami melaporkan dari tribun terbuka Stadion Utama Senayan.

Selain permainan Pele yang tidak menghibur, kejengkelan itu meluap karena digelontorkannya ongkos sangat besar untuk mendatangkan tim Santos. Hal ini tentu berpengaruh terhadap harga tiket masuk stadion yang lebih tinggi dari biasanya. Para wartawan pun ikut jadi bulan-bulanan.

“Ini nih, kerjaannya wartawan, ngibulin penonton melulu. Nggak dulu nggak sekarang, segalanya digede-gedein nulisnya cuman buat bikin laris korannya aja,” kata seorang penonton dikutip Harian Kami. Sementara berita Tempo, 1 Juli 1972, mewartakan, penampilan loyo Pele, ditambah insiden di lapangan yang mengganggu alur permainan, membuat penonton kecewa.

Baca juga: Wartawan Indonesia di Piala Dunia

Sejatinya melempemnya penampilan Pele dapat dimaklumi mengingat usianya yang sudah menginjak usia 32. Kebanyakan pemain bola seusia itu telah melewatkan masa-masa produktifnya dan sudah mengalami penurunan kebugaran fisik. Kendati demikian, penampilan Pele di Senayan tetap menjadi peristiwa bersejarah yang akan selalu dikenang publik sepakbola Indonesia. Bukan hanya sebagai pemain bola kelas dunia, namun juga sosoknya yang hangat di luar lapangan.

TAG

pele brazil sepakbola

ARTIKEL TERKAIT

Cerita dari Stadion Kridosono (Bagian II – Habis) Cerita dari Stadion Kridosono (Bagian I) Pengungsi Basque yang Memetik Bintang di Negeri Tirai Besi Riwayat NEC Nijmegen yang Menembus Imej Semenjana Geliat Tim Naga di Panggung Sepakbola Mula Bahrain Mengenal Sepakbola Enam Momen Pemain jadi Kiper Dadakan Memori Manis Johan Neeskens Kenapa Australia Menyebutnya Soccer ketimbang Football? Kakak dan Adik Beda Timnas di Sepakbola Dunia